YOSA IRFIANA

Powered by Blogger.
Sampai detik ini, aku masih enggak nyangka dan terharu sama yang namanya kebaikan. Sejak Alya sakit dan opname beberapa hari lalu, nyaris tiap hari ada saja yang datang ke rumah buat bezuk dan do'ain. Well, this might sound so normal. But for me, this is a life as it should be. Sekalipun kita enggak berharap imbalan apapun, tapi kebaikan atau kejahatan akan selalu menemukan timbal baliknya. And as i believe, aku senang melakukan kebaikan, bukan cuma untuk kenyamanan diriku sendiri, melainkan agar kehidupan seimbang dalam mencapai ketenangan.


Tahun 2019 lalu, adalah tahun di mana keuangan kami banyak mengalami surut. Entah berapa banyak invoice yang lepas, entah berapa banyak kerjaan yang enggak cocok dan ditinggalin klien gitu saja, dan entah seberapa sering aku hopeless, sampai ngelamar kerjaan kantoran biar ada pemasukan bulanan. Tapi yang namanya jodoh kan ada di tangan Tuhan, kalau kita percaya. Enggak tahu kenapa, aku jarang banget dapat tawaran kantoran lagi. Padahal LinkedIn ku sudah aku lengkapi sedemikian rupa. Ngelamar juga pakai bahasa yang halus dan sopan. Bahkan aku nyebar info kalau aku sedang butuh kerjaan kantoran, apapun, dimanapun, yang penting keuangan stabil saja dulu.

Beneran, enggak ada panggilan. Wes mbuh salahnya dimana.

Suamiku juga sama. Tiap kali ada info lowongan kerja yang berhubungan sama desain dan fotografi, langsung gas. Luar kota siap. Long Distance Marriage pun enggak masalah dan sudah kami pertimbangkan matang-matang. Sekali lagi mbuh karena apa, kok ya enggak ada yang nyantol.

Sampai pada akhirnya kami mikir, wes lah, mungkin jalan dari Tuhan memang begini. Kami memang jodohnya kerja remote. Jodohnya memang dekat sama keluarga. Yang mungkin karena ini adalah do'a kami sejak lama.

Sambil tetap masih cari-cari kerjaan, kami tetep kerjain desain dan naskah ala kadarnya sesuai pesanan. Pemasukan tetap ada, walaupun enggak banyak. Kalau sudah gini, biasanya terus enggak bisa nabung. Yang dipikirin cuma bisa makan, besok gampang. Yang penting hari ini dulu. Miris kan, sama kayak nasib orang-orang kolong jembatan kalau gini caranya.

Aku ngerti kok freelancer itu pasang surutnya hamsyong. Kalau lagi banyak duit, kayaknya gampang banget apa-apa mau dibeli. Cash pula. Lah giliran surut, ya ampun ngilunya... Mau makan bebek goreng saja rasanya susah betul. Alya sampai hafal bener, kalau bisulan, itu artinya dia makan telur terus sampai bosen. Tidak lain tidak bukan adalah karena ya telur sudah paling murah.

Satu hal yang jadi komitmen aku dan Suami, bahwa apapun kondisi kita, semiris-mirisnya, kalau bisa jangan memberatkan siapapun. Jangan lupa untuk tetap berbagi, toh berbagi tidak serta merta uang saja, tapi juga pikiran dan tenaga. Ikhlas, tanpa mengharap apapun. Mungkin terdengar "apaan sih nyebelin, sok religius banget", tapi beneran. Setiap aku ngerasa ada saja yang kurang, mungkin justru karena aku lupa bersyukur. Bersyukur dengan cara apa? Ya berbagi itu tadi.

Apa yang aku beri mungkin tidak seberapa besar. Tapi hal tersebut mungkin dibutuhkan orang lain pada saat yang tepat. 

Beruntung kekompakan kami ini kemudian menjadi jalan baru. Ada saja urusan yang dipermudahkan. Ada pintu rezeki lain yang sering tidak kami sangka sebelumnya. Ya itu tadi, karena Allah Ta'aala, karena kita percaya. 

Sekarang, alhamdulillah banget makin terbuka jalannya. Kadang sampai enggak nyangka, yang dulu cuma bikin check list kepengen ina inu, kok ya bisa kebeli juga. Tahun ini juga banyak kontrak yang ditandatanganin dan proposal pelan-pelan acc. Bener yah, proses belajar itu enggak cuma di bangku sekolah, tapi sampai kapanpun juga.

