BLACK LIST

by - August 05, 2018

Salah satu kata yang jadi momok besar di dunia freelancer, salah satu kata yang bikin hati ketar ketir ngalahin mau kawin, salah satu kata yang setengah mati dihindari = BLACK LIST. Tapi kata siapa, black list cuma bisa dimiliki oleh perusahaan besar dan orang-orang yang punya modal? Pelaku freelancer pun bisa, pun yang kayak aku gini. Mau tahu ceritanya? Siap-siap ya, karena ceritanya panjang.


Dulu ya, sekitar tahun 2010, aku pernah di-hire buat ikut project TVC sebuah perusahaan besar di Jakarta. Si Asisten Produksi yang menghubungi aku ini adalah temannya temanku. Seperti yang aku bilang, dunia kerja itu sempit, jadi enggak heran misalnya kalian kerja bagus, terdengar oleh banyak orang, kalian bakal gampang dapat kerjaan. Benar, kerjaanlah yang bakal cari kalian.

Project ini enggak main-main, kru di dalamnya dapat dikatakan kenamaan semua. Ngeper donk gila! Mana waktu itu aku masih newbie di dunia kerja. Dapat tawaran ini antara bangga dan enggak pede. Enggak yakin gitu, bisa enggak ya aku ikut gabung di dalam timnya? Berkenan enggak kinerjaku buat mereka? Tapi yowes, demi dapet link dan pengalaman, aku iyain, yah walaupun itu cukup berat. Aku sudah siap,aku sudah bekali diri bahwa anak baru pasti di-bully dan disenggol pakai lagak Jakarta. Elu elu manut saja, gua paling berkuasa. Oke siyaaap.

Sayangnya, waktu itu aku polosnya minta ampun. Tanya jobdesk saja enggak. Karena mindset ku, sudah diajak ikut project besar itu merupakan sebuah penghargaan. Bergensi loh ini. Tapiii... yang bikin aku agak sakit hati adalah, Si Asisten Produksi ini enggak jelas nge brief nya plus punya sikap arogan level dewa. Serius, lagaknya sudah macam bos besar dan cara ngomongnya kasar. Misalnya nih, aku awalnya disuruh jadi Unit Manager. Otomatis aku kan harus bikin perincian budget, ngelock lokasi, manage jalannya shooting dan harus stay tune sampai shooting selesai.

Nah ini enggak. Aku disuruh cari lokasi, talent, fotokopi, cari hotel, cari macem-macem lah pokoknya sampai aku bingung sendiri. Lokasi A kurang oke, ayo cari lokasi B dengan opsi C. Breakdown script kok pada belum dapet, aku harus lari dan bikin secepatnya. Apa yang disuruh ya aku kerjakan. Best service kok tenang saja. Aku sama sekali enggak berani macam-macam. Sekali lagi aku enggak tahu aku dibawah naungan siapa. Semua orang seakan berhak nyuruh aku gitu.

Sempat merasa underpressure, tapi lagi-lagi aku bertahan karena pengen dapat pengalaman. Pokoknya yang lain gua elu, aku mah cukup saya dan sebut nama orang. Hanya ada Pak dan Bu kalau mau menyantuni mereka. Iyaaa... segitu senioritasnya dalam pembuatan film besar. Aku paham, paham banget. Orang-orang yang kerja dalam dunia film itu keras, geraknya ekstra, dan fleksibel. Kita kudu siap mental dan bisa berpikir cepat.

Masalah lalu muncul setelah perasaan enggak enak yang aku rasakan. Ternyata di balik itu aku disalahkan karena mereka menganggap aku enggak becus. Simply akibat mereka enggak paham dengan apa yang sedang aku kerjakan. Bayangkan ya, aku yang awalnya enggak ngurusin talent, dan seharusnya enggak sih, karena memang ada koordinator talent, kok mendadak langsung disuruh nyiapin massa sebanyak 50 orang dalam jangka waktu semalam. Besok talentnya mau dicasting dulu. Oh my godness.

via GIPHY

Aku berpikir ulang, enggak boleh cuma iya iya saja! Kalau begini terus aku bakal mampus deh. Pengennya sih komunikasinya lancar, kerjapun jadi nyaman. Harus ada kesepakatan dan keterbukaan, oh yosa ni pegang lokasi, oh yosa ini ngurus perizinan. Lah kalau kerjaaku saja enggak di floor-kan ke semua kru, semua bisa nyuruhnya ke aku. Padahal semua departemen punya runner loh!

