KONTES LOGO YANG LAGI RAME

by - February 19, 2018

Sebelumnya mohon maaf apabila banyak yang tersinggung akan tulisanku. Aku sama sekali enggak bermaksud menggurui, merasa paling yoi, dan merasa paling benar. Aku cuma mau berbagi.

Mari berbicara tentang kontes logo sebuah klub sepakbola. Jangan blunder dulu kemana-mana. Jangan melebar ke kontes logo lain yang tipu-tipu doank.

So, lemme see another point of view.
Yang motret suami. Disambung-sambungin aja lah.
Lagi rame pada bahas kontes logo dengan harga yang tergolong murah ya?

Baiklah, aku sendiri paham kok, wong suamiku juga kerja sebagai desainer grafis. Dia menang kontes dengan prize paling kecil di 99 designs aja aku langsung melengos.

"Mbok nek menang ki sing gedhe sisan, alahdene wes Top Designer"

Yang artinya begini, aku tahu kualitas dan ketelatenan dia yang membutuhkan waktu cukup lama. Kenapa enggak ikutan kontes yang gedhe-gedhe aja sekalian sih. Hawong beras ki saiki regane mundhak je. Dapetin 'segitu aja' enggak cocok donk sama yang udah punya keluarga. Kasihan your skill  lah bro, jangan merecehkan diri sendiri.

Ngomongin skill dan harga gini tentu bukan cuma ada di dunia grafis. Ambil contoh lain deh.
Waktu masih jadi pegawai, aku sempet down dan pesimis ketika ada pegawai baru/anak magang dari SMK.

"Ah, paling yang mau dibayar murah doank, skill nya kopong"

OK maaf frontal. Aku tahu betapa salahnya ketika aku merendahkan seseorang tanpa tahu kualitasnya. Yang bikin aku sempat shock adalah mereka membuat satu episode di salah satu program yang sedang kejar tayang. Tahu apa yang terjadi? Rating dan share yang mereka buat paling tinggi! Buat yang bekerja di dunia pertelevisian, ini bisa jadi bonus gajian. Duh, parah memang menghambakan TVRS.

Jump to satu contoh lagi deh. Yang enggak industrialis. Agak beda kasus, tapi semoga relate.
Jadi aku mengenal salah seorang editor yang sungguh baik dan mulia. Dulu, dia ini kalo ditanya soal fee, pasti bilang: "udah, disesuaiin aja"
Padahal aku tahu lah, urusan skill mah dia oke punya. 
Time goes by.
Sekarang kerjaan datang dengan sendirinya. Ketika aku bisik-bisik fee sama temen-temen, banyak yang bilang "wah gela, udah segini tuh", tapi ada juga yang nimpalin kalo si editor ini masih mau ngerjain film indie. 

Oh, bukan maksudku lantas kita kudu lembek soal harga. BUKAN. 
Aku tahu, beberapa dari kita sekolah dengan biaya yang enggak murah.
Aku tahu, berkomunitas itu penting, nyari temen yang cocok itu perlu waktu.
Aku pun dulu sering kok, udah 'capek-capek' bikin karya, tapi dibayar 2 M (Makasih Mbak). Trus aku balikin 1 M (Mataneee)
Tapi cuma berani ngomong dalam hati doank. LOL.

Masih ada satu dua kasus yang mirip. Sorry to say, aku males nulis panjang-panjang via handphone. Maklum laptopku rusak, komputer yang sudah lumayan lagi dipake suami kerja.

Malah curhat. Balik lagi ya.
Banyak kok yang arogan soal harga tapi ujung-ujungnya mau juga. Pokok'e kabeh-kabeh kalah karo butuh. OK maaf frontal lagi. Enggak usah baper, aku pun merasa. Kalo kata suamiku sih, soale duit cilik iso dikumpul kumpulke. 

Iya juga sih, nyatanya, kami tiap bulan gajinya tar tir tar tir enggak pasti tanggal berapa, tapi ada aja. Ya karena sekarang aku paham kalo aku terlalu arogan malah dijauhi. Orang belum apa-apa udah arogan. Sono coba yang udah pengalaman, malah jarang yang cing cong cin...

Intinya begini, kalo kamu enggak suka, ya tolak aja. Enggak mau ikutan kontesnya, ya bubar. Jangan malah ngisruh di lapak orang. Kasihan yang mau. Eh btw, siapa tahu ada yang mau? Dan kalo sampai desainnya jebul oke, nah lho! Tiwas nggasruh, jebul isin dewe.

Toh kalo misal pihak kontesnya emang gaje kan enggak bakal dapet desain yang sesuai juga? 
Toh kalo misal kontesnya bermasalah kan yang nanggung dan bernama jelek bukan kita?

Konon, kompetisi itu adalah salah satu cara untuk mendapat harga termurah. Ya kali klien bisa nyari yang sesuai dengan harganya. Mau bayar yang the real artists juga belum tentu sanggup. Biasanya kan desainer yang udah kondang itu dicari, udah punya klien sendiri, udah punya pasar sendiri. Kita-kita inilah yang sukanya menyerukan suara tapi karyanya pas-pas-an. Haha canda aja ah.