Aku percaya bahwa kebaikan itu bisa menular. Kebaikan juga bisa membuat kita nyaman dan tentram. Efeknya bukan sekarang, tapi nanti, suatu saat ketika kita benar-benar membutuhkan. Soal invoice yang belum kebayar, didzolimi orang, sudah, enggak usah fokus ke situ. Fokus ke perbaikan diri kita. Terpuruk boleh, asal terus berusaha, dan pantang menyerah.

Semoga hal ini tidak menjadikan kami pribadi yang sombong dan jumawa. Kami yakin masih banyak kekurangan. Kami bukan siapa-siapa tanpa kalian di sekitar kami, pun pembaca blog ini. Aku yakin, suatu saat nanti, cita dan cinta kami pelan-pelan terwujud. Kami sudah berusaha, banyakin berdoa, tinggal pasrah sama Gusti saja. 

Karena hanya kepadaNya lah, manusia sebaik-baiknya berharap. :)
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Lama enggak nongol di blog dan di media sosial, bukannya tanpa sebab. Selain karena banyaknya kerjaan dan aktivitas yang silih berganti, juga karena pada akhirnya kami tumbang bareng! Di awali dari Karya Wisata sekolahan Alya pada hari Kamis, 6 Februari. Ada dua obyek wisata yang disinggahi, satu Gembira Loka Zoo, satunya lagi Kids Fun. Yang ikut cuma aku sama Alya. Aman kok, walaupun harus jalan kaki lama dan panas-panasan. Nanti selengkapnya aku tulis di blog secara terpisah.

Lalu hari berikutnya, giliran kami bertiga harus ke Semarang, mau syukuran sekaligus meeting program rutin tiap bulan. Life was good, semua sehat wal alfiat sampai rumah. Tapi, ternyata, hari sabtunya, Alya malah main seharian di komplek. Jajan makanan kurang sehat. Dan hujan-hujanan! So, bisa ditebak, sudah kondisi capek, punya bronkitis, otomatis virus apapun gampang masuk. Demam-pun dimulai.


Tepatnya hari Minggu, 9 Februari. Aku ada arisan di komplek, sementara Suami lagi benerin sofa sama tukang. Suami sudah bilang kalau Alya mulai panas. Aku pikir karena kecapekan biasa. Ini panas demam gitu, bukan sama batuk. Nah, habis aku arisan, aku tawarin Alya mau les gambar atau enggak. Alya excited, dan les gambar sampai siang. Bisa ngikutin kayak biasanya sih, cuma ya sudah kelihatan lemas. Setelah itu aku ajak makan sop. Di tempat makan sop itulah, Alya muntah dan makin enggak enak badan. Kami enggak pikir panjang, langsung bungkus, dan pulang.

Sampai di rumah kami makan dan Alya aku beri paracetamol seperti biasa. Tiap beberapa jam suhu tubuhnya kami ukur, dan keningnya kami kompres pakai air hangat. Tapi panasnya masih saja stabil, antara 38-39 derajat Celcius, yang mana, ini adalah termasuk panas tinggi untuk ukuran anak. Kami beri booster vitamin, bikinin ginger beer atau disebut-sebut The Ultimate: jahe, serai, madu, jeruk nipis, kapulaga. Tapi panas Alya tidak kunjung reda.

Sampai hari Senin, 10 Februari, kami ukur panas Alya malah makin tinggi. 40 derajat celcius! Kami langsung lari ke Rumah Sakit detik itu juga.

Baca juga: Alya Panas Tinggi

Sebelumnya pernah pada posisi ini dan aku memilih RS Lestari karena aku anggap paling cepet dan termasuk dekat. Tapi kemarin ini, enggak tahu ya, aku kok milih RSUD Tidar Magelang. Antara takut sama Dokter Anak di Lestari yang galak, dan ngerasa kalau RSUD Tidar jauh lebih dekat. Ya sudah, kami masuk ke IGD.

DI IGD, Alya langsung diperiksa suhu tubuhnya, dibaringkan, lalu diinfus. Alya anteng banget, enggak ada berontak, Perawatnya saja sampai heran. Mungkin kalau sudah sakit begini, sudah terpojok dan gengsi gitu. Raut wajahnya masih ceria dan banyol kayak biasanya. Tapi, feeling-ku sudah enggak enak duluan, kayak pasti opnam. Dan benar saja, setelah Suami daftar dan ngurus kelengkapan di administrasi depan, kami sudah ditulis inden kamar. Asli, lemes! Pengen rasanya rawat jalan, karena di Rumah Sakit kami bukan yang ada di bangsal VIP, tapi ngikut kelas BPJS di bangsal anak. Yassalam.

