MITOS DAN FAKTA SOAL SKINCARE

by - October 22, 2018

Selama ini, dalam memilih skincare, kalian cenderung picky soal harga atau ingredients sih? Atau jangan-jangan asal kena 'racun' saja oleh speak maut mbak BA sebuah produk plus habis lihat postingan beauty entusiast yang sudah melalang buana. Karena jujur ya, sekarang jumlah skincare makin hari makin beragam, baik itu produk luar maupun persaingan produk lokal. Cukup membingungkan bukan, apalagi untuk (orang yang ngakunya) Beauty Blogger macam aku gini. Kena sihir janji ngilangin jerawat dalam waktu cepat, pasti langsung berangkat! Beneran deh, kayaknya kita lebih suka iming-iming doang, ketimbang cari tahu sendiri apa kandungan yang baik dan enggak baik bagi kulit kita. Kita lebih seneng percaya sama teknik marketing sebuah produk tanpa tahu benar enggaknya.

OK, aku enggak akan bertele-tele. Setelah sekian lama enggak ngadain Ngopi Cantik, bulan ini Beautiesquad kembali hadir dengan tema "Mengupas Mitos dan Fakta Seputar Skincare". Narasumbernya adalah Azzahra R. Karmila atau akrab disapa Mia. Kalian bisa mengunjungi blognya: http://insommia.net/ for sure. Mia bukan skincare dan make up ingredients expert, tapi, dia sering melakukan penelitian ilmiah untuk mendukung analisis dari ahli yang sebenarnya. Jadi, dia bakal sharing apa yang pengetahuannya secara cuma-cuma. Aku rangkum buat kalian semua ya.


Sebagai beauty blogger, alangkah baiknya kita bisa bantu mengedukasi orang agar enggak sembarangan percaya dengan informasi yang beredar. Cuma memang enggak semua orang bisa ngakses ke sumber-sumber tertentu yang bisa dipercaya, karena sebagian besar sebetulnya adalah untuk studi atau penelitian. Ada 5 hal yang penting sebagai pengetahuan basic kita supaya tahu, yang mata mitos, yang mana fakta. Nah, berikut diantaranya:

1. Kosmetik natural dan kosmetik berbahan dasar kimia. 

Enggak semua kosmetik natural itu safe dan nggak semua produk sintetis, which is diproduksi dengan menggunakan bahan bahan kimia itu berbahaya. Masih banyak dari kita yang suka ngeshare "produk ini aman tanpa bahan kimia", padahal secara konteks justru bisa salah karena jadi kayak pembodohan umat. 

Penjelasannya gini, misalnya kita ngomongin soal water, pasti banyak ya di toner, moisturizer, lotion, dan lain-lain itu pasti selalu jadi ingredients pertama atau kedua yang dicantumin di produk. 

Water -> aqua -> air -> H2O. 

Water itu natural, safe, aman selama enggak ada rasa, bau, dan warna yang aneh. Tapi seperti yang kita ketahui bersama, yang namanya air itu ada namanya sendiri di ilmu kimia: H2O. Jadi, enggak bisa dibilang natural itu enggak mengandung unsur kimia. 

Sedangkan kenapa sih yang natural nggak selalu safe? Ini nanti ada hubungannya sama topik kedua. Tapi sekarang kita bahas yang gampang saja. Kita pasti pernah denger kan, yang namanya titanium dioxide dan zinc oxide. Apalagi yang suka pakai sunscreen.

Nah, kedua bahan ini punya fungsi sebagai sunscreen agent yang bagus untuk melawan UVA dan UVB. Tapi faktanya, sunscreen agent yang diproduksi di pabrik itu dibuat dalam bentuk sintetis. Jadi walaupun di alam ada juga yang namanya titanium dioxide dan zinc oxide, kedua bahan ini enggak safe kalau kita pakai buat bahan skincare, karena beracun. Jadi perlu diputarbalikkan mindset itu bahwa natural nggak selalu safe, dan sintetis nggak selalu bahaya. 

