KEBUTUHAN VERSUS KEPUASAN

by - July 21, 2019

Baru-baru ini jagad parenting digemparkan dengan adanya Imoo Watch Phone. Bukan masalah produknya sih, tapi segmentasinya yang begitu berhasil, sehingga membuat para orang tua seperti kami mengeluh sama:"OMG, anakku minta Imoo!!!".

Well, mungkin bagi sebagian orang tua terdengar biasa saja, namun bagi aku, yang mikir beli sesuatu harus ada fungsinya, Imoo Watch Phone tidak lebih dari sekedar gengsi semata. Masalahnya, kita sedang berhadapan dengan anak yang mana gengsi adalah segalanya. I mean, anak tahu apa sih soal kebutuhan? Yang ada, tiap temennya beli, otomatis dia juga harus ikut beli. Hari ini dibilangin bisa nurut, tapi besoknya lupa lagi. Pokoknya Imoo Imoo Imoo, gitu terus sampai akhirnya yang enggak kepikiran beli sama sekali, berubah jadi ikutan terhipnotis di bawah alam sadar: "Besok ya nak, mama carikan uang dulu"

T.T

Jadi Bapak dan Ibu, please dengarlah sambatanku.


Buat yang belum tahu (etapi masa' ada yang belum tahu sih?), harga Imoo Watch Phone berkisar Rp 1.500.000 sampai Rp 3.500.000 tergantung spesifikasinya. Ada yang bisanya cuma buat telepon dan kamera, ada yang bisa video call, sampai ada yang water resistant. Kaget sama harganya dan mending beli HP saja sekalian? Tenang, ada KW-nya. Kemarin tetanggaku habis beli Rp 300.000 saja, bahkan konon ada yang lebih murah.

Dalam hati kecilku yang dikit-dikit cuan, aku cuma batin "wah bisa nih kulakan terus dijual sekomplek" Tapi bersamaan dengan itu, aku sudah kalah skak duluan sama anak-anak zaman now tanyanya bisa sarkas semacam: "Eh harga Imoo kamu berapa?"
Dijawab: "Tiga ratus ribu"
Kemudian sama si anak yang Imoonya asli ini dibales lagi: "Ih murah, punyaku satu juta"

DUNG JENG!!
Antara gemas dan geram jadi satu. Okay, aku mundur saja deh buat kulakan jam tangan, mending mikirin drama anak yang tiada habisnya. Fiuh.

via GIPHY

Kita enggak bisa memungkiri sih ya, bahwa anak-anak itu makluk polos yang ngomongnya enggak pakai rem. Gimanapun juga peran orang tua sangat dibutuhkan termasuk hal-hal remeh kayak gini. Awalnya Alya yang aku pakein jam lawas dan dia bilang itu Imoo, sebenernya sudah terima. Tapi ya gitu, tiap balik lagi ke temen-temennya pasti pulang-pulang minta Imoo. Katanya "Ma, ini bukan Imoo. Kata temenku ini enggak bisa telepon".

Ya memang, kalau mereka sudah keluar dan bermain, kita enggak bisa monitoring terus perkembangannya gimana, cuma please deh, ada loh yang sampai bikin genk Imoo Watch Phone dan yang enggak punya minggir sana! Ini orang tuanya kira-kira gimana ya, apa cuek saja, atau memang enggak tahu sama sekali?

Makanya aku enggak heran juga, kalau anak-anak kayak Alya yang apa-apa minta seperti temennya, dan sudah dibilangin berkali-kali lupa, tentunya bakal jadi polemik. Di rumah it's okay enggak apa-apa, kemudian main, bagitu balik rumah. eh ngerek lagi.

Mengingat Alya masih berumur 4 tahun, yang diantar jemput on time, yang main di komplek cuma disiulin saja langsung pulang, plus sudah punya 3 buah jam gambar princess beli di pasar, Imoo Watch Phone itu buat apa sih? Kalau aku terus beli KW-nya yang lebih terjangkau, memangnya dia bisa menggunakannya? Wong yang 3 buah jam yang sudah ada saja, mbuh taruh di mana.

