YOSA IRFIANA

Powered by Blogger.
Siapa yang sering mupeng lihat kulit bening bak seleb korea? Sudah gitu tapi males kalau disuruh perawatan berlayer-layer, dan bingung itung-itungan budget skincare. Haha, tenang, you enggak sendirian, karena sejatinya, kita tergabung dalam ((STDUABLAS)), STressDUitbABLAS. Baru bayaran, sisa enggak seberapa, masih kudu mikir gimana caranya dapetin kulit glowing kayak diamplas!

Maka enggak heran juga sih, kalau beberapa orang tergiur milih cara cepat dengan beli cream kinclong, yang nama produknya saja pasti genggeus. Biasanya produk tersebut cuma terdiri dari sabun wajah, toner, cream malam, dan cream pagi. Cream-cream-an ini sudah sejak lama ada, dan herannya, sampai sekarang masih ada pasarannya. Uwow!

Engga munafik nih ya, dulu pun aku pernah coba. Kinclong seminggu, ambyar berbulan-bulan. Jerawat makin gedhe, muka makin kusam, pori membesar. Tobat sudah! Tapi terus aku punya hikmah dibaliknya: mendambakan kulit kinclong bak porselen enggak bisa sekejap mata. Skincare yang kita pakai sekarang itu buat jangka panjang. Enggak bisa dilihat sekarang sih memang. Lalu aku pun rutin merawat kulit dan melek ingredients. Sangat sangat menikmati proses merawat wajah, dari yang pakai gentle cleansing, sampai maskeran. Lama-lama malah lupa target kulit glowing, yang ada cukup: gimana caranya dapetin kulit sehat?

Btw maaf, prolognya kelamaan. Sekarang aku kasih tahu salah satu cara tokcernya ya!

Tepat seminggu lalu, Sociolla ngirimin paket berisikan Ariul 7 Days Mask! Masker terbaru dari Korea ini konon memanfaatkan bahan-bahan alami untuk melindungi kulit yang stress akibat kehidupan sehari-hari. Wow, bukan cuma pikiran yang stress, ternyata kulit pun bisa.

Agak terkejut waktu dapet paketan, bukan karena isi Sheet Masknya, tapi packagingnya! Maklum, aku makluk visual. Ada yang unik dikit gampang terpesona. Desain kemasan Ariul cukup berbeda sama kebanyakan desain produk korea. Mirip sama layout koran. Koran ya, bukan majalah wkwk. Karena font-nya Serif, terus warna dasarnya putih. Bagus lho, dan karakter banget.


Move to, soal hubungan Sheet Mask dengan kulit glowing?

Begini. Sheet mask dikenal sebagai skincare untuk menghidrasi, mencerahkan, melembapkan, sekaligus menangani berbagai masalah kulit, sesuai variannya. Berbeda dengan masker biasa yang tinggal oles, Sheet mask sebenarnya berisi cairan essence untuk dipakai sebagai masker dengan media lembaran kertas. Lembaran kertas ini bukan yang kertas buat nulis ya, bahannya mulai dari microfiber Sheet Masks, Bio-Cellulose Sheet Masks, Knit Sheet Masks, Hydrogel Sheet Masks, hingga Foil Sheet Masks. Banyak juga kan?

ISI


Ariul 7 Days Mask ini beda lagi. Terbuat dari Tencel (serat eucalyptus) yang cukup tebal sehingga bisa menyerap kandungan essence lebih banyak, bahkan sampai tumpah-tumpah, plus masih ada sisa di kemasannya. Aku sampai bisa pakai essensenya buat leher dan tangan.

Oh iya, model essencenya cukup kental, enggak yang cair banget. Plusnya, essence ini bikin kulit bener-bener kelihatan terhidrasi, namun minusnya, lama menyerap ke kulitnya. Kudu ditepuk-tepuk biar meresap, atau pas pakai sheet mask kalian bisa pakai roller yang lagi hits itu. 

Untuk scent, hampir kesemua varian Ariul punya wangi yang cukup kalem dan enggak nusuk hidung. Ini di hidungku lho ya. Mungkin akan berbeda dengan orang lain yang cukup sensitif sama bau-bauan. Tapi, ada satu varian yang cukup nusuk hidung banget. Keep scroll sampai habis deh, kalian bakal nemu varian yang mana.