Contoh lain, misalkan ngomongin silikon. Silikon itu sintetis, suka banyak yang menganggap ini bahaya. Biasanya karena kita suka denger atau baca artikel yang ngomongin soal suntik silikon. Bahwa ya, memang ada jenis-jenis silikon berbahaya, itu bener. Tapi kalau sifatnya untuk kita pakai sebagai skincare, produsen juga mikir, nggak mungkin menggunakan bahan berbahaya buat ditemplokin ke muka. Dimethicone itu sangat aman, dan sebetulnya merupakan jenis silikon terbaru yang nggak bikin pori pori kita tersumbat. 

2. Ngomongin soal paraben. 

Jadi paraben ini sifatnya sintetis, alias dibikin dengan menggunakan unsur unsur kimia, enggak berasal dari alam. Salah satu alasan kenapa orang orang takut sama paraben itu karena katanya sih penyebab kanker payudara. Coba deh ikutin Instagramnya @labmuffinbeautyscience  dan channel Youtube: labmuffinbeautyscience. Atau mungkin kamu malah pernah baca juga artikel dia tentang paraben. Nah, dari yang Mia baca, sebetulnya ada mispersepsi soal paraben ini.

Sejarahnya begini, media itu sempat menggembar gemborkan bahwa paraben sebagai reseptor estrogen yang bisa mempengaruhi hormon wanita. Estrogen ini dikaitkan sama penelitian kanker payudara dan ketidakmampuan wanita melakukan reproduksi. Mereka salah mengartikan gara gara ada penelitian yang dilakukan tahun 2004 terkait kanker payudara, di mana katanya sih di jaringan dalam payudara ditemukan paraben. 

Cuman sebetulnya jumlah paraben yang ditemukan itu, kalau diibaratkan, seperti sejumput pasir yang kita genggam pas kita lagi di Sahara. Artinya, sedikit banget. Jadi, kalo ada green beauty campaign yang nyebut "no paraben, no lanolin, no SLS", menurut Mia adalah pembodohan. Di Indonesia, kebanyakan produk itu pake ethylhexylglycerin, phenoxyethanol, sama DMDM hyantoin buat bahan pengawet kosmetik, atau skincare. 

Sampai sejauh ini, paraben termasuk yang paling aman. Karena udah ratusan tahun dari sejak ditemukan sampai sekarang, kasus alergi atau kasus yang membuat paraben dianggap berbahaya itu sangat sedikit. 

Sementara phenoxyethanol itu dilarang di beberapa negara, dan kemungkinan alergi yang timbul itu rasionya lebih besar dibanding paraben. DMDM hyantoin itu bahan pengawet yang merupakan jenis formaldehyde, dalam arti, ketika ada bakteri hinggap di skincare, DMDM ini fungsinya sebagai antimikroba yang akan membunuh bakteri. Walaupun sampai detik ini masih dianggap aman, tapi Mia, kadar persen yang boleh dipakai itu 0.2%. Kemungkinan kulit kita iritasi itu jauh lebih besar ketika menggunakan produk dengan bahan pengawet DMDM. FYI, Mia bilang ini masih teorinya Mia, jadi kalau misal ada yang enggak berkenan, mungkin bisa saling diskusi bareng.

Lanjut lagi ya. Karena CIR (Cosmetics Ingredients Review), salah satu lembaga terpercaya yang didirikan di Amerika atas inisiasi beberapa brand kosmetik, ngerilis info kalo DMDM hyantoin, phenyoxyethanol, dan paraben aman selama memenuhi standar safety-nya mereka.Ada juga sih EWG, Environmental Working Group. Tapi Mia pelesetin jadi Environmental Worry Group, karena mereka salah satu lembaga yang ngerilis info paraben itu bahaya. LOL. Lucu uga ya.