Anaknya polemik, orang tuanya yang gundah gulana. Tiaaap hari ending rengekannya minta Imoo. Eh, kebetulan, sebelum Alya masuk sekolah, di sekolah ada seminar Parenting. Pembicaranya bilang soal kebutuhan versus kepuasan anak. Ternyata enggak cuma orang tua kayak kita-kita saja yang punya rasa berpuas diri. Anak-anak pun juga. Nah, ini bisa banget dibangun dari keluarga. Kalau orang tuanya saja demen beli-beli yang enggak fungsi, ya monmaap nih, anak kan bisa ngikutin juga. Ingat, anak itu cerminan orang tua.

Tapi di sisi lain, aku percaya kok, kebutuhan tiap anak memang berbeda. Contohnya, Imoo Watch Phone akan lebih dibutuhkan untuk anak-anak yang punya aktivitas, jam di luar yang lebih banyak, dan orang tuanya jauh. Mungkin untuk anak-anak yang tinggal di kota-kota besar, Imoo Watch Phone lebih terasa fungsinya.

Hanya saja, yang namanya informasi, hari gini cepet banget meluasnya. Tinggal buka youtube kids, hampir semua youtuber cilik bahasnya Imoo enggak ada habisnya. Kemudian, salah satu anak beli, dan se-kecamatan ikutan semua.

via GIPHY

Tapi ya, seperti yang aku bilang di awal tadi. Aku lalu mempertimbangkan aspek fungsi dan mbatin "oh siapa tahu di sekolah mendadak ada meeting guru, jadi Alya bisa langsung pencet telepon?" Atau bisa juga memantau dia lagi di mana misal lagi sama eyangnya. Lagian, Alya sudah lama enggak aku beliin apa-apa. Terakhir beli kebutuhannya, ya cuma buku. Terus terakhir ke mal, juga sudah 2 bulan lalu. Rasanya, kok sadis juga ya enggak beliin anak apa-apa? Wong sejatinya kita cari duit, buat siapa lagi kalau bukan dia? Eaaa, ilmu parenting-nya goyah sodara-sodara.

Biar agak netral dan realitis, bahwa ternyata susah cint buat bilang enggak, lagi-lagi aku ingat dengan sistem delay gatrification. Alya boleh mendambakan suatu barang, asal itu memang bertujuan baik, seperti buat reward ketika sudah mencapai sesuatu, atau dia harus menabung dulu supaya ada struggling-nya. Sistem kayak gini Alya sudah hafal. Jadi walaupun dia merengek sampai guling-guling, kami kekeuh enggak akan membelikannya. Kami bilang kalau kami harus nabung dulu. Enggak bisa sak dek sak nyet. Kalau masih mau merengek silahkan, kami terima. Toh, nangisnya enggak sampai 2 jam, selesai.

Sampai hari ini, Alya belum kami belikan.Ya ada sih, kami nabung dikit-dikit buat beli yang tengah-tengah, biar ada terasa fungsinya, tapi kayaknya Alya sudah cukup lupa. Dia aku masih aku pakein jam tangan lama dan ya biasa saja. Aku sudah wanti-wanti kalau ada temennya yang reseh dan ngejek soal jam Imoo, aku suruh Alya bilang "Ya biarin, aku kan belum bisa pakai Imoo". Misal ngejek lagi, aku minta Alya buat panggil aku biar aku saja jelasin ke temen-temennya. Soalnya, kalau anak-anak di komplek memang masih sedekat itu. Misal orang tuanya ada yang sakit hati karena aku ikut-ikutan, ya sudah biarin, i just can't let everything happen not as it should. Then, it's your turn buat mengajari anakmu sesuatu yang baik.

Karena terkadang, yang perlu belajar ya kita-kita gini sebagai orang tua. Siapa sih yang mau punya anak yang bisanya berpuas diri mulu? Iya kalau bisa nurutin terus, lah kalau enggak. Kepuasan manusia cuy, siapa yang bisa mengontrolnya selain diri kita sendiri? Selama dia masih kecil, tugas kita buat bertanggung jawab atas pendidikan dan budi pekertinya.

Akhir kata, aku dan Suami sudah sepakat beliin Imoo ketika Alya sudah mudeng dan jam tersebut berfungsi sebagaimana mestinya. Jadi marilah kita sebagai orang tua, sama-sama berpegangan tangan dan tekadkan bahwa kepuasan anak bukanlah yang utama! 

You May Also Like

1 komentar

  1. Bener juga ya mbak, walaupun orang tuanya mampu tp bukan berarti semua keinginan anak harus diturutin, harus bnr2 bijaksana, agar anak juga nggak kebiasaan mendapat apapun yg dia mau.

    ReplyDelete