Terus yang paling aku notice adalah template Sheet Mask yang kurang pas di wajah aku. Mungkin karena bentuk wajahku bulat dan lebar, jadi bentuk Sheet Masknya susah untuk menyesuaikan. Di bagian mata, lubangnya terlalu sempit, sehingga bikin essence mudah masuk. Terus dipinggir hidung ke arah mata, Sheet Masknya ngambang. Sedangkan di bagian hidung ke pinggir bawah, kosong alias Sheet Masknya enggak sampai sana. 

Ada 7 varian yang bisa digunakan sesuai kebutuhan kulit kita. Langsung saja deh, aku bahas satu per satu.


DAY 1 - ARIUL 7 DAYS MASK ALOE


Aku pilih varian Aloe buat jadi yang pertama aku coba. Kenapa? Karena kondisi kulit wajahku saat itu masih ada sunburn dan beruntusan. Aloe kan bisa menenangkan kulit yang iritasi, menyejukkan, dan meredam jerawat di wajah. So, why not? 

Tekstur essence Aloe akan sama dengan tekstur varian lain, yang cukup tebal, dan banyak. Ketika ditemplokkin ke wajah, lumayan adem, dan sempet beleberan kemana-mana. Begitu Sheet Masknya dilepas, essence kelihatan masih banyak gitu di wajah. Sampai ((KEPES-KEPES)) kalau orang jawa bilang. Hasilnya kulit jadi fresh dan lembap. 


DAY 2 - ARIUL 7 DAYS MASK TEA TREE

Selama ini aku lumayan kecanduan sama hal-hal yang berbau Tea Tree. Mau facial wash, toner, masker, sama cream. Simply, karena di kulitku jadi adem!

Jujur saja, aku paling excited sama varian ini. Tapi aku pilih pada hari kedua, pada saat kulit lumayan reda kemerahannya. Varian tea tree bisa dibilang sangat cocok buat kulit wajahku yang berjerawat dan berpori besar. Hampir sama kayak varian Aloe, bedanya Tea Tree menenangkan kulit berjerawat dan mengencangkan pori besar. Essencenya lebih adem ketimbang Aloe.

Terus terang, kalau kulitku tampak lebih sehat dan segar, iya. Cuma kalau mengencangkan pori besar, belum terlihat. Ya gimana, baru sekali nyoba variannya ya kan. Jadi, kalau misal mau kelihatan hasilnya, jawabannya cuma satu: dirutinin.



DAY 3 - ARIUL 7 DAYS MASK GREEN TEA

Klaimnya: memperbaiki kompleksitas wajah, mengeksfoliasi ringan dan mengontrol produksi sebum. Scent-nya Green Tea menurutku enggak yang terlalu Green Tea banget. Fresh tapi kalem gitu lho. Sedangkan Essence Green Tea enggak lebih adem ketimbang Tea Tree, tapi bedanya, dia bagus mengontol kulit berminyak. Ini buktikan ketika sudah selesai maskeran. Jerawat kecil-kecil jadi kayak meredem gitu. Mungkin itu yang dibilang bisa mengeksfoliasi ringan kali ya. 



DAY 4 - ARIUL 7 DAYS MASK BAMBOO WATER

Day 4 ketika aku pakai Ariul Bamboo Water, kulitku malah lagi sehat-sehatnya. Agak yakin salah satu penyebabnya adalah 3 hari berturut-turut rajin pakai Sheet Mask yang cocok buat kulit oily. Masih pakai masker di jam 11 malam (karena seperti yang kalian tahu aku kalau kerja malam), begitu ditemplokkin, rasanya: INI YANG PALING ADEM!

Semenjak puasa kulitku dehidrasi parah, jadi aku langsung gercep buat beli produk-produk yang sifatnya menghidrasi. So, varian ini must have item buat kalian yang kulitnya  'haus' juga. Aku ngerasa ademnya bahkan bisa semalaman aku rasain. Kulit juga lebih segar di pagi hari. Seriously, i'm not lying to you.


DAY 5 - ARIUL 7 DAYS MASK AVOCADO

Merasa agak enakan kulitnya, karena gimanapun, aku musti siap-siap punya kulit yang sensitif, aku memberanikan diri pakai varian yang bersifat melembapkan. Iya, Ariul bilangnya kalau Sheet Mask ini bisa dipakai untuk segala jenis kulit. But for me, i should keep carefully lah! Enggak bisa yang sembarangan nyoba.