Sore itu, Mama langsung datang buat gantiin Suami karena harus ambil baju dan perlengkapan. Baru malamnya, kami bertiga nginep bareng dan nganggep "ya sudah lah, anggap saja lagi camping". Mana Suami bawa perlengkapan sleeping bag, termos, pop mie segala dibelinya, Ya Allah...beneran kayak mau camping.

Hari kedua, aku sudah mulai lemas, badan capek, pusing, oleng, dan ikutan demam. Sempet eyang datang dan ngerokin punggungku, terus dikasih tolak angin dan obat macem-macem. Tapi mental semua. Nyaris enggak ada yang bikin keringetan alias demam tingginya mampet enggak bisa keluar. Oh iya, aku lupa cerita. Setiap siang, Mama/Eyang datang untuk bergantian sama Suami, karena Suami harus bolak-balik rumah dan RS, seperti nyuci pakaian kotor, beresin rumah, ambil barang ketinggalan, dan stock pakaian bersih harus banyak terutama buat Alya.

Nah, aku nih yang ada di RS terus, enggak kemana-mana. Mungkin ini yang bikin aku tumbang duluan, karena hari-hari ada di bangsal dan ngurusin Alya tanpa melakukan gerakan lain. Kalau di rumah kan biasanya aku sambil ngepel, bersih-bersih, berjemur, sedikit olahraga pagi di komplek, lha kalau di rumah sakit?  I just can't. Aku cuma kepikiran Alya terus, tanpa sadar kalau yang jaga itu juga kudu memperhatikan kesehatan berikut konsumsi vitamin dan madu.


Aku tumbang dan dilarikan ke IGD malam-malam. Mama balik lagi ke RS dan nemenin Alya. Aku disuntik paracetamol dan vitamin biar badanku enggak ambruk. Tapi yah..ada saja masalahnya. Aku dapat 2 Mbak Koas untuk nyutik obatnya. Aku sih enggak mikir macem-macem, asal pasrah. Sampai tanganku disuntik dan dicari pembuluh darahnya ternyata enggak bisa. Cari pembuluh darah lain enggak bisa juga. Mereka bergantian sampai 3 kali enggak bisa semua karena pecah. Kata mereka pembuluh darahku kecil dan mudah rapuh. Mampus, tanganku kesakitan dan kayak njarem gitu. Oleh Suami langsung disuruh minum air putih. Dan akhirnya dipanggilin Perawat Senior, dan langsung bisa. Mau marah sih sama kedua Mbak Koas, tapi ya sudah lah ya, anggap saja ini buat belajar bersama. Lain kali jangan gitu ya Mbak! Bekasnya ungu lho ini.

Pagi harinya aku sudah enggak kuat karena menurutku kondisi bangsal itu pengap, memang rentan kena penyakit. Makanya aku langsung ke rumah eyang seharian penuh. Di sana aku dirawat eyang, dipanggilin tukang pijet, dan makan dengan teratur. Siang pas dipijet aku masih demam sih, malam juga masih anget. Tapi pagi berikutnya, aku sehat hat hat, dan siap rawat Alya lagi.

Ternyata di RS, Suami gantian sakit. Dia juga sempet dikerokin eyang, katanya sudah agak mendingan. Tapi batuknya makin jadi. Alya sama juga. Batuk bronkitisnya jadi kambuh. Tapi kalau bronkitis, kami bisa lah rawat jalan. Kalau di rumah, insyaallah lebih steril dan terjaga kebersihannya. Jadi, aku percaya diri bahwa hari itu, Alya bisa pulang.

Eeeeeh.... ternyata belum saudara-saudara! T.T


Dokter bilang Alya masih ngik-ngik dan batuknya makin jadi. Ya gimana enggak makin jadi wong di sana ada juga yang batuk. Seruangan jadi batuk semua. Yang awalnya cuma demam saja, malah berubah batuk. Bahkan pasien di kamar depan itu sekarang berubah jadi diare. T.T Aku enggak mau dan hampir ngamuk sih. Pengen pindah ruangan, tapi inden. Jadi, aku terpojok. Mau enggak mau extend sehari lagi dan aku ngerasa sakit lagi. Huff..memang bener ya, segala sumber dari pikiran. Kalau pikiran tenang, badan kita tergerak senang dan terima apapun juga. Lha ini, aku semacam enggak ikhlas gitu.

