OFF ROAD DADAKAN

by - June 27, 2018

Katanya nih, kalau kalian suka off road tapi track baru sebatas wilayah jawa saja, konon kalian masih dianggap biasa alias belum naik pangkat. Oh yaaaa, kata siapa emangnya? Kata aku lah, hahaha. Ya, setidaknya, aku pernah ngerasain off road terabasan hutan dengan medan yang lumayan menantang. Ngerasain doang loh ya. Bukan aku kok yang nyetir, tapi Suamiku. Mana bisa orang mungil kayak aku kendaliin mobil besar? Bisa kebanting setir nanti ya kan.

Terabasan hutan ini sama sekali enggak direncanakan. Bener-bener dadakan. Jadi ceritanya kami sekeluarga sengaja lewat jalan baru sepulang dari Kawasan Bogam Raya kemarin. Tahu-tahu ternyata hutan dan sepi. Ngeri-ngeri sedep sih sebenarnya, karena walaupun aku duduk manis di belakang, dalam hatiku tetap mengucap doa sambil pegangan tangan. Enggak cemen enggak, cuma was-was dikiiiit. *toyor jangan?*


Eits kalian jangan kemana-mana dulu, sini-sini, aku ceritain ya.


Jalanan di Kalimantan belum sepenuhnya bisa dilalui dengan mudah lewat darat. Suamiku sudah wanti-wanti, kalau menemukan mobil besar-besar jangan heran, karena di sini bakalan digunakan sebagai mestinya. Yaitu untuk menembus hutan belantara, terlebih mobil dengan double gardannya. Plis, jangan bayangin mobil besar semacam Innova, Pajero atau strada sampai sini dengan plitur kinclong. Yang ada, mobil-mobil tersebut bermandikan lumpur bisa sampai separuh body mobil. Uwow, enggak sayang ya kayaknya. Ya enggak lah, orang itu fungsinya.


Trus Suami juga pernah cerita kalau dia dan teman-temannya pernah waktu perjalanan dari Pangkalan Bun ke Palangka Raya, menemukan ular besar menyebrang jalan. Tapi karena jalanan sepi, gelap dan sudah malam, jadinya enggak begitu kelihatan. Tahunya malah habis melindas lalu baru nyadar kalau ternyata itu ular. Dyeem. Besarnya sampai kayak polisi tidur loh, entah deh panjangnya. Belum cerita yang lain dari Mertua. Pokoknya bikin merinding. Tapi yang perlu diingat, begitu di hutan kita jangan berpikir macam-macam, mending sluman slumun selamat saja deh. Jangan keburu panik juga kalau lihat binatang buas berkeliaran, tetep stay cool yang penting enggak ganggu. Karena gimanapun, itu habitat mereka ya enggak cuy.


Salah satu wishlist-ku dalam mendidik Alya adalah mengenalkannya pada hutan. Hutan beneran loh, bukan hutan buatan. Hutan yang benar-benar liar kayak di Kalimantan ini. Dikata sok-sok-an biar, yang penting Alya kudu cinta sama alam. Paling enggak, sejak kecil sudah ditanamkan rasa syukur dan mengenal makhluk hidup di dunia.

Tapi… aku masih maju mundur ngajakin Alya tracking atau bermalam di hutan. Belum berani lebih tepatnya. Lah gimana ya, memang semacam belum cukup umur, nanti gimana kalau dia ngerasa enggak nyaman? Gimana kalau dia enggak mau makan yang disediakan? Gimana kalau dia enggak suka sama situasinya? Masih banyak PR lah intinya.

Makanya, aku menganggap bahwa off road dadakan ini bisa jadi semacam new experience bagi Alya maupun aku sendiri. Dia jadi bisa tahu oh hutan itu sepi ya. Oh banyak tupai dan burung ya. Oh harus jalan jauh ya. Dan banyak lagi adegan tanya jawab yang bikin dia sangat terkesan. 


Baru juga jalan beberapa menit dari Bogam Raya, Alya sudah tertidur pulas. Maklum, karena waktu bermain di pantai, dia all out banget. Bener-bener kecapekan, sampai tidurnya terlentang.  Dari Tanjung Penghujan, kami menyisir pantai Kraya menuju Sebuai hingga tembus ke Kumpai Batu Atas. Di Sebuai, rencananya akan dibuat Bandara baru untuk menggantikan Bandara Iskandar yang masih beroperasi sampai sekarang. Sudah dibuka rute menuju ke Bandara tersebut, namun jalanan belum diaspal, alias masih berupa tanah dan pasir. Nah, jalanan itulah yang kami lewati.

Alya bangun begitu kami sampai di sekitar Sebuai. Mungkin dia ngerasa terganggu karena jalanan yang enggak mulus bikin para penumpangnya ikutan gonjang-ganjing mabok di jalan. Sepanjang perjalanan, daerahnya beneran sepi. Di kanan kiri hutan, jalanan belum di aspal. Mau teriak gimana juga enggak bakal kedengeran. Kami cuma beberapa kali berpapasan dan dapet barengan motor. Enggak banyak kok, bisa dihitung dengan jari.  Tapi lumayan, jadi ada teman di jalan kan.


Kami sempat bertanya jalan pada kampung yang ditemui. Iyaaa, di sekitar sini ada kampung. Tapi jarak kampung satu dengan yang lain ampun jauhnya. Mana jalannya juga belum semua diaspal pula. Ditengah-tengah perjalanan, akan ditemukan dua posko hutan lindung. Yang mana di situ enggak boleh sembarangan tebang pohon dan harus dijaga biar enggak sampai gundul.
Beberapa kali kami menemukan persimpangan, hingga kami sempat nyasar dan nemuin lahan sayur maupun cabe milik perorangan. Ya gimana ya, namanya di hutan. Mau ngandelin GPS juga enggak ada sinyal kan. Hahaha.

Satu hal yang bikin aku ngerasa aman adalah karena ini masih siang. Enggak bisa bayangin kalau malam. Ya paling langsung balik arah cari keramaian, sudah. Cari aman kadang dibutuhkan ya. Well, perasaan tenang langsung datang ketika kami menemukan perkampungan. Kampung yang cukup padat dan kendaraan yang cukup ramai. Tepatnya di Kumpai Batu Atas.


Sumpah beneran langsung lega dan plong seketika. Raut wajah yang tadinya pucet, tegang, dan siap siaga, berubah jadi bahagia dan menyanyikan lagu syalalala. Habis off road, kami langsung kelaparaaan. Langsung cari seafood dan sayuran berkuah, woooh mantaps.

Alya sih enggak begitu mudeng, karena ya dipikirnya memang kudu lewat hutan. Dipikirnya ya tetap saja aman. Tapi sepanjang perjalanan kemarin, Alya jadi tahu kalau hutan itu enggak seram. Enggak ada nenek sihir, enggak ada yang perlu ditakutkan. Aku berhasil menjelaskan kalau hutan itu diperlukan agar ekosistem berjalan lancar. Hutan diperlukan agar manusia bisa bernafas. Pepohonan yang rimbun adalah makhluk hidup yang kita perlukan.


Ok sip ya. Semoga tahun depan, Alya bisa selangkah lebih maju lagi, dengan tracking ke hutan. Pelan-pelan ya sist, sambil usaha banget ini. Mohon doanya boleh donk?!

You May Also Like

2 komentar

  1. wah jalannya masih begitu ya, kebayang pasti di mobili goyang terus

    ReplyDelete