Klaimnya bilang: memperbaiki sel rusak dan mempercepat regenerasi kulit. Pikirku, kemaren kan dipakein varian yang menumpas jerawat. Nah, sekarang saatnya kulit regenerasi! Haha.

Beruntung Ariul Avocado enggak bereaksi macem-macem. Sangat melembapkan tanpa harus bikin break out. Cuma kalau boleh milih, aku enggak akan pakai varian ini tiap hari. Ya masa' diperbaiki dan regenerasi tiap hari ya kan wkwk.



DAY 6 - ARIUL 7 DAYS MASK POMEGRANATE

Varian yang sebenernya aku sayang. Sayang karena dia bisa bikin kulit glowing nan kenyal. Tapi enggak aku sayang karena jadinya lengket sepanjang malam. Pomegranate bisa menutrisi dan meningkatkan elastisitas kulit. Terus banyak yang bilang, kalau wajah pliket pas dipakein skincare malam itu, biasanya pagi akan lebih bagus.

Sayangnya di aku enggak! Aku sudah berminyak parah, jadi misal dipliketin (apeu), wajah malah kayak wajan penggorengan. Produk yang menghidrasi sudah yang paling bener.

Etapi kalau kalian punya wajah normal to dry, Pomegranate ini bisa aku rekomendasikan ke kalian. Itu glowingnya nyata sodara-sodara!


DAY 7 - ARIUL 7 DAYS MASK LEMON

Last day! Aku sudah bilang kan, kalau selama ini aku menghindari produk yang berbahan dasar lemon dan jeruk nipis? Yes, aku sering enggak cocok sama kandungan vitamin C untuk wajah. Mencerahkan sih boleh saja, tapi seringnya bikin jerawat geradakan dan beruntusan datang. Kalau sudah begini kan mending enggak usah dicerahkan saja. Terima warna kulit apa adanya ketimbang maksa punya kulit cerah tapi jerawatan. Ogah lah!

Aku pakai varian lemon ketika hari terakhir, dengan kondisi wajah yang makin membaik. Ariul Lemon bisa mencerahkan, mengeksfoliasi ringan, dan mengontrol produksi sebum. Embel-embel mengeksfoliasi ini nih yang bikin deg-deg-an. 

Di atas sudah ada juga kan, varian green tea. Sepanjang sejarah, kulitku menerima green tea dengan baik. Masalahnya lemon enggak. But, mau enggak mau kita coba.

Scentnya menurutku terlalu nyengat. Ini yang tipe nusuk hidung dan baunya umm... kayak es jeruk nipis. Enak sih, tapi kalau selama 30 menit pakai ke dekat hidung ya kepep!

Plusnya, dia termasuk varian yang adem ketimbang yang lainnya. Hampir 11 12 sama bamboo water. Dan ketika selesai maskeran, wow, cerah! Lebih bisa mencerahkan dari pada yang Pomegranate.


Tapi masalah timbul pagi harinya. Jerawat kecil-kecil beruntusan, komedo putih timbul dengan sakses! Bingung nyikapinnya. Karena sudah kelar juga aku review. Yang niatnya milih varian lemon sebagai pamungkas, ketika kondisi kulit sudah oke, malah jadinya kayak harus "ngulangin lagi dari awal".

Fiuh baiklah. Gimanapun, aku harus jujur bilang ke kalian, kalau yang cocok di kulitku, adalah varian Aloe, Green Tea, Tea Tree, dan Bamboo Water. Yang paling favorit? Jelas Bamboo Water.

Lalu, sesuai prolog yang aku jelaskan di atas panjang lebar tentang kulit sehat nan kinclong, bahwa penggunaan Sheet Mask ini pun harus rutin digunakan. Gimana caranya biar tahu yang cocok? Ya coba! Review ini sifatnya membantu kalian, bukan memaksa. Hasilnya pun bisa berbeda pada setiap kondisi kulit. Makanya, mengenali kulit sendiri itu wajib hukumnya.

Balik ke Sheet Mask deh. Penggunaan essence bagus untuk kesehatan kulit kita. Males pakai toner dan essence yang berlayer-layer, Sheet Mask jawabannya.

Kabar baiknya, digunakan setiap hari justru lebih bagus dan lebih cepet kinclongnya. Namun kabar buruknya, kantongmu bisa kempes apalagi kalau sisa duit skincare minimalis saja.