Alya pula. Sudah menunjukkan tanda males, linglung, marah, ngambek, sama Dokter saja berani. Dia cuma mau pulang. Aku enggak bohong, tatapan mata Alya kosong. Bicaranya sedikit banget. Kami sebagai orang tuanya khawatir dia depresi. Makanya, hari kelima di RS, aku memberanikan diri bilang ke Dokter, "Dok.. sudah boleh pulang ya?"

Walaupun masih ngik-ngik, Alya akhirnya diperbolehkan pulang. Wuiih legaaa!!!

Alya masih mendapat obat-obatan seperti Lasal untuk asma, Cetrizine untuk alergi, ventolin untuk nebulizer, antibiotik, dan obat batuk. Kami di rumah kebetulan sudah punya alat nebulizer sendiri, jadi ya bisa ditangani sendiri.

Sampai rumah, eh beneran dong, aku dan Suami berkurang batuk dan demamnya. Malah masih bisa bersih-bersih, ngepel, nyuci, masak, pokoknya kayak sudah sehat gitu. Tapi masih lemas, masih harus minum obat. Jadi capeknya kudu diminimalisir dulu, enggak boleh diforsir.

Yang jadi perhatian masih Alya, dia masih linglung dan belum banyak ngomong. Ada ketakutan dosisnya ketinggian. Seperti Ventolin dan Lasal itu sama-sama golongan Salbutamol untuk asma. Jadi pelan-pelan aku kurangin nebulizernya. Terus aku selang-seling sama kencur + madu untuk pengobatan alternatifnya.

Semalam sebelum nulis ini, Alya sudah lumayan mau ngomong dan becanda. Ada ketawanya, ada ceritanya, ada pelukannya yang dia bilang, "kangen peluk mama".

Semoga Alya makin sehat ya. Makin kuat, makin pintar, dan makin dewasa. Aku juga masih harus lanjut minum obat batuk karena tipe batukku sama kayak Alya, ada ngik-ngik dan kayak ada lendir di dalam dada.

Teman-teman, doain yang terbaik untuk kami ya. Semoga kalian juga selalu sehat dan kuat menghadapi hari demi hari. Aaamiiiin.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Nyambung ke statusku di Instagram soal menikah, karena, yah, ternyata banyak juga ya yang curhat soal hubungan dengan pasangan. Aku paham kok, tiap pasangan punya komitmennya sendiri-sendiri, ya kayak berumah tangga, tiap aturan kan pasti berdasar atas kondisi. Tapi aku sempet heran juga soal pasangan yang sukanya melarang-larang tanpa alasan yang jelas. Dan banyakan itu hal-hal sepele loh, semacam: enggak boleh main sama temen lama, enggak boleh dateng reuni, enggak boleh lama-lama bertetangga, boro-boro, apalagi kok sampai kejar karir. Ngimpi!

Jadi, yuk bahas ini.


Berawal dari temen lama-ku yang tiba-tiba japri via Whatsapp. Dia nanya, "Yosa, kamu enggak dilarang Suami kamu ya kejar karir, jalan-jalan sendiri, dan ketemu temen lama?"

Sebelumnya, ada yang lebih parah lagi, ada temen SMA yang pernah nanya gini: "Yosa, enak ya kamu dibolehin kerja dan ketemu teman-teman oleh Suami kamu". 

Aduh, sebetulnya aku mau jawab langsung tapi bingung. Mau bilang, "Ya iyalah.. ngapain dilarang-larang?" atau "Memangnya kamu enggak boleh?", tapi aku mikir panjang sih ketimbang jadi debat enggak berkesudahan, dan bikin sama-sama enggak enak hati. So, aku lebih milih jawab, "iya nih boleh, Alhamdulillah"

Suamiku pernah bilang, ada kok beberapa wanita yang memilih passion-nya sebagai ibu rumah tangga. Enjoy berada di rumah, berkreasi sama masakan, fokus ke parenting, atau bahkan enggak masalah mau punya anak berapa. But, kayaknya yang model begini ini satu banding seribu ya.

Bacain curhatan tentang karir seorang Ibu yang harus dipendam gara-gara sudah punya anak, terus ada juga yang dikekang kemana-mana enggak boleh banyak sosialisasi, buatku adalah hal yang sangat memojokkan. Dengan dibalut cuplikan ayat-ayat yang berisi tentang wanita, aku kok merasa enggak adil ya. Mengatasnamakan agama untuk kepentingan pribadi semata. Kadang pakai embel-embel 'kodrat wanita', belum-belum sudah bikin wanita lemah tak berdaya. Misalpun berontak, pasti jatuhnya tetap wanita yang disalahkan.

