DARI DOKTER LANGGANAN PINDAH KE DOKTER BPJS

by - April 02, 2019

Bisa dibilang, Alya ini langgangan ke Dokter. Seingetku sejak lepas ASI, tepatnya umur 2 tahunan, Alya cenderung lebih ringkih dan asmanya kumat-kumatan. Kalau kalian sering baca blog-ku, pasti hafal betul gimana effort kami mengurangi asma, baik itu secara tradisional nurutin tukang pijet, maupun melatih fisiknya seperti renang. Kabar baik datang menjelang Alya 4 tahun kemarin. Suara ngik-ngiknya sudah enggak terlalu parah, nebulizernya sudah enggak serutin dulu, plus sudah jarang pula dikasih antibiotik. Tapi aku sadar pula, ini berarti hampir 2 tahun Alya rutin setor ke Dokter setiap bulannya. Iya, ketika asma tiba.


Seminggu setelah Alya ulang tahun ke-empat, asmanya kambuh lagi, dan waktu aku nulis ini, batuknya masih nggrok-nggrok. Dengerinnya sampai kasihan, kayak capek karena dahak yang di dalam tenggorokan enggak kunjung keluar. Tapi obatnya masih, alias mungkin bekerja secara perlahan, enggak keras dan cepat seperti biasanya.

Aku ceritain sedikit dari awal dulu deh. Alya ini sudah gonta-ganti Dokter sampai 3 kali. Dari Dokter umum sampai spesialis anak. Mayoritas cocok semua sih, kalaupun enggak cocok paling soal harga. Beneran, Dokter spesialis anak harganya kadang ampun-ampunan. Belum ditambah nebulizer. Makanya, terakhir-terakhir kami milih Dokter karena faktor biaya juga, sebelum kami memutuskan untuk mendaftarkan Alya ke BPJS juga.

Aku sudah lebih dulu mendaftar BPJS bahkan sebelum nikah. Tapi selama itu pula BPJSnya jarang aku pakai. Paling cuma sekali, periksa ke THT karena aku ngerasa telinga bunyi dug dug dug terus. Sama Dokter THT diresepin obat, sudah gitu doang. Berkurang juga enggak. Jadi, aku sempet males sama yang namanya BPJS.

Kenapa sekarang memutuskan untuk pakai BPJS?

Satu, karena aku sakit gigi, harus cabut gigi bungsu dan harganya amit-amit mahalnya. Dokter yang menanganiku, justru menyarankan pakai BPJS. Mungkin ngerasa kasihan, atau memang karena beliau ini sangat Pro BJPS. Nanti kalau sudah kelar semuanya, akan aku tulis di blog terpisah.

Dua, buat jaga-jaga. Ini beneran, nasib freelancer itu enggak jelas. Kadang invoice banyak mundurnya. Kami enggak tahu kapan kami sakit. Iya kalau ada duitnya terus, dana darurat selalu siap, lha kalau nol saldo? Oh iya, Alya sempet pernah mau diopname karena kondisi batuknya yang parah. Dokter juga nanya "punya BPJS enggak?" Waktu itu kami cuma cengar-cengir, plus ngerasa wah kenapa enggak diurus juga ya.

Baca di sini: Sekilas Tentang Asma Pada Asma

Tiga, waktu lahiran, aku kan mendadak harus caesar, dan jelas, biayanya 3 kali lipat yang normal. Aku sempet dikasih tahu temenku, "Kenapa enggak pakai BPJS, wong punya dan tinggal ngurus saja kok!" Sekarang, baru mikir, kok ya dulu males ngurus BPJS sih. Kan sayang juga sudah punya enggak digunakan.

Oke, banyak orang menyarankan BPJS. Tampaknya enggak ada alasan buat enggak bikin BPJS. Akhirnya Alya dan Suami daftar BPJS juga. Tapi, setiap perpindahan pasti menyisakan suatu cerita kan ya. 

Anggap saja Alya dan kami sudah klop sama Dokter Z. Di Magelang, Dokter ini terkenal banget, bahkan Dokter Z ini Dokterku juga waktu masih kecil. Namun transisi yang kami alami sewaktu Alya pindah dari Dokter Z ke Dokter yang ada di faskes 1, yaitu Puskesmas, sungguh sangat terasa. Biasanya nih ya, pagi periksa ke Dokter Z, sorenya pasti sudah kurang. Kurangnya yang bener-bener drastis. Sampai yang batuknya enggak kedengeran lagi.

Nah, begitu beralih ke Puskemas, which is diresepin pakai obat generik, wah serius dong, sembuhnya lama! Kami ngerasa kalau makin kesini, obat dari Dokter langganan itu keras. Hal ini disinyalir dari sembuhnya Alya yang terlalu cepat. Giliran nanti Alya dikasih obat generik atau apotek, akan enggak mempan sama sekali. Inipun kami mikir, jangan-jangan gigi Alya geripis bukan karena makanan manis-manis, justru karena keseringan anti biotik? T.T

Soal gimana proses pengobatan menggunakan BPJS, berikut cerita lengkapnya.

