PASAR WADAI

by - June 16, 2018

Cara suatu daerah menyambut bulan Ramadan selalu punya keunikannya ya. Beruntung kami dapat tiket mudik beberapa hari menjelang lebaran, jadi masih ada sisa waktu terakhir biar bisa menikmati puasa di sini. Yang artinya, aku bakal puas ngicip kuliner khas pangkalan bun terlebih saat Ramadan. Yes, karena di kalimantan terkenal akan Pasar Wadai! 





Emangnya apa sih keunikan pasar wadai?

Wadai itu merupakan bahasa banjarnya kue. Pasar wadai juga berarti pasar kue. Pasar ini bisa disebut pasar musiman, dan hanya ada di bulan ramadan. Jajanan yang disuguhkan di pasar wadai kebanyakan adalah kue tradisional khas banjar. Seperti bingka, bingka barandam, bebongkok, kicak-kicak, untuk-untuk, pais, bubur sagu, agar-agar, sampai lauk buat makan besar semacam ayam masak habang. 

Kalau hari biasa, kue basah maupun makanan khas tersebut bisa sih dicari, cuma lebih lengkap dan lebih banyak dijual pas ramadan tiba. Seakan semuanya tumplek blek apa-apa ada gitu.


Pasar Wadai ini dapat ditemui di seluruh daerah di kalimantan. Kalau di pangkalan bun sendiri, pasar wadai bisa berpindah-pindah tempat. Nah, lebaran 2018, pasar wadainya terletak di Lapangan Tugu.

Masyarakat menganggap pasar wadai sebagai jujugan kalau mau beli takjil sambil menunggu waktu berbuka. Pokoknya kemana beli makanan, ya mendingan sekalian di pasar wadai. Enggak perlu repot ke tempat satu ke tempat yang lain, kalau di satu tempat aja kita bisa menemukan berbagai macam masakan. 


Berbeda dari ramadan beberapa tahun yang lalu, kini di pasar wadai, kita bukan cuma bisa menemukan kue tradisional saja, namun juga makanan kekinian kayak sosis, telur gulung, minuman rasa, sampai ais kepal. Sebel enggak sih, dimana-mana ada ais kepal hahaha.

Tapi mau sebanyak apapun makanan kekinian, buatku makanan tradisional tetap di hati. Lagian ngapain jauh-jauh ke kalimantan kalau akhirnya beli yang di jawa juga ada. Enggak memanfaatkan situasi dan mubazir namanya.

Buatku, makanan khas banjar itu hanya ada dua, yaitu enak dan enak banget. Hahaha. Maklumlah aku mah apa-apa doyan.


Orang banjar biasa menyebut orang yang jualan dengan sebutan Acil, yang berarti tante. Kalau bicara harga, semua barang di kalimantan tentu lebih mahal di banding jawa. Tapi segitu emang wajar dan pas. Harga jual kue mulai dari Rp 1000. 

Kata suamiku, kalau ada makanan enak di sini, mau harganya semahal apapun ya tetep di beli. Tetep laris gitu. Orang kalimantan cenderung menomorsatukan rasa, harga baru deh nomor dua. Terbukti dengan banyaknya makanan enak di sini yang terkenal, pasti kebanyakan harganya mahal. Jadi kalau berlibur ke kalimantan, aku udah pasti prepare duit berkali-kali lipat ketimbang liburan di jawa. 

Nah gimana dengan kuliner yang harganya lebih murah?
Aku nih ya, ngerasa wadai yang harganya standar pun itu udah enak gitu loh. Yang dijual di pasar-pasar itu enak semua. Misalnya Bingka. Tapi kalau orang banjar sendiri punya standar lain yang mungkin berbeda. Pastinya mereka merasa ADA YANG LEBIH ENAK. 

Mau nge fly enggak lo! Hahaha.