Tapi bukan yosa kalau enggak punya solusi ya kan. Buat kalian yang pengen nyobain juga Ariul 7 Days Mask, tenang, beli saja online di Sociolla. Banyak yang lagi didiskon tuh, mana gratis ongkir lagi. Eits itu belum seberapa. Gunakan kode SBNLA0XI setiap transaksi di atas Rp 250.000, untuk mendapatkan diskon sebesar Rp 50.000. 

Lumayan kan! Sudah sering ada promo, gratis ongkir, dapet diskon lagi. Cus tunggu apa lagi? Saranku, jangan lupa pilih varian yang sesuai dengan jenis kulitmu ya!
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Wow, judulnya panjang amat ya sist, macam credit title-nya Avengers. Wkwk.

Biarin deh, karena dalam review kali ini, aku beneran takjub, dan ter-wow sama produk yang akan aku bahas di sini. Keep scrolling sampai habis ya!


Setelah sekian lama memiliki kulit berminyak dan berpori besar, banyak hal mendasar yang sering aku lalaikan. Maksudku begini, selama ini aku meyakini, bahwa penggunaan moisturizer malah justru bisa memicu jerawat dan makin menjadikan kulit kayak tambang minyak. Makanya, sudah cukup lama aku skip penggunaan pelembap, supaya kulit jauh-jauh dari minyak. Dan ya, selama itu pula, aku juga jarang pilah pilih pelembap lagi. Hingga akhirnya tersadar sendiri, kalau sudah timbul kerutan halus, plus wajah yang kadang jadi kering akibat tidak terhidrasi.

Jujur saja, semenjak blog ini aktif, aku sebenarnya lebih tertarik sama hal-hal yang berbau 'beauty'. Agak rancu juga mengingat awal ngaktifin blog setelah lama vakum itu gara-gara ilmu parenting. Tapi ya sudahlah, aku tetap ngikutin kata hati, dan lalu nyemplung jadi seorang beauty blogger. Ternyata, banyak ilmu baru tentang kecantikan yang bikin aku kaget dan mbatin "damn, kemana saja sih aku?" Hahaha.

Salah satu ilmu tersebut adalah: kulit pun bisa dehidrasi. Wah, apa pula ini kulit bisa dehidrasi? Iyes, kulitpun bisa 'haus' loh. Jika selama ini aku menganggap kulitku baik-baik saja tanpa pelembap dan disertai pemakaian produk yang bikin kulit keset, semua itu ternyata salah besar. Kulit kita tuh pinter boss. Dia mengeluarkan minyak berlebih, justru karena asupan kelembapan dan tingkat air pada kulit minim. Alias kulit telah memberikan pertanda kalau butuh perawatan ekstra.

Pertanyaan selanjutnya muncul. Bagaimana ciri kulit yang dehirasi tersebut?

Berbekal pengalamanku nih ya. Saking seringnya mikir kalau aku tuh punya kulit berminyak, jadi aku kebanyakan pilih produk yang ada embel-embel mengurangi minyak. Asal habis cuci muka kelihatan matte, aku pasti ngira kalau produknya cocok. Belum lagi aku pasti tambahin toner, yang kebanyakan toner lokal pasti terdapat kandungan alkohol. Kulitku memang jadi enggak minyakan, tapi kasar dan bersisik. Perawatan dari dalam enggak usah ditanya ya, aku rajin konsumsi air putih 8 gelas sehari, plus makan buah dan sayur. Yakin sih, ini bukan pengaruh apa yang aku konsumsi, melainkan memang faktor kondisi lingkungan, serta perawatan yang salah.

Bayangin deh, berminyak tapi kusam tapi kayak ketarik. Sampai bingung mau ngejelasinnya. Ini kelihatan banget kalau aku lagi cemberut. Sudah deh, muka makin kelihatan enggak ngenakin.

Sekarang logikain saja, kulitku kan berminyak parah ya, bagaimana mungkin bisa timbul kerutan halus kayak keriput, dan kulit malah justru makin sensitif? Kalaupun ada jerawat, modelnya yang gampang ngelopek parah gitu lho. Mungkin karena aku pakai lotion jerawat yang iya sih gampang ngilangin jerawatnya, tapi abis itu area berjerawatnya jadi kering kerontang dan semacam menua. Kadang justru dengan sotoynya aku ekfoliasi pakai peeling yang teksturnya harsh. Makin makin deh sensitif dan perih-perih kemerahan. Karena waktu itu awam, lalu aku pakein pelembap. Benar, area kering berubah kaleman. Cuma ya gitu, makin minyakan. Bingung pokoknya.

