KEMENANGAN YANG AKU INGINKAN

by - May 19, 2018

Karena sekarang aku sudah sekota sama orang tuaku lagi, jadi aku menganggap ramadan dua tahun ini terasa biasa saja. Apa sih yang bikin beda kalau tiap hari bisa bertemu? Apa sih yang bisa aku harapkan kalau orang tuaku sudah enggak bisa bersatu? Apa sih yang bikin rindu kalau akhirnya aku merasa sepi di kota ku sendiri?

Aneh memang. Aku berusaha bahagia tapi dalam hati ada saja yang bikin ganjel. Ada yang bikin nafas enggak plong. Ada pertanyaan yang belum banyak terjawab. Iya, ramadan yang tadinya selalu ditunggu kini malah selalu menjadi PR besar bagiku. 

PR apa?

Please lemme tell  you honestly.


Mengisahkan ini sebenarnya sama saja dengan sedikit membuka luka lama. Bukannya aku belum bisa move on karena orang tua ku berpisah. Tentunya menyakitkan donk, aku enggak bisa bohong. Situasi ini membuat tali silaturahmi menjadi terputus karena efek dari 'enggak mau bawa perasaan'. Sebel sih ya. Sudah tua masa' gondokan. Sudah tua apa sih yang diinginkan lagi selain rasa tenang dan damai? Kalau boleh berkata kasar deh. Sayangnya kan enggak. Nanti nambahin dosa. 

Yaaah begitulah hidup. Kita enggak bisa menyamaratakan sifat, rasa, maupun pikiran. Seharusnya begini seharusnya begitu adalah term karena orang sering beranggapan paling benar dan terbaik. Sifat mayoritas terkadang bikin beban makin berat ya. Aku merasa kasihan sama yang selalu dipojokkan. Rasanya kok enggak adil.

Aku jadi yakin, kebaikan itu didapat kalau kita bisa menerima kekurangan dan kondisi seseorang. Makanya, aku jarang mau membahas sesuatu yang mengharuskan kita satu pikiran, KECUALI untuk kebaikan bersama. Lain dengan masalah pribadi seseorang. Dapat apa sih kita kalau bisa mencampuri urusan orang lain? Yang ada bikin nyesek yang diurusin. Mereka minta saja enggak, malah ditambahin bebannya. 

Pun mama papa ku. Justru ketika aku sudah berumahtangga, aku merasa harus mendekati mereka secara langsung. Bukan pro sana kontra sini. Aku harus paham bahwa rasa dan sikap mereka sekarang bukan satu lagi.  Enggak gampang!

Sampai saat ini masih ada saja masalah kecil yang harus diluruskan. Masih ada lah kalau soal sinis-sinisan. Mana mama papa sama kerasnya. Ditambah pula ego mereka yang sama tingginya. Aku bisa apa selain mendengarkan dan menenangkannya?

Dalam hati kadang aku membenarkan kalau ada yang bilang, mana ada perceraian yang berakhir dengan perdamaian? Semacam putus harapan ya? Tapi itulah yang terjadi. Di kasus orang tuaku, hal itu benar adanya.

Bukan cuma jalinan tali persaudaraan yang menjadi bias, beberapa kali aku mendapati diriku sudah enggak kokoh berdiri lagi. Di pikiranku, slide by slide film diputar terus menerus, apalagi menjelang hari raya seperti ini. Bagaimana kami sahur bersama, golar-goler di rumah, atau menunggu santapan buat berbuka. Semua dilakukan bersama.

Yang tadinya kami berjalan untuk shalat teraweh bareng, bercanda sambil berangkulan ketika hendak halal bihalal, melakukan tradisi sungkeman, itu semua kini hanya ilusi yang bikin perasaanku enggak nyaman lagi.

Ramadan yang seharusnya membahagiakan tiba-tiba menjadi moment yang menakutkan. Terlebih jika ditanya, "mama papa sekarang bagaimana?"

Jangan ditanya gimana rasanya. Bimbangnya bukan kepalang. Aku tetap berusaha tegar dan bahagia dengan keluarga kecilku. Menjawab bermacam pertanyaan orang yang tak kunjung mendapat kepuasan. Tersenyum dengan sindiran. Tetap berada di tengah dan tidak memihak siapa-siapa. 

Bingung bagaimana cara mengatur waktu sungkeman, bingung yang mana dulu yang diprirotaskan, bingung karena mereka enggak kunjung bisa akur yang sebenar-benarnya.  Muak sih, walaupun aku enggak menemukan cara lain. Alias ya... gimana lagi? Mungkin ini yang dinamakan ujian yang membuat aku tambah dewasa. 

Bukan cuma tetangga, saudara jauh, mertuapun sering bertanya bagaimana keadaan mereka? Yang nantinya aku yakin, jika aku salah sedikit saja menjelaskan yang sesungguhnya, itu akan menjadikan mereka berpihak sebelah. Padahal sebisa mungkin aku netralkan suasana. 