Hari jumat, Alya sudah kayak nunjukkin batuk kecil, mungkin karena musim sakit di sekolah atau di komplek. Hal kayak gini sudah biasa sih. Karena kalau kami cepet tanggap, terus kasih madu, asupan buah dan sayur yang seimbang, minum air putih yang banyak, atau kasih vitamin, batuknya bakal enggak jadi. Sayangnya, jumat itu, Alya diajak pergi sama Mama dan adek jalan-jalan. Yang jadi masalah adalah, Alya sempet kehujanan, dan yang kedua, Alya makan rambut nenek dalam porsi besar. Ya sudah, batuk dan demamnya makin jadi.

Malam sabtu Alya demam tinggi, sampai 38,8 derajat celcius. Ukuran anak kecil kan panas banget yak. Semalaman dia sampai enggak nyenyak tidurnya. Kami pun ikutan begadang, buat ngompresin, mijitin, ngasih air minum. Dan kami putuskan pula, keesokkan harinya ke Dokter.

Sabtu pagi kami ke Puskesmas. Kondisi Alya lemes. Panasnya pagi itu berkurang jadi 38,5 tapi tetep saja masih tinggi. Dokter di sana kasih resep paracetamol, cetirizine, sama obat tumbuk yang pahit buat batuk alerginya. Sampai hari minggu, panasnya enggak turun sama sekali. Tahu sendiri deh kalau anak demam itu kayak gimana, orang tuanya ikutan cemas kan.

Suamiku lalu memutuskan buat tanya sama salah satu temennya yang berprofesi Dokter. Dia nanya kan, kenapa Alya enggak turun demamnya. Nah, setelah di cek, paracetamol yang dikasih Dokter itu 120 mg. Padahal untuk seumuran Alya yaitu 4 tahun dengan berat badan 16,5 kg, paracetamolnya bisa pakai yang 180 mg. Berikut tabelnya, aku sadur dari link ini.  


Suami langsung cari ke apotek, dosis yang dimaksud. Tapi sampai sana, enggak ada yang 180mg, adanya yang 160mg. Cuma, yang dosis 160mg ini bisa ditakar pemberiannya menjadi 5 ml. Dan bener dong, malamnya langsung keringat dingin. Demam Alya sangat sangat berkurang.

Demam sudah berkurang, batuk makin jadi. Malam senin, batuk Alya mengkis-mengkis, aduuuh, malam enggak bisa tidur lagi. Oh iya, Alya juga beberapa kali muntah lendir, karena tipe batuknya batuk kering. Alya sampai ngeluh dadanya sakit.

Sampai senin pagi, Alya bilang: "Ma, Alya dinebu aja" Mungkin saking enggak kuatnya.

Kami langsung bergegas ke Puskesmas lagi tanpa babibu. Sampai sana, Dokternya beda, bukan yang pas hari sabtu kemarin. Berbekal rekam medisnya, kami cerita runtut gimana sakitnya Alya ini. Mulai dari Alya kena asma karena bakat dari aku, sering bolak balik ke RS hingga akhirnya daftar BPJS, hingga cerita usaha kami buat ngurangin asma tersebut.

Tiba-tiba, Dokter bilang "Coba cek lab ya!" Ini posisi Alya pas diperiksa tidur loh. Ekspresi kami yang kaget gitu, antara "Wah, cek lab dimana nih? apa kami harus pindah ke RS?" dan ekspresi "Waduh, kami kudu siap nih, Alya pasti rewel nanti"

Ternyata di Puskesmas itu sudah ada laboratoriumnya, oh wow, canggih juga kan. Senang! Kami lalu membawa surat rujukan Dokter Umum ke lab dan nunggu dipanggil. Disitu Alya kebangun. Bingung gitu mukanya, kok belum kelar juga. Terus waktu masuk lab, aku malah yang takut. Bukan aku takut jarum suntik sih, tapi takut kalau Alya berontak.

Aku, Suami, dan Dokter sudah siap. Pokoknya kalau Alya berontak, kami tetap pegang tangannya. Sebenernya, Alya sudah pernah nganterin aku check lab waktu aku mau cabut gigi. Dia berkali-kali nanya sih apa itu check lab, karena dia sempet lihat ada anak kecil dicheck lab nangis kejer. Nah, pas Alya mau dicheck darahnya itu, lalu aku ingetin, kalau dulu Alya pernah nganter aku check lab, di situ ada anak kecil nangis, dan Dokter sampai susah ngambil darah. Kalau kita pasrah dan tenang, proses ambil darah cepet.

Tahu apa reaksi Alya?