Enggak sekali dua kali lho ada kontes logo yang gaje, tapi logonya tetep wae kepake. Untuk kamu yang komentar dan bikin logo teko waton. Enggak perlu deh bikin contoh, ini loh desain ku kalo mau harga segitu. Dibikin sejelek mungkin, dibikin biar geeer. Buat apa? Biar kita kita tahu kalo kamu desainer kelas atas? Sekali lagi, desain kondyang yang sebenarnya justru punya sikap. Sikap apa? Sikap baik donk.

Mengkritisi kontes yang kamu katakan payah itu BUKAN dengan cara yang bar bar juga. Malu ah, udah gedhe kok kecengan. Coba bikin yang bagus sekalian, dengan catatan, NEK COCOK KARO SELERANE KLIEN. Angel je ngepaske selera ki. Rumangsamu.

Trus kamu bilang: "Udah, saya sumbangkan aja. Yang penting logonya bermanfaat"

Nah! Beda kan? Orang-orang malah respect to the max! 
Desain mumpuni yang kamu buat adalah effort untuk mengurangi kontes gaje tersebut. Sampe ada kan parodi tentang desain, yang bilangnya kira kira gini: "Bikinlah kontes dan menangkan desain paling jelek. Nanti kamu bakal dapet ganti logo yang bagus secara cuma-cuma sebagai tandingannya"

Parodi miris tersebut enggak salah. Mungkin desainer yang loyal memberikan logo gratisnya tersebut bukan untung secara materi, melainkan nama baik. Susah cin cari nama baik. Melaporkan kasus pencemaran nama baik aja pake ranah hukum lho. Murah gitu bayar pengacara? Meh.

OK, beralih ke kasus yang sedang mencuat:
Logo Visit Malaysia 2020 yang terbaru ini. Katanya diproduksi inhouse dan enggak mengeluarkan uang. Katanya juga bukan juga buat dikontesin. Lalu orang berbondong-bondong buat bikin logo karya sendiri murni sebagai sumbangsih. Tapi baik pemerintah maupun warga akhirnya malah menjadikan moment ini supaya kita melek sama karya seni.

Pada banyak kasus logo ber-prize kecil, mungkin mirip-mirip. Yang menang kok gitu doank. Karena mungkin enggak ada praktisi atau juri yang berkompeten untuk menilai logo mana yang paling oke.

Aku sih percaya, kita itu makhluk yang selalu ingin terlihat berkelas. Jauh lebih mending kamu ikutan bikin logo yang bagus ketimbang kamu bikin ureg-ureg enggak jelas. Kalo desainmu bagus yang bangga siapa? Ya kamu lah, masak aku. Nama kamu makin dikenal. Hambok yaqin. Mana sekarang kan katanya sikap kita bisa dilihat dari sosial media. Banyak perusahaan dan klien juga tambah percaya kalo kita lebih tertata. Correct me if im wrong.

Pokoknya jangan asal komentar. Jengkel boleh, asal tahu cara menyikapinya. Aku nulis ini karena aku enggak mau kita terlalu gegabah menilai. Atau cobalah melihat dari sisi lain, barangkali diluar sana ada yang 'lebih cocok' dengan prize segitu. Lho siapa tahu kan. Anak kuliah yang lagi cari uang tambahan mungkin? Atau anak SMK yang sedang belajar desain tapi enggak punya komunitas? Atau seorang bapak satu anak yang lagi nol saldo tapi anaknya malah sakit?

Ingat ya, ngomongin fulus emang sensitif. Buatmu kecil, mungkin buat yang lain besar.

Buat dirimu lebih berkualitas bukan hanya dengan skill semata tapi juga komunikasi yang baik. As simple as, kamu tahu yang terbaik buat dirimu sendiri. TAPI jangan lupa, banyak juga yang lebih baik dari kita di luar sana. 

Gimana cara supaya kita bisa bersaing? Ha mbuh. Jawab dewe wae. Kamu yang paling paham lah. Mosok takon aku. Aku dewe yo gek nggolek je.

Yang pasti, kita harus bertahan. Urat marahnya dikendorin. Kalo bisa mah enggak usah ngontes lagi,  tapi klien datang sendiri. Ganti energimu buat hal-hal yang bemutu dan berkelas. Rejeki datang kalo kita banyak temen. Punya banyak temen artinya punya 1000 kebaikan ketimbang saling meremehkan.

Nyomot celutukan forgos: "Lemesin aja tsay"

Enggak perlu marah ya. Toss dulu. Yuk ah kita sama-sama terus belajar.

Love,
Yosa Irfiana.

You May Also Like

6 komentar

  1. Ini baru pemikiran anti mindstream

    ReplyDelete
  2. aku kemarin abis baca kontes logo itu di twitter, jadi tertarik baca ini. setuju aku mbak, banyak banget orang yang heboh kalo duitnya ga cocok, padahal ya bisa tolak ato tinggal gak usah ikut ya hihi ._.

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener vin. kadang orang terlalu berlebihan nanggepinnya ya :)

      Delete
  3. hmmm, setuju mba, aku pribadi kalo soal kerjaan ada ratecard-nya, tapi ya fleksibel aja sih, tergantung situasi, apalagi kalo untuk kerjaan2 indie, sosial, dan komunitas, gak dibayar juga gpp asal bener ;p

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak zata. kalo kualitas oke, biasanya kan kerjaan yang datang. hehe. makasih udah mampir :)

      Delete