SEBERAPA PENTING PRODUK HYDRATING?

Sepele kok. Anggap saja kamu sedang haus, lama enggak minum. Gimana rasanya, lemes kan? Nah, kulitpun juga bisa begitu. Kelihatan sayu dan enggak sehat. Yang berminyak makin berminyak. Yang kering tambah kering. 

Setelah banyak bergabung dengan komunitas beauty, baca-baca tentang kondisi kulit, aku lalu sadar sendiri kalau kulitku ini sudah dehidrasi sejak lama. Perawatannya lebih sulit lho ketimbang yang punya kulit kering. Aku harus mengganti produk-produkku dengan yang sifatnya gentle dan minim kandungan alkohol. Perlu waktu juga ini buat nyobain produk-produk yang cocok.

Lalu aku punya ide buat layering skincare dengan produk yang lebih banyak kandungan airnya. Seperti toner, hydrating booster, essence, baru kemudian ke produk yang teksturnya kental. Yes, enggak tanggung-tanggung deh pakai produk yang cair gini. Boros biarin, yang penting kulit kembali lembap dan sehat.

Yang mau aku ceritain di sini tentu saja si Wardah Seaweed Primary Skin Hydrating Booster. Namanya memang panjang, tapi komposisinya simple, dan justru tepat sasaran.



INGREDIENTS


Aqua, Dipropylene Glycol, Glycereth-26, Methyl Gluceth-20, Glycerin, Sodium PCA, Phenoxyethanol, Propylene Glycol, Butylene Glycol, Ulva Lactuca Extract, Xanthan Gum, Allantoin, Disodium EDTA, Ethylexyglycerin, Sodium Hyaluronate, Lecithin, Adenosine, Potassium Sorbate, Sodium Benzoate, Fragrance, PEG-40 Hydrogenated Castor Oil, Trideceth-9, Polysorbate 20 



Ada 3 bahan utama yang bagus buat kulit, yaitu: balancing seaweed extract, hydraboost formula, dan hyaluronic acid. Ini bisa bikin kulit kita lembap dan mudah menerima manfaat skincare yang akan kita pakai setelahnya.

Jadi aku anggap produk ini sebagai kunci dari pemakaian rangkaian skincare.


Oh iya, aku lupa. Packagingnya dari plastik dan tutupnya berbentuk ulir yang mudah dibuka. Terus lubang botolnya cukup kecil dan mudah buat menakarnya. Aku sendiri pakai sehari dua sampai tiga kali, dengan dosis banyak-banyak sampai muka kelihatan habis dicuci hahaha.


Teskturnya cair, tapi langsung terasa lembap. Kalau urusan gampang menyerap, menurutku cukupan saja. Butuh waktu semenit dua menit lah seperti pada umumnya. Yang aku suka, produk ini bener-bener bikin fresh dan kalau dipasangin sama pelembap yang cocok, bakalan terasa lebih enaknya. Terbukti kulitku jadi lebih lembut, kenyal, dan enggak gampang minyakan. Catet, enggak gampang minyakan!

Trust me, aku pergi dari pagi sampai sore, kalau siang kondisi kulit masih aman. Paling kalau abis wudhu harus apply hydrating booster ini lagi plus sunscreen. Sampai sore aman tentram! 


Benar kulitku belum banyak perubahan terutama bagian flek hitam dan pori besar. Tapi hydrating booster bukan buat itu. Bohong kalau aku bilang hydrating booster bisa bikin kulit kempling dalam sekejap. Ia harus disertai skincare lain yang enggak kalah pusing nyari yang cocok. Penggunaan hydrating booster juga harus ditepuk-tepuk dulu supaya meresap. Pokoknya pakai skincare yang berbentuk cair, harus nunggu agak kering baru bisa dipakein skincare selanjutnya. Pantes sih, kalau dandan lama, lha wong pakai skincare saja berlayer-layer, mana harus dikasih jeda hahaha.