Puncak kegeramanku berlanjut karena aku dimarah-marahin hanya gara-gara kesalahan komunikasi. Tepatnya waktu Recce, di depan semua kru. Si Asisten Produksi marah besar dan maki-maki aku karena aku bilang: "yang boleh masuk cuma beberapa orang, karena lokasi belum difix-kan".

Itu beneran lokasinya susah banget bos. Steril, jangan ada kamera, dan kita yang bner-bener butuh untuk shooting di sana. Kalau semua kru saja langsung masuk padahal belum tuntas perizinannya, ya sudah berarti kita yang salah. Kan itu memang aturannya. Parahnya, aku sudah ngomong ke beliau ini jauuuh sebelum mereka mau berangkat. Eh ini semua kru mau masuk saja. Maksudku mbok yang penting saja, toh kalau bawa alat nanti ada konsekuensinya.

Si Asisten Produksi enggak terima lalu aku dimaki-maki. Kasar loh! Dia lalu nelpon temennya yang lain, katanya minta aku diganti. Dia keceplosan bilang "minta cariin Manager Lokasi pengganti".

Aku yang denger itu langsung panas. Manager Lokasi itu sebutan buat pencari lokasi dan bertugas ngelock lokasi tersebut apabila sudah fix. Saat itu rasanya pengen teriak dan berantem saja deh. Gila apa, dia nyuruh aku jadi Unit Manager, ternyata selama ini aku jadi Manager Lokasi. Tahu gitu aku bakalan cari lokasi doang, enggak sama talent, enggak nyiapin hotel, enggak mikirin budget, breakdown, dan lain lain.

Long story short, shooting dilakukan, kerjaan kelar. Setelah itu aku berhasil nemuin Si Asisten Produksi ini sendirian. Aku marah donk jelas. Aku tegasin. Aku kerasin. Pokoknya aku enggak suka cara dia kerjasama, gimana kerjaku selama ini, apa yang sudah aku lakukan, bahkan bayaran pun aku enggak hitungan. Sungguh ini sebuah kesalahan fatal. Bahwa bangga diajak kerja sama kadang bikin yang ngajak semena-mena. Ini fakta loh. Karena sampai projectnya kelar pun, bayaran juga turun lama. Alasannya, memang sudah dari kliennya.

Sudahlah, aku sudah legowo. Mau black list pun silahkan. Do'a nya supaya jangan sampai ketemu dia di lain waktu dan kesempatan. Amiiin.

Beberapa minggu setelah project ini selesai, banyak teman aku yang bilang kalau Si Asisten Produksi ini memang terkenal nggaya, sok paling yahud dan angkuhnya bukan main. Line Producernya bahkan sempat japri aku, masih saling sapa sampai sekarang. Padahal antara Line Producer sama Asisten Produksi sebelumnya dekat banget. Lah sekarang kok ya malah jadi jauhan.

Dibilang lega ya lega, puas terutama. Ternyata semua sudah tahu kinerjaku tanpa aku membuat pembelaan. Iya, aku senang karena nama baik ku masih bisa aku pertahankan. Dunia freelancer kembali membuatku bahagia tanpa ada paksaan.

Namun, lama enggak bersentuhan dengan yang namanya orang reseh, baru-baru ini aku punya masalah dengan orang yang bakalan aku black list ke depannya. Jangan bosen dulu, aku mau cerita lagi. Satu cerita, janji.

via GIPHY

Tahu kan, saat ini aku sudah memutuskan menjadi scriptwriter, terlebih setelah punya anak? Nah, beberapa saat lalu, aku didaulat jadi seorang scriptwriter sebuah film pendek. Ini katanya maha karya cukup besar karena akan diputar di depan para pejabat tinggi negeri dan nama-nama beken seperti Najwa Shihab. Basicnya dari cerpen, yang menulis tokoh kenamaan bangsa. Enggak perlu aku tulis namanya lah ya.

Oke, aku jelas tertarik, tertantang, dan antusias penuh dalam membuat naskahnya. Cuma sayangnya, yang meng-hire ku di project ini adalah seseorang yang enggak cocok sama aku. Baik itu pikiran maupun kinerja. Aku pernah bekerja sama satu dua project sebelumnya.