Begitu jarum suntik dimasukkin ke lengannya, bersamaan dengan aku cerewet cerita, wajah dia malah yang anteng dan kalem sambil ngelihatin tuh jarum. Wah, sumpah terharu, kok ya dia santai, enggak ada kaget dan berontak, sama-sekali.

Enggak henti-hentinya kami memuji sikap Alya yang tenang. Jempolan deh. Alya juga makin jumawa tuh kalau sudah digituin. Hahaha. Kata Dokter, check lab ini dilakukan karena akhir-akhir ini di Magelang lagi banyak kasus DBD. Nunggu hasilnya deg-deg-an juga kami.

Sekitar 5 menitan, hasil lab keluar, Alya dinyatakan negatif DBD, namun sel darah putihnya tinggi, karena penumpukan bakteri. Ini yang bikin Alya lama sembuhnya. Setelah kami kembali ke Dokter umum, Alya kemudian dinebulizer, tapi dosisnya juga enggak sebanyak Dokter Z langganan kami.

Intinya, Alya ini tipe sensitif ketimbang anak lainnya. Udara lembap, kotor, berdebu, atau pemicu alergen akan sangat berpengaruh dan bikin dia gampang sakit. Sudah gampang sakit, sembuhnya lama pula.

Hari ini Alya masih minum obat yang diresepin Dokter Puskesmas. Kondisinya belum yang 100 persen fit, walaupun sore tadi main air di garasi, plus main lari-larian di komplek. Ya gitu, dia mah badannya enakan dikit langsung ciao bella. 

Beruntung nafsu makan Alya enggak turun sedikitpun, minum air hangat mau, minum obat juga enggak nolak. Tinggal penyembuhannya yang kudu ditelatenin.

Banyak yang bilang prosedur BPJS itu bikin pusing, padahal sendirinya belum pernah pakai BPJS. Well, aku positive thinking saja sih. Karena gini, di luar negeri, mostly Dokter Spesialis itu enggak biasa sembarangan praktek. Biasanya mereka praktek ya di Rumah Sakit. Sedangkan di sini, Dokter Spesialis banyak ditemukan praktek di luar Rumah Sakit. Untuk prosedur BPJS, memang diharuskan ke Faskes 1, baru ke RSUD. Misal RSUD enggak bisa, bisa dilarikan ke luar kota, ke Rumah Sakit yang lebih kompeten.

Lalu bagaimana kalau kita ngerasa enggak nyaman pelayanan dan nganggep kalau pasien BPJS pasti dinomorduakan?

Setahuku, kita bisa memilih faskes sendiri, bahkan bisa dipindah loh. Coba deh cari tahu cerita orang-orang atau sekalian bikin vote, enak faskes yang mana. Ini terjadi juga sama aku soalnya, tapi dalam urusan gigi. Oh iya, yang bilang ngurus BPJS itu susah, nyatanya, ketika Suami dan Alya daftar lewat online, setelah bayar, kartunya langsung dikirim kok ke rumah. Ini memudahkan sekali buat kalian yang sibuk dan susah nyari waktu buat ngurus-ngurus.

Kalian bisa milih iuran per bulan disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Kalau mampu ya pilih yang tingkat 1. Jangan lantas bayarnya tingkat 3, giliran opname, minta kelas 1. Enggak adil rasanya.

Dokter-dokter BPJS ini banyak yang bagus juga. Untuk pelayanan Puskesmas, alhamdulillah ramah dan nyaman. Paling kalau ada yang enggak enakin, itu cuma satu dua orang, dan dipikir-pikir, enggak seberapa dibanding fasilitas dan kelebihan BPJS. Harapannya sih Alya bisa cocok sama obat yang generik sekalipun. Walaupun pelan, tapi pasti sembuh. Enggak yang keras dan bikin dia ketagihan.

Mohon doa'nya ya, moga-moga Alya sehat kuat terus, dan makin gedhe makin kebal. Thank u in advance.

You May Also Like

1 komentar

  1. moga alya makin kuat ya mbaaa. suamiku pas kecil dulu asma parah kok. mertua yg cerita. tp pas menjelang Smp, asmanya membaik bhkan skr udh hilang samasekali. g pernah kumat. yg bersyukurnya ga turun ke anak2 kami. aku bersyukur di situ.

    bpjs biar gmn memang ptg. aku jujurnya punya krn memang diwajibkan ama perusahaan tmpat aku kerja. dan itu rutin dipotong dr gaji aku dan suami. jd aku ga pikir lg iurannya.. tp memang jrg aku pakai, krn dr kantor juga udh disediain asuransi utk karyawan dan keluarga. suami yg bbrp kali pake bpjs pas berobat gigi. dan itu bgs kok pelayanannya. sampe skr tambalan giginya g ada masalah juga. memang ribet pas daftr hrs pagi2, tapi ya wajarlaaah.. namanya banyak yg pakai kan :). itung2 ngelatih bangun pagi.. bukan bad poin juga buatku

    ReplyDelete