Senangnya, Mertuaku hafal betul mana kue yang enak dan mana yang kurang pas. Punya banyak referensi kuliner dan paham dimana makanan yang da best. Aku yang tadinya mau beli makanan di pasar wadai dan bawaannya udah pengen beli aja, langsung diarahin ke tempat yang lebih variatif dan nyaman. Nyaman dalam bahasa banjar, berarti enak. Misalnya, "wah kuenya nyaman di sana" yang artinya "wah, kuenya enak yang di sana". Gitu.

Aku mah ayo aja, maklum semua tampak menggiurkan. Lalu kami beranjak ke wadah nenek yang ada di Mendawai.

Di tempat ini, sebenarnya mereka jualan juga pada hari biasa. Namun pada saat ramadan, makanannya jadi tambah variatif dan banyak. Nah, yang sudah lama aku idam-idamkan adalah kue lapis india dan lapis pengantin.

Bedanya apa?

Lapis india, bentuknya berlayer semacam lapis kayak di jawa. Rasanya dominan manis dan beraroma pandan. Dibanding lapis pengantin, tekstur lapis india lebih lembut.

Sedangkan lapis pengantin terdiri dari dua lapis aja. Yang bawah berwarna putih itu ketan kelapa dan yang bagian atas warna hijau itu tepung beras. 

Tapi menurutku, kedua lapis tadi sama enaknya. Hahaha.

Di tempat ini, kue lapis didisplay dalam keadaan masih utuh gitu, belum dipotong-potong. Nah ketika kita beli, tinggal bilang aja mau beli berapa. Baru deh Acilnya potong lapis sesuai dengan harga. 


Ok kita beralih ke wadai selanjutnya yang enggak kalah ngangenin.

I'm sorry fotonya blur. Tapi mau enggak aku masukkan, kok sayang. Jadi ini adalah wadai bebongkok. Ketika disendok, bentuknya agak cair dan rasanya manis. Enggak perlu adegan nguyah karena langsung telen aja gitu. Semacam bubur sumsum dikukus daun pisang, cuma apa ya, lebih enak dan legit gitu. Aku susah mendefinisikan rasanya. 


Lanjut ya. Kue ijo ini dinamakan Balungan Hayam.
Katanya sih kue ini mirip jengger ayam, yang memang pada sejarahnya dipersembahkan buat upacara sesajen buat melambangkan ayam.

Kue ini terbuat dari tepung ketan. Rasanya hampir mirip sama kue tok/ kue mata kebo/ kue ku yang biasa ada di jawa. Isinya berupa kelapa diramu dengan gula merah. Bedanya adalah cara makannya. Orang kalimantan biasa memakannya dengan santan yang dicocol. Serius ternyata rasanya tambah nikmat.


Trus ada lagi aneka macam puding. Yang coklat itu puding lumpur dan yang hijau kue lumpur. Rasanya manis enak tapi enggak eneg. Biasa dikemas dalam bentuk cup yang langsung bisa dimakan.


Dari semua kue yang pernah aku coba, kebanyakan rasanya memang cenderung manis, cuma manisnya masih bisa ditolerir. Selain itu, masih banyak kue-kue lain yang belum aku coba. Habis banyak juga loh variannya. 

Dan lama-lama aku sadari, beda kue di banjar dengan di jawa adalah bentuk dan rasanya. Kalau di jawa, bentuk kuenya kan kecil-kecil, sedangkan di banjar itu biasanya lebih besar. Selain itu, soal rasa, kue di banjar jelas lebih pekat dan berasa. Bukan cuma kue, tapi juga lauknya. Rempahnya lebih banyak yang bikin rasa nomor satu.

So, buat kalian yang pengen travelling ke kalimantan, pokoknya kamu kudu coba kue-kue tradisionalnya. Apalah arti jalan beribu kaki tanpa singgah dan mencicipi rasa khas daerah. Karena semakin kita tahu banyak rasa, semakin besar pula alasan untuk kita menikmati indahnya hidup di dunia.

Yak sip ya.

You May Also Like

2 komentar

  1. Setuju mba, traveling jauh tanpa mencicipi makanan khas daerahnya bakalan kurang tuh.

    ReplyDelete