Aku enggak sekali dua kali nemu cerita model gini, baik via internet, maupun bertemu langsung korban yang mengalami. Dulu waktu masih sering syuting reality show (yang sering dibilang menjual kesedihan), aku justru banyak menemukan cerita yang unpredictable, mengharukan, sampai kadang bikin sesek.

Ada yang diperkosa temen Ayahnya, lalu dibuang keluar dari rumah. Alhasil dia hamil dan melahirkan, dan hidup berdua mengais rezeki sama anaknya.
Ada juga yang disuruh jadi pembantu rumah tangga biar keadaan rumah mencukupi, tapi Suaminya malah foya-foya sama perempuan lain.
Ada pula yang enggak bisa bercerai karena Suaminya mengancam akan membunuh dan bikin malu keluarga.

Nah, kalau sudah menikah bisa apa! Menikah kadang bisa menjadi penjara.

Beranjak dari beberapa cerita yang aku temui tersebut, ternyata memang tidak semua berani speak up. Berani menjawab saja kayaknya sudah salah besar, apalagi kok memutuskan masalah. Yang seperti ini nih, yang kadang bikin aku miris dan pengen support sesama wanita.

Sebelum nikah, aku sudah saling berkomitmen dan saling memahami satu sama lain. Aku mulai belajar mengerti hobby-nya apa, siapa temen-temen yang cocok sama dia, gimana cara dia memperlakukan aku, merencanakan besok mau punya anak berapa, sampai bahas keuangan tipis-tipis. Ini saja aku masih ngerasa kurang, karena pas sudah nikah, jujur banyak banget hal-hal yang enggak aku duga. Mulai dari kebiasaan tidur di depan TV, makan telat, klumbrak klumbruk pakaian, sampai dari aku yang judesnya amit-amit segala macam sifat dipermasalahkan. Padahal aslik! Dulu pas sebelum nikah selalu bilang, "aku menerima segala kekurangan dan kelebihan kamu, aku menerima kamu apa adanya". Lha tapi giliran cuma masalah sepele speaker komputer enggak dimatikan saja, jadi berantem. Yang katanya 'menerima kekurangan' mana? Pret!

Ini aku loh, yang banyak orang bilang cocok lahir batin sama Suamiku. Terdengar sangat harmonis memang, tapi ada kalanya kami berantem dan adu pendapat seperti layaknya teman biasa.

Iya, aku nakut-nakutin kalian yang belum menikah, supaya kalau menikah itu pilih yang bener-bener satu prinsip, satu visi, satu misi. Tujuan kalian menikah karena apa? Karena Allah, karena cinta, apa karena terpaksa? Kalau dari awal komitmen dan bentengnya sudah kokoh duluan, nanti begitu ada masalah di tengah jalan, kalian akan kembali lagi ke pertanyaan awal.

Walaupun begitu, kita enggak bisa mengubah orang dalam waktu sekejap dan dengan ego kita. Berubah lebih baik demi kenyamanan bersama itu bagus, tapi jangan lupa, we are still who we are as humans being. Kita punya origins kita, where we come from. Meleburkan perbedaan butuh masing-masing kesadaran dan niat kuat.

Makanya, please please please, sebelum menikah kudu dikenali dulu siapa calon kamu itu. Dari mana dia berasal atau seberapa besar dia mencintai kamu. Jangan sampai sudah nikah kalian kaget. Kaget kalau ternyata dia lebih milih omongan keluarganya ketimbang masukan kamu. Kaget kalau ternyata kerjaannya enggak terlalu menjanjikan sedangkan orangnya sangat idealis. Kaget kalau ternyata dia nuntut kita membatasi ruang gerak kita.

Menikah, sejatinya bukan untuk membatasi, namun untuk mendorong lebih baik lagi. Apa yang kamu dambakan sebelum nikah, jika semua sepakat, bisa kok dilanjutkan setelah menikah. Misalnya, kayak studi S2. Ada juga kok temenku yang enjoy their life after marriage. Lanjutin sekolah di luar negeri tampak lebih mengasyikkan dengan Suami dan anak.