Oh iya, untuk  mengurangi flek hitam dan bekas jerawat, aku kasih tips nya saja deh. Sebelum kalian pakai sheet mask, pakai hydrating booster ini. Niscahya segala kebaikan sheet mask favoritmu akan terserap dengan sempurna. Oh iya satu lagi, kalau pakai masker yang bentuknya bubuk atau cream, aku pakai booster ini setelahnya, baru lanjut skincare lain.

Terus katanya, Hydrating Boosternya bisa kamu pakai buat campuran untuk face mist. Aku belum nyoba sih, karena sudah ada face mist lain, dan males nyampur-nyampurin bahan. Kalau ada yang gampang, ngapain kita ribet, ya kan? Hahaha.

Untuk harga sekitar Rp 35.000 yang aku dapetin karena diskon di Guardian, menurutku, Wardah Seaweed Primary Skin Hyrating Booster ini sudah cukup bagus. Mungkin aku belum akan berganti, kalau belum nemu yang lebih baik lagi. 

Sekarang giliran aku yang nanya ya, apakah kamu butuh produk hydrating? Semoga reviewku membantu kalian ya. 
Share
Tweet
Pin
Share
9 komentar
Lagi seneng ngerawat kulit nih. Setelah kemarin-kemarin ada drama kulit sunburn, terus beruntusan lagi, aku jadi aware soal kulit. Sudah bener perawatan dari A-Z, tapi sekali salah langkah ya ambyar. Maka dari itu aku memutuskan untuk perawatan kulit sekomplit-komplitnya, termasuk rutin mengeksfoliasi tiap minggu. 

Seperti judul di atas, kali ini aku mau berbagi reviewku tentang Safi White Expert - Deep Exfoliator.


APA ITU SAFI?


Selama ini apa sih kriteria kita dalam memilih skincare? Ingredients yang cocok, no SLS, no alcohol, atau halal? Jujur, kalau aku sendiri masih dalam pilah pilih skincare yang pas dan baik buat jangka panjang. Syukur-syukur sudah dilabelin halal, karena gimana pun, sertifikasi halal juga demi kebaikan kesehatan kan. 

Safi adalah brand kecantikan dari Malaysia yang mengusung label halal. Sudah sejak tahun 1984 loh, Lembaga Penelitian Safi Malaysia ini berdiri. Dan katanya sih ada 100 ilmuwan lebih yang bekerja untuk meneliti kulit yang berbeda-beda jenisnya dan memadukannya dengan teknologi terbaik. Safi lantas didistribusikan di Indonesia, dan langsung menarik banyak perhatian. 

Sudah lama Produk Safi ini pengen aku coba. Mana halal, harganya terjangkau, sering promo di Guardian. plus macem-macem pula. Tapi sebagai mama muda yang banyak maunya dan banyak kebutuhannya, aku ngerem sejenak beli-beli skincare. Beli pas butuhnya saja. Kalau tidak butuh ya sudah enggak usah dipaksa.

Sebenernya, aku lebih tertarik sama Age Defy Series, cuma waktu itu yang promo si White Expert. Ya sudah, enggak ada salahnya dicoba.


INGREDIENTS


Aqua, Glyceryl Strearate, Glycerin, Caprylic/Capric, Triglyceride, Olea Europaea, Oil Unsaponifiables, Sodium Cocoamphoacetate, Stearic Acid, PEG-100 Stearate, Prunus Armeniaca Seed Powder, Olive Oil PEG-7 Esters, Carbomer, Aminomethyl PRopanol, Tetrasodium EDTA, Nigella Sativa Seed Oil, Perfluorodecalin, 4-nutylresorcinol, Phenoxyethanol, Methylparaben


Kalau dipersingkat, Safi White Expert Deep Exfoliator memiliki 3 kandungan utama, yaitu Habbatus Sauda, Oxygen + Bio White = Oxywhite, dan Skrub Biji Apricot. Formulasinya bisa mengangkat sel kulit mati dan membersihkan bintik hitam, tanpa merusak kulit. Selain itu, juga bisa membersihkan macem-macem kotoran yang terperangkap di dalam pori-pori secara optimal.