Jadi intinya, Mia kasih saran, sebaiknya kita cari info di CIR. EWG bisa jadi acuan tapi jangan jadi patokan utama buat nyari bahan ingredients. CosDNA soalnya suka ngambil dari EWG, jadi ya, agak kurang percaya juga kan.

Anyway, ada studi di tahun 2007 yang mempelajari soal pembesaran jaringan payudara yang tidak normal pada tiga remaja laki laki; mereka jadi punya payudara. Namanya prepubertal gynecomastia, bisa di-googling kok. 

Studinya dipublikasikan di New England Journal of Medicine. It turns out, ternyata tea tree oil dan lavender oil penyebabnya; dua oil ini bisa merangsang estrogenic effect. Jadi gak selamanya yang natural itu safe. Dan paraben itu gak bahaya, kok. Karena biasanya paling banyak 1% kandungan paraben di skincare; malah sebetulnya biasanya cuma 0.1-0.2% saja.

3. Petroleum Jelly dan mineral oil berbahaya? Mitos.

Ini natural, karena mineral oil dan petrolatum itu terbentuk dari hidrokarbon. Apakah safe? Tentu safe. Rata-rata orang pada takut karena disebut sebut kalau mineral oil dan petrolatum itu berasal dari petroleum. Petroleum itu cairan yang ditemukan di bawah batu sedimen, biasanya dipake untuk bahan bakar mobil (bensin) dll. Tapi petrolatum atau mineral oil yang dipake di skincare itu hasil distilasi, dan kalo misal ternyata produsen membeli mineral oil dan petrolatum yang diproses purifikasi terbaik, sebetulnya itu bahan yang enggak akan bikin clogged pores. 

Jadi misal nih, kayak kita beli produk mengandung mineral oil terus malah kayak bikin komedoan atau jerawatan, belum tentu itu penyebabnya. Bisa jadi sejak awal pori pori kamu tersumbat tapi enggak nyadar, atau bahan mineral oil yang dipakai itu bukan hasil purifikasi terbaik. Mungkin produsen beli yang murah meriahnya untuk menekan cost produksi, so jangan langsung nyalahin skincare kalo nggak berguna di kulit kita.

4. Gold dan Collagen sebagai bahan anti aging? Mitos. 

Ini dimulai ketika tren mengawinkan unsur metal ke skincare, tim marketing ngelaunch tren ini supaya pada banyak yang beli. Aku yakin pasti ada yang pernah pake, karena aku pun salah satu yang dikirimin produk mengandung partikel nano gold. Sampai sejauh ini, kalau mau ngomongin soal unsur metal, yang paling bisa dipercaya itu copper-peptide. Karena sudah ada cukup banyak penelitian yang mengarah ke sana, dan peptide sendiri memang salah satu bahan menjanjikan untuk antiaging. 

Nah, buat collagen sendiri, ada istilah hydrolyzed collagen. Jadi intinya sih itu berupa collagen yang dipecah pecah lagi hingga jadi molekul terkecil. 

Bingung ya hahaha, tapi beauty blogger perlu tahu dong seenggaknya apa itu Dalton rule. Gampangnya sih, Dalton rule itu salah satu cara yang bisa dipakai untuk menentukan apakah suatu bahan itu skincare atau drug (obat) yang bisa jadi skincare. Kalau di bawah 500 maka sifatnya drug, kalo di atas 500 maka itu skincare. 

Cara nyari taunya gimana? Cari massa molekulnya (molecule weight). Salicylc acid di kisaran seratusan, jadi itu sifatnya bisa jadi drug, makanya tidak disarankan buat ibu hamil. Sementara collagen itu di kisaran molecular weight 80-12 kD, jadi kira-kira ribuan sampai puluh ribuan. 