Menikah itu tumbuh bersama. Kamu dan pasangan bisa eksplor apapun yang kalian suka. Entah dengan masing-masing karyanya, atau bikin project bareng. Makanya, dari awal banget kudu diomongin nih, mau punya anak berapa atau ditunda? Kalau punya anak gimana cara ngurusnya, pola asuhnya, sampai gimana sekolahnya. Itu penting banget dibicarain.

Walaupun sudah menikah, kamu masih bisa jajan bareng temen-temenmu. Masih bisa zumba. Masih bisa nonton gigs. Masih bisa ambil kursus. Masih bisa ke salon. Kalau kamu mau dan butuh. Iya, nanti memang ada asas prioritas, tapi asas tersebut enggak bisa mengurungmu dan membatasi ruang gerakmu.

So, once again, sebelum menikah pastiin dulu, kamu benar-benar suka sama dia dan ada feedback-nya? Keburu umur atau terpojok ditanyain orang? Nasehatku, jika kamu suka, kamu nyaman, then let it flow. But if it hurts you, don't be denial. Menipu diri sendiri itu lebih menyakitkan ketimbang ditinggal. Kenali diri sendiri, karena dengan begitu, kamu bisa menyelamatkan apapun dari apa yang menjeratmu.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

HELLO!


I'm Yosa Irfiana. A scriptwriter lived in Magelang. Blog is where i play and share. Click here to know about me.

FIND ME HERE

  • Instagram
  • Twitter
  • Facebook
  • Google Plus

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  January 2023 (1)
  • ►  2022 (14)
    • ►  December 2022 (1)
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  August 2022 (2)
    • ►  July 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  March 2022 (2)
    • ►  February 2022 (3)
    • ►  January 2022 (1)
  • ►  2021 (60)
    • ►  December 2021 (1)
    • ►  November 2021 (3)
    • ►  October 2021 (3)
    • ►  August 2021 (3)
    • ►  July 2021 (2)
    • ►  June 2021 (3)
    • ►  May 2021 (15)
    • ►  April 2021 (21)
    • ►  March 2021 (2)
    • ►  February 2021 (2)
    • ►  January 2021 (5)
  • ▼  2020 (44)
    • ►  December 2020 (5)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  October 2020 (4)
    • ►  September 2020 (5)
    • ►  August 2020 (3)
    • ►  July 2020 (7)
    • ►  June 2020 (6)
    • ►  May 2020 (1)
    • ►  April 2020 (4)
    • ►  March 2020 (2)
    • ▼  February 2020 (3)
      • KINDNESS
      • TUMBANG
      • MENIKAH BUKAN UNTUK MEMBATASI
    • ►  January 2020 (2)
  • ►  2019 (89)
    • ►  December 2019 (5)
    • ►  November 2019 (7)
    • ►  October 2019 (6)
    • ►  September 2019 (10)
    • ►  August 2019 (6)
    • ►  July 2019 (6)
    • ►  June 2019 (9)
    • ►  May 2019 (9)
    • ►  April 2019 (8)
    • ►  March 2019 (7)
    • ►  February 2019 (7)
    • ►  January 2019 (9)
  • ►  2018 (135)
    • ►  December 2018 (21)
    • ►  November 2018 (17)
    • ►  October 2018 (9)
    • ►  September 2018 (9)
    • ►  August 2018 (10)
    • ►  July 2018 (9)
    • ►  June 2018 (12)
    • ►  May 2018 (9)
    • ►  April 2018 (9)
    • ►  March 2018 (9)
    • ►  February 2018 (10)
    • ►  January 2018 (11)
  • ►  2017 (116)
    • ►  December 2017 (8)
    • ►  November 2017 (7)
    • ►  October 2017 (8)
    • ►  September 2017 (9)
    • ►  August 2017 (8)
    • ►  July 2017 (11)
    • ►  June 2017 (8)
    • ►  May 2017 (11)
    • ►  April 2017 (8)
    • ►  March 2017 (12)
    • ►  February 2017 (15)
    • ►  January 2017 (11)
  • ►  2010 (9)
    • ►  November 2010 (9)

CATEGORIES

  • HOME
  • BABBLING
  • BEAUTY
  • FREELANCERS THE SERIES
  • HOBBIES
  • LIFE
  • PARENTING
  • BPN 30 DAY BLOG CHALLENGE
  • BPN 30 DAY RAMADAN BLOG CHALLENGE 2021

BEAUTIESQUAD

BEAUTIESQUAD

BLOGGER PEREMPUAN

BLOGGER PEREMPUAN

EMAK2BLOGGER

EMAK2BLOGGER

Total Pageviews

Online

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose