PENTINGNYA AJAK ANAK PERIKSA KE DOKTER GIGI

by - September 06, 2018

Ya baru sekali sih, tapi patut ditulis sebagai blogpost atas nama kebanggaan karena sudah berhasil bikin Alya manut tanpa paksaan. Pres-ta-si ya kan bun? 


To be honest, Alya ini gigi depannya geripis sejak umur 2 tahun disusul dengan gigi geraham yang bolong. Karena enggak ada efek sakit apapun dan mikirnya "ah masih gigi susu", aku jadi agak menyepelekan permasalahan gigi (jangan ditiru ya hehe). Enggak menyepelekan banget sih, masih mau kok baca-baca artikel sama tanya saudara yang kebetulan sudah berprofesi sebagai Dokter Gigi. Sayangnya, saudaraku ini jauh, dan ya sebatas tanya jawab gitu saja, belum ke praktek dan tindakan ke gigi Alya langsung.

Sudahlah, kami pikir begini: yang penting besok pas pergantian gigi susu ke gigi permanen itu beneran diawasi dan baru ke Dokter Gigi. Jadi sekarang mah santai-santai toh 2 tahun lagi gigi Alya berganti.

Tapi akhirnya cerita berubah dan bikin aku tersadar, bahwa memang mencegah lebih baik daripada mengobati. Apalagi yang berhubungan dengan gigi, seeeebisa mungkin harus dirawat sejak dini. Seperti kasus gigi Alya yang bikin aku harus segera mengatasinya. Mumpung belum terlambat dan masih bisa diperbaiki.

Cerita awalnya bermula dari Alya yang selama dua hari berturut-turut mengeluh sakit di dalam mulut. Malam pertama, kebetulan aku cuma berdua sama Alya di rumah, jadi ya aku enggak punya temen buat memprediksi sebenarnya Alya ini sakit apa. Dipikir sariawan biasa kan, lalu aku tetesin saja obat sariawan di pipi kanannya. Tapi setelah aku cek lebih lanjut lagi, ternyata kok sariawannya enggak ada.

Malam kedua, waktu Suami pulang, kami berdua ngecekin bareng dan merunut kejadian apa yang menyebabkan Alya sampai sakit di bagian dalam mulut. Terus aku inget, kemarin Alya mengeluh sakit itu akibat makan keripik sukun yang agak keras sambil pecicilan. Mungkin keripik tersebut nusuk bagian gusi yang bolong, dan cuma hitungan jam saja, malamnya begitu tidur, sakitnya makin terasa. Mana dia kalau tidur pakai acara nendang yang ada di sekitarnya pula.

Seketika itu juga kami lalu memeriksa giginya yang bolong, menyentuhnya dan bertanya sama Alya: "Bagian ini sakit enggak?". Alya langsung jawab "Iya"

FIX SAKIT GIGI. Permasalahannya adalah waktu itu sudah malam dan enggak ada Dokter Gigi yang jaga. Kami langsung kasih paracetamol biar sakitnya agak reda dan bikin agenda biar besok pagi langsung ke Dokter Gigi. 


Enggak berpikir lama, pagi itu kami milih ke Puskesmas karena yakin sih, di situ ada Poli Gigi. Plus, Puskesmasnya memang dekat sama rumah. Di sana kami langsung daftar dan cuma antri bentar. Sempet sih kepikiran, Alya rewel enggak ya nanti. Mau enggak ya dia diperiksa giginya. Tapi hal itu kami abaikan, wes pokoknya percaya saja sama Alya. Karena dari dulu kami doktrin dia kalau Dokter itu baik, ngobatin orang sakit. Dokter itu pintar. Dokter itu enggak menakutkan. 

Beneran donk, sampai ruangan periksa, Alya disuruh duduk di kursi diam saja. Anteng gitu padahal kalau ketemu sama orang baru biasanya kan agak ngak ngek ya. Nah ini yang manut gitu. Sampai Dokter nyuruh Alya buka mulut yang agak lama, dia cuma nurut saja sampai prosesnya selesai.

Dokter bertanya pada kami "apakah Alya masih ngedot? Apakah suka makan permen?" Kami jawab kalau Alya ini ASIX tanpa dot. Dan minim banget makan permen. Palingan makan coklat, itu saja kami batasin. Serba bingung kalau ditanya kenapa gigi Alya geripis begini. Dokter cuma bilang kalau ini perlu ditambal. Ya sudah, kami mah manut, yang penting jalan yang terbaik.

Cuma sayangnya nih, si Dokter enggak cukup informatif dan minim bicara euy. Kalau enggak kami tanya, ya diam saja. Waktu kami izin mau foto pun, Si Dokter terkesan agak gimana gitu. Diaaam beberapa lama kemudian baru memperbolehkan foto anak saja. Si Dokter jangan. Kami mah misalnya enggak diperbolehkan juga enggak sembarangan kok Dok. Hehehe.