Jujur saja ya, kalau duit masih bisa dinegosiasi, tapi kalau buah pemikiran, beugh susahnya seperti kamu enggak cocok terus dipaksakan. Rasanya bakal ampang.

Di sisi lain aku enggak sreg karena hatiku nolak. Tapi sisi yang lainnya terus memaksaku akibat aku merasa ingin belajar. Mahal kan harga sebuah pengalaman? Film pendek mahakarya kok dilewatkan? Sayang ah. Hitung-hitung aku tambah jam terbang.

Aku persingkat saja. Setelah aku bikin scriptnya, tentu enggak langsung ketok palu buat diproduksi. Ada tiga empat kali revisi. Dan dengan gampangnya, beliau ini bilang kalau scriptku enggak cocok sama pemikirannya.

Alright! Aslinya pengen misuh-misuh tapi kok enggak bisa. Sumpah engap!

via GIPHY

Detailnya begini. Ini lagi-lagi kesalahan karena brief awal enggak jelas. Katanya durasi terserah aku, pemain terserah aku, lokasi terserah aku, alur terserah aku asal masih dalam satu kesinambungan sesuai cerpennya. Well done, script aku kelarin cuma dua hari saja dengan total duration 30 minutes. Buatku ini sudah sangat efektif mengingat pemain, lokasi, dan alurnya cukup minim.

Revisi pertama, aku disuruh ganti alur, pemain dikurangi, lokasi dipersempit, durasi dipendekkin. Buat scriptwriter, ini mampus! Gimana bisa skenario sudah jadi dirombak sebanyak itu. Ibarat sudah membangun rumah, sudah jadi, ini disuruh bongkar karena desainnya kurang sreg, padahal si klien bilang desainnya terserah. Remuk kan rasanya?

Oke, tetap aku kerjakan. Alur sudah ganti, pemain berkurang, lokasi minim banget nget. Direvisi lagi. Katanya alurnya masih kurang pas. Kudu ditebelin dibeberapa bagian, padahal itu jatuhnya enggak sesuai cerpen. Sangat keluar konten lah istilahnya. Tapi beliau kekeuh.

Oke aku kerjakan lagi. Lalu tahu apa yang terjadi? Tiba-tiba beliau diam seribu bahasa sampai beberapa hari. Aku pikir sibuk lah ya. Yang penting tinggal nunggu bayaran.

Beberapa hari setelahnya, aku lihat instastorynya. Beliau sudah ready bikin filmnya. Tapi... naskahnya bukan aku yang nulis!

Gimana coba perasaan kalian jadi aku? Sakit? Marah? Pengen ngunyah?

via GIPHY

Tenang, aku sudah melakukan yang terbaik. Iya, aku marah, hanya saja, bukan dengan cara yang frontal tapi dengan diam saja. Seketika aku melihat IGs beliau ini, kemudian beliau langsung menelponku bertubi-tubi dan nge-chat aku berisi kata-kata minta maaf. Ringkasnya beliau bilang, tipe naskahku 'enggak berani' dan yaaah mungkin yang dimaksud cheesy.Dan karena beliau buru-buru, lalu dia hire orang lain yang mungkin lebih mumpuni. Beliau wanti-wanti supaya aku enggak marah. Enggak boleh marah. Nanti bayaranku tetap ada kompensasinya.

FYI, aku ngerjain script ini bersamaan dengan deadline lain. Tapi aku tetap professional bahkan aku setor sebelum tanggal ditetapkan.

Sampai di sini aku tetap diam. Karena apa? Sakit itu enggak bisa diucapkan dengan kata-kata ya kan. Attitudenya itu loh yang aku sesalkan. Lagian setelah aku dibayar, itu pun juga dibawah harga standar. Bagiku, diam ya tetap diam. Artinya aku sedang marah besar.

Beliau ini sudah agak terkenal kok. Terkenal juga sama kinerjanya yang enggak professional. Maksudku lebih ke sikapnya yang cenderung menggampangkan dan enggak tertata. Denger-denger, sudah banyak yang malas kalau diajak kerja sama. Sekali lagi, dunia kerja itu sempit. Baik buruk kita bisa tersebar dengan cepat tanpa kita tahu. Terserahlah ya, aku sih lebih ke masalah personal saja.