Kalau pake logika, gimana ceritanya collagen bisa membantu untuk anti aging padahal nembus ke lapisan kulit teratas aja gak bisa? Malah bakal jadi sit on top saja. Itu sebabnya kenapa Mia cenderung nyebut collagen sebagai humektan, karena cuma bisa bikin kulit jadi lebih moist saja. Sementara salicylic acid, berhubung dia bisa jadi drug, maka sangat mungkin bisa nembus ke pori-pori terdalam, dan membantu melakukan eksfoliasi dari bagian dalam kulit. 

5. Tentang Retinol Retinol itu di kisaran 200an, jadi memang bisa jadi bahan anti aging, itu bener alias fakta.

Nah, setelah Mia kelar kasih materi, ada beberapa pertanyaan yang makin nambah kita pengetahuan. Aku rangkum saja ya, supaya lebih ringkas dan jelas.

Seberapa Pentingnya BPOM Dalam Sebuah Produk

Seharusnya BPOM itu ngegenjot lebih strict lagi karena sekarang banyak produk beredar atas izin BPOM, tapi tanpa pengecekan dari BPOM sendiri. Dari yang pernah Mia baca, kode izin edar sama kode sudah dicek oleh BPOM sendiri itu beda. Untuk izin edar namanya notifikasi kosmetik, sementara nomor registrasi BPOM diberikan oleh BPOM setelah sampel produknya diuji. 

Sayangnya, sayang banget, BPOM itu nggak kayak FDA. FDA itu semacam BPOM di Amerika. Contoh mudahnya ya, susah lho mau nyari Peraturan Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika Indonesia yang lengkap. Ada pun tapi sudah out of date banget, tepatnya tahun 2011. FDA punya ini dan diatur sedemikian rupa walaupun mereka juga belum 100% sempurna. Intinya sih mulai dari permintaan konsumen yang ingin serba green, makanya industri menjawab demikian: no paraben, no lanolin, dll. Kayaknya kita memang sedang gampang terpengaruh dan enggak diimbangi dengan wawasan luas ya. Hehehe. Baiklah, habis ini kudu lebih teliti lagi dan kudu open mind soal ingredients. Biar enggak dikira Beauty Blogger Abangan. ((ABANGAN))

Anjuran Pemakaian Skincare

Aturan sebenarnya kan dibuat karena ngeliat dari rata-rata yang dibutuhkan konsumen dalam pemakaian, mirip kayak minum obat, ada tujuan tertentu. Bakal ketahuan nantinya kalau emang overdose, pasti ada reaksi tertentu di kulit kita. Tapi misal nih kayak pake masker yang katanya 2-3x seminggu, buat aku tetep tergantung kulitnya sendiri. Kalau memang badak dan perlu lebih banyak, why not? Mia nih ya, pakai AHA tiap hari dan sejauh ini cukup efektif kok. Padahal ada anjuran 2-3x seminggu pemakaian loh.

Memilih Skincare Yang Safe

Mia biasanya baca dulu bagian komposisi buat milih yang safe buat kulit. Ini yang paling penting buat diketahui: kalau misal ada komposisinya berupa aqua tanpa satu pun bahan pengawet, jangan pernah beli. Karena air itu perlu bahan pengawet, dan embel embel natural sekarang ngarahnya ke "tanpa bahan pengawet". 

Kalau misal dia tanpa bahan pengawet, kayak Pyunkang Yul Essence Toner tapi mencantukan PAO, misal 6 bulan, buat aku masih safe. Aku cenderung menghindari produk yang non cruelty free karena banyak yang dibuat di China, dan yang di China dipalsuin dan dijual lagi di Indonesia dan aku gak yakin yang beredar dijual bebas di e-commerce 100% asli, bisa jadi suatu saat zonk ternyata malah beli palsu dan dipake. Jadi itu alasannya kenapa aku pilih brand cruelty free, menghindari kemungkinan dapet barang palsu. Sesuai preferensi masing masing. 