Well, karena kami masih ngerasa minim penjelasan, kami pun berusaha bertanya pada orang-orang terdekat dan sharing via IG dan Whatsapp. Aku angkat dengan kasus: Alya kok bisa giginya geripis padahal makan manisan jarang dan rajin sikat gigi. Beberapa message masuk dan aku bisa tarik dua garis kesimpulan:

- Faktor turunan mempengaruhi struktur dan kondisi gigi. 
Ada temen Alya di sekolah yang giginya bagus even dia itu makannya coklat dan permen. Itu karena turunannya sudah bagus. Misalpun jarang sikat gigi, ya bukan jadi penyebab gigi jadi geripis. Lain dengan Alya, aku sendiri struktur giginya amburadul, jadi ya berpengaruh buat Alya. Kalau kondisinya seperti ini, seharusnya sikat giginya dengan cara yang benar.

- Kebutuhan kalsium yang cukup.
Sedikit enggak percaya kalau gigi geripis karena ASI. Ada sih yang bilang, kalau Dokternya Si L bilang giginya geripis gara-gara ASI. Padahal mah ASI better than susu lainnya kan. Nah, mungkin bukan karena ASI, melainkan cara nyedotnya yang salah. Enggak langsung ditelan, malah bikin ASI berubah jadi asam sehingga gigi bisa hancur. 

Kalau logikanya, misal ASI diganti yang lain, jadi sufor gitu, apakah asam tersebut jadi lebih baik. Nah! Kan enggak. Konon, sufor kandungan gulanya lebih banyak loh. 

Aku percaya kebutuhan kalsium sejak dari kandungan lalu beralih ke MPASI. Ya walaupun aku dulu penganut MPASI homemade, tapi siapa yang tahu kalau kalsium Alya tetep kurang ya kan. Kandungan kalsium enggak cuma dari susu dan olahannya, tapi juga buah sayur seperti bayam, brokoli, kangkung, alpukat, sampai kacang-kacangan.


Jadi waktu Dokter Gigi bilang bahwa gigi bawah Alya bolong 4 dan kami manut buat ditambal, adalah langkah yang tepat. Beruntung loh masih bisa ditambal, karena kalau enggak terus dicabut sebelum waktunya, nanti akan menyebabkan gigi permanen tumbuh secara tidak tepat. Alias bertumpuk atau berjejalan. Gigi susu memiliki fungsi untuk membimbing gigi permanen supaya tumbuh di tempat yang semestinya.

Di sini dapat kita simpulkan, bahwa makin lama gigi susu bertahan, makin besar pula harapan gigi permanen tumbuh bagus dengan posisi yang benar. Harapannya jangan sampai gigi anak-anak kita jadi berantakan, cukup biar aku saja yang berantakan. FYI, gigi bertumpuk itu enggak enak buat ngunyah. Serius.

Oiya, aku dapat tips lagi dari saudaraku, supaya nanti dicek-cek gimana tambalan gigi Alya, masih oke enggak. Usahakan agar tetap terjaga dan enggak bolong lagi. Cara sikat gigi pun harus yang benar-benar bersih. Kumur-kumur yang lama, supaya kotoran yang tersisa sudah enggak ada lagi.

Aku sih sekarang sudah enggak mau lagi nebak-nebak soal gigi sendiri. Saranku, ajak anak ke Dokter Gigi sedini mungkin. Jangan lantas ke Dokter Gigi pas sakit saja, biar nanti anak enggak takut. Rutin kontrol ke Dokter Gigi 6 bulan sekali itu beneran nyata loh, enggak bohong. Hasilnya enggak kita nikmatin sekarang, tapi waktu kita makin berumur makin tua. Siapa sih yang enggak pengen giginya cantik dan rapi?

Aku rasa enggak ada kan ya.

You May Also Like

2 komentar

  1. Duuuh jd kuator ama gigi anakku juga. Kalo si adek bagus giginya,tp si kaka nih, yg rada ga rapi. Hrs aku disiplinin lagi sikat gigi yg benarnya -_-. Apalagi dulu aku termasuk yg berantakan gigi. Krn lgs perawatan dr SD sampe Smu aja, skr jd bener.. Takutnya nurun ke anak.. Mana biaya dokter gigi juga lumayan sekali dtg :p. Walo dicover ama asuransi kantor, tp ttp ada limitnya -_-. Jd mending dirawat sih memang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah betul mbak. Kalau sudah yang menyangkut kecantikan dan perawatan gigi ada yang enggak dicover kan sama kantor hehehe. Yok, rawat gigi seoptimal mungkin :)

      Delete