Garis kesimpulan dari dua cerita tadi adalah,

satu, aku selalu merasa enggak percaya diri. Aku selalu oke, selalu yes, selalu gampangan akibat aku merasa kurang pengalaman. Inilah yang menyebabkan kadang aku dianggap sebelah mata. Padahal kalau disodorin portofolioku, palingan ya sama saja dengan mereka mereka.

Dua, karena alasan pertama barusan, brief jadi sering enggak jelas. Dari awal harus sudah jelas, minta apa, fee segini gimana, nanti bayarannya kapan. Itu dulu harus pasti. Yang namanya kerja ya harus diupah, kalau enggak tetap dihitung hutang. Makanya ke depan, kita harus lebih dulu memerhatikan briefnya sampai berapa kali revisi. Sedetail itu karena penting. Kalau misal nantinya enggak berkenan ya harus diomongkan dan fee nya harus sesuai kesepakatan.

Tiga, aku enggak pernah takut mau di black list. Karena aku enggak salah! Aku kerja sesuai dengan perintah dan sudah benar. Hal-hal yang enggak bikin berkenan biasanya datang dari pihak klien, bukan aku. Sebelum beliau black list aku duluan, aku biasanya cari tahu dulu seluk beluk beliau. Kalau aku memang lagi apesnya dapet mood klien jelek, ya mungkin bisa aku pertahankan. Tapi nyatanya enggak ada tuh yang namanya sikap mood-mood-an. Attitude jelek yang memang karena sudah lama jelek.

Sekarang sih, aku sadar, aku sudah cukup punya nama. Dibanding yang enggak cocok, aku lebih banyak menemukan klien yang asik dan bisa diajak kerjasama. Kasarnya, mau sombong pun sudah bisa. Temanku banyak, dan yang terpenting, klien minim komplain. Mostly pada puas sama kinerjaku. Jadi misal beliau mau black list aku, sorry, aku black list beliau duluan. Hahaha.

via GIPHY

Subyek dari kedua cerita di atas, saat ini embuh keberadaannya. Semoga enggak ketemu dan kerja bareng lagi deh. Sudah malas soalnya. Yang aku tahu, mereka masih eksis di dunia perfilman, hanya beda ruang lingkup pertemanan saja. Bisa banget kita saling black list, tapi jalan kan selalu ada.

Aku sih masih pengen mengibarkan benderaku yang aku perjuangkan seutuhnya. Dari mana, ya dari profesionalisme kerja, attitude, kecepatan dan ketepatan. I'll always do my best. Aku selalu pengen belajar. Dapat pengalaman enggak enak begini juga termasuk proses belajar.

Cuma yang perlu dibold adalah, jangan sampai karena kita belajar terus kita enggak dianggap, Anak magang saja ada hitungannya kok. Asal sikap kita baik, kerja kita oke, komunikasi lancar, aku kira kita enggak perlu khawatir mau diblack list orang. Ya kecuali habis kita dihire terus kerja kita asal-asalan, itu kesalahan. Lah kalau enggak, buat apa takut ya kan?

Oke, sebagai bahan pertimbangan kalian misal nanti ketemu klien, teman, orang yang hire kalian dan bersikap samaan, ingat, asal kita benar, jangan pernah ragu untuk berani berkata benar. Jangan mentang-mentang sana punya modal terus kita jadi ditindas begitu saja. Mau sombong boleh, tapi selama sama-sama masih menginjakkan kakinya di bumi, kita akan dapat kesempatan yang sama besarnya dalam bekerja. Ingat, hidup itu sesuai takaran. Enggak ada yang enggak mungkin, semua punya jalannya.

Gimana, kalian pernah punya cerita black list apa?

You May Also Like

1 komentar

  1. Kalo dlm kerjaan sih, kayaknya ga ada yaaa.. Tempat aku kerja, di bank asing, di mana, yg punya hak utk memblack list itu ada pd dept HRD dan dept fraud & investigation. Kalo itu udh jelaslah yaaa... Staff yg ketahuan ga jujur dan berintegritas rendah udh pasti di blacklist ga akan bisa kerja lg di bank manapun, namanya udh tersebar ke seluruh HR bank di mana2. Kalo nasabah, yg suka credit macet, yg ketahuan pernah korupsi , kena financial crime, dan skandal, jgn harap bisa buka rekening di bank ku :p. Namanya udh pasti tertera dlm screening international dan dalam negri. Makanya pentiiing banget jaga nama baik agar kita ga diblacklist juga dlm list perbankan :p

    ReplyDelete