What Should Beauty Blogger Do

To be honest, cukup susah juga ya kalau mau jujur tapi tidak menyakiti hati klien. Tips dari Mia, dia  biasanya diperhalus kata katanya, misal: "walaupun no paraben, sebetulnya paraben sejauh ini masih dianggap safe kok. Kecuali kalau kamu alergi paraben, maka sebaiknya hindari produk mengandung paraben". Jadi aku selalu nyebut, kalo kamu nggak ada alergi sama bahan tertentu, sebetulnya ini safe. Tapi brand A dengan judul X itu memang tidak memakai bahan Y sama sekali. Jadi jika concern kita adalah produk tanpa bahan Y, maka kamu bisa mempertimbangkan membeli brand A.

Pemakaian Chemical Peeling

Kalau sesuai anjuran itu sekitar 2-3x seminggu. Tapi Mia pakai lactic acid yang TO sama serum X FSS hampir tiap hari, selang seling, karena tahu kalau dua duanya mild dan kulitnya bisa ngetolerir. Pas berjerawat justru bakal lebih cepet pulih pas pake chemical peeling. Di awal pernah sebel sih pasti gara gara jerawat nambah banyak banget. Tapi jadi lebih cepet diganti kulit baru. 

Penyimpanan Skincare Di Kulkas

Enggak ada masalah sih kalau mau nyimpen di kulkas dalam waktu lama. Karena biasanya sih yang bikin kita simpen di kulkas supaya tekstur, warna, dan wanginya nggak aneh aneh, atau juga menghindar dari jamur. Ada produk yang bisa kayak gini kalo gak dikulkasin, ada juga produk yang bakal baik baik aja kalo gak dikulkasin, contohnya kayak Vaseline atay clay mask. 

Rescue Untuk Kulit Dry and Sensitive

Yang pasti supaya keadaan skin barrier-nya bisa seimbang harus ada produk hydrator dipakai, kalau tipe kering itu pake humektan macem glycerin, atau occlusive kayak wax atau oil. Soalnya kalau barrier-nya bermasalah, gampag banget masalah kulit timbul. 

Jadi buat rescue bagusnya: 
1) Kontrol kesehatan, 
2) Pake sabun cuci muka yang pH friendly, 
3) Pakai produk yang bisa ngerepair skin seperti yang mengandung ceramide, urea, vitamin B5, 
4) Pake sunscreen yang emang sudah cocok banget di kulit; kecuali kondisi kulit beda jangan ganti ganti. 

Tenyata, ilmu per-skincare-an basic gini saja, aku baru paham loh. Next, aku kudu ngerti kondisi kulitku dulu sebelum pilah pilih bahan yang tepat. Kan selama ini aku masih sering salah kaprah soal skincare, enggak mudeng ingredients, enggak dipelajari dulu klaim produk, pokoknya asal templok saja di kulit. Ya pantes, kalau masalah jerawat enggak kelar-kelar.

Enggak sia-sia banget ikutan sharing di Ngopi Cantik #7 barengan Beautiesquad. Beneran nambah ilmu dan bisa dipraktekkin langsung, biar julukan Beauty Bloggernya makin mumpuni. Enggak abal-abal dan asal terima review produk tanpa mengedukasi. Wah aselik seneng. Makasih banyak Beautiesquad dan Mia.

Oiya, buat kamu yang pengen gabung di Ngopi Cantik, bisa banget. Pastikan kalian adalah blogger yang sudah gabung di Grup Beautiesquad. Nanti di grup facebooknya, bakal banyak info pendaftaran collab tiap bulannya dan Ngopi Cantik via online seperti ini. Tertarik? Buruan yuk gabung. Sampai jumpa di Ngopi Cantik berikutnya ya. See ya!

You May Also Like

1 komentar

  1. Wah pagi-pagi baca ini dapat ilmu baru euy. Selama ini saya juga pilih skincare berdasarkan cocok nggak cocok aja. Padahal komposisi juga harus diperhatikan ya. Sayangnya nggak ngerti bahasa kimia yang dicantumkan. Ada nggak ya kamus khusus komposisi beauty product gitu?

    ReplyDelete