Beruntungnya, sekarang aku mempunyai keluarga kecil yang senantiasa memahami. Sangat mengerti proses perjuanganku yang mulai dari nol lagi. Dan yang terpenting, mampu meraihku saat aku terseok dan lupa diri. Suami dan anakku tetap menjadi obat segala luka. Sangat beruntung.

Karena di setiap aku mengingat perpisahan tersebut, dalam hatiku selalu berdoa agar rumah tanggaku selalu berdiri dan bertahan hingga mau memisahkan. Walaupun diterpa badai dan dihantam ombak kehidupan, semoga kami bisa melewatinya dengan penuh kemenangan.

Aku enggak mau berandai-andai dan mengulang masa lalu. Toh dengan perceraian mereka aku bisa memetik hikmahnya.


Aku cuma ingin memanfaatkan hidup sebaik-baiknya. Berusaha netral... yah walaupun sekali lagi itu sangat susah terjadi. Rasanya berat mendapati hari esok mereka yang sendiri-sendiri. Padahal kesemua anaknya butuh tempat untuk sekadar pulang dan berbagi.

Lebaran nanti aku ikut mudik ke kalimantan. Tadinya memang berusaha bergantian sih setiap tahunnya. Tapi aku mulai merasakan sesuatu yang berbeda dengan yang biasanya. Ada keramahan dan kehangatan yang bisa aku dapatkan. Sambil mengucap doa pelan-pelan agar orang tuaku sendiri juga bahagia dengan kehidupan mereka kini.

Aku cuma ingin mereka hidup dengan hati yang nyaman. Sama-sama menjalani kehidupan yang indah kedepan. Masih banyak harapan dan asa yang harus dituntaskan. 

Aku cuma ingin menang atas apa yang selalu aku perjuangkan.

Aku cuma ingin ramadan selalu menjadi yang dinantikan. Kebersamaan, kehangatan, dan kedamaian.

Semoga ramadan ke depan, aku mendapatkan kemenangan yang sesungguhnya. Bukan untuk diriku sendiri, tapi masa depan keluarga. 

Can i hear amiiiin?

You May Also Like

10 komentar

  1. Dalem tulisannya. Aku jadi inget anakku mbak. Gak ada pernikahan yg jgn berujung perceraian emng berat jd orgtua, jd anak yg jd korban pun lebih berat. Mungkin krn ego masing2 kalo kaya lagu, HANYA CINTA YG BISA mendamaikan semua 😊 semangat mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semangat juga ya buat mbak. Sama-sama menguatkan. Pilihan terbaik ada di tangan kita :) Makasih ya mbak.

      Delete
  2. Semoga ramadhan tahun ini penuh berkah mbak dan dilimpahkan kedamaian. Aamiin. Begitupula hari-hari selanjutnya, tetep semangat!!

    ReplyDelete
  3. Yaa!! Intinya itulah kehidupan...Jikalau kita menghindar sudah barang tentu akan selalu datang masalah menghampiri...

    Namun bila kita berusaha dan pasrah kan pada Allah.S,W,T..Enak tidak enak kita bisa memetik pelajaran dari itu semua, bahkan yang belum pernah kita rasakan sendiri..😄😄

    Tetap jalani hidup ini dengan tersenyum..😄😄

    ReplyDelete
  4. ,kakak saya jg bercerai dgn suaminya krn kdrt, anak semata wayang nyya wafat, berat..saya tau rasanya kakak saya gmn..perceraian dankehilangan buah hati bukan perkara mudah,tp alhamdulilah dia bs lewati masa2 sulitnya,skrg fokus ngurus bapak ibu yang sakit, rezeki dia jg dimudahkan bgt, blm lama jg naik pangkat, bisnis kecil2annya jg tetap lancar, drpd dia tersiksa dgn pernikahannya yang udah ga sehat, perpisahan bkn solusi yang buruk jg katanya..
    Tapi Gusti Allah maha baik kok mba..saya yakin dirimu jg akan dpt kemenangan yang sesungguhnya dlm ramadhan. saya amiinkan.
    ini kunjungan pertama saya,salam kenal ya, kl bahas2 isi saya jg inget masa lalu, gagal masuk isi heheh,tp gpp namanya jln hidup,skrg jg saya full irt

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal juga mbak. Kalo baca sharing dan komentar orang kayak gini, aku jadi lebih semangat, karena di luar sana lebih banyak cerita yang bisa kita ambil hikmahnya. :)

      Wah daftar jurusan apa mbak? Hehehe.

      Delete
  5. Tetap semangat menjalani hidup,kak.
    Dijalani saja dengan ringan pikiran, nanti semuanya akan terasa nyaman.

    ReplyDelete