Aku menyimpulkan, berarti Deep Exfoliator ini cocok buat segala jenis kulit, termasuk yang berpori besar, berjerawat, dan punya bintik hitam. Tapi begini, kalau kalian baca riwayat permasalahan kulitku, sekarang aku lagi menghindari embel-embel brightening/whitening/ atau semacamnya. Karena simple sih, jerawat dan bekasnya saja belum tuntas, kok mau beralih ke step mencerahkan. Takutnya malah memicu jerawat baru dan beruntusan lagi. 

Nah, produk ini tuh ngeklaim ada kandungan OxyWhitenya gitu. Sempet bingung tapi ya gimana, mending dicoba saja ya kan ya hehehe.


Aku dari dulu cukup rajin mengekfoliasi wajah, biasanya pakai peeling produk lokal itu lho. Atau kalau enggak pakai yang bentuknya gel. Tadinya aku pikir, Deep Exfoliatornya Safi bentuknya menyerupai gel. Namun ternyata scrub. Sama sih kayak scrub pada umumnya. Bedanya, Safi lebih lembut dan di wajah enggak terlalu kasar.

Scrub Safi juga bertekstur kental, sampai pas ngeluarinnya agak kesusahan. Apalagi kalau hampir habis, wah kebayang makin susah, dan kayaknya perlu di potong packagingnya biar sampai tetes terakhir. Wk, maklum, enggak mau rugi.


HOW TO USE


Aku pakai Deep Exfoliator seminggu sekali. Caranya? 

Setelah membersihkan wajah, aku olesin Safi ini ke rata ke seluruh muka. Lalu scrub perlahan, sampai butirannya terjatuh sendiri. Durasinya enggak lama kok. Gosokkin ke wajah gitu, paling lama 5 menit, pasti sudah kelibas habis semua kotoran-kotoran di wajah.

Sudah 3 kali aku pakai Safi ini. Pertama pakai, aku enggak lihat instruksinya, dan asal oles saja. Aku pakai Safi ketika wajah sudah kering. Jadi habis membersihkan wajah pakai Face Wash, aku keringin pakai tissue, baru aku oles Safi.

Ternyata instruksinya beda. Deep Exfoliatornya dioles ketika kondisi wajah basah. Pantes, kemarin tuh agak lengket dan susah banget buat digosok. Lha wong wajahnya kering kok. Bedanya dengan ketika wajah sudah basah adalah, Deep Exfoliator akan lebih licin buat dioles. Cuma memang enggak sampai butirannya berjatuhan. Kira-kira asal 3 menit saja gosok-gosok, sudah cukup.


RESULT


Hasilnya? Kulit wajahku terlihat lebih bersih dan komedo putih kecil-kecil cukup berkurang. Kalau yang black head masih ada sih, dan mungkin memang butuh waktu yang lama. Aku pakai Deep Exfoliator bebarengan dengan Masker, lalu lanjut pakai Hydrating Toner banyak-banyak. Biar kulit enggak jadi kering.

Dengan harga sekitar Rp 45.000 belum promo dan isi 100 gram, tampaknya akan habis dalam waktu yang lama. Oh iya, untuk efek whiteningnya gimana? Kebetulan jerawatku ini tipe jerawat pasir, yang kecil-kecil dan geradakan. Dioles Safi langsung white head bermunculan. Seketika langsung kerasa bedanya sih, hasilnya lebih alus dan minim geradakan. Tapi inget, ini tipe jerawat pasir loh ya, bukan yang jerawat besar-besar.

Minusnya apa ya? Mungkin bisa buat pori-pori makin membesar kalau keseringan pakai. Tapi kan aku enggak sering pakai. Insyaallah aman lah ya. So, cara terbaiknya adalah, aku menggunakan scrub ini maksimal seminggu dua kali, dan ada baiknya ketika jerawat sedang membesar, mending enggak usah pakai. Gimanapun juga, jerawat lebih nyaman dengan sesuatu yang gentle biar enggak ngerusak kulit kita.

Terus yang kedua, aku enggak terlalu suka wanginya. Wanginya enggak nyengat sih, cuma hidungku  saja yang cukup sensi sama bau-bauan artifisial. But it's just okay, masih bisa aku tolerir.

Selama belum ada produk lain yang lebih oke, aku akan tetap bertahan pakai Deep Exfoliatornya Safi, sekalian ngabisin segedhe gini barengan Suami. Semoga kulitku membaik lagi setelah rutin pakai Safi. 

Oh iya, kalian sudah ada yang pernah nyobain belum? Share dong di kolom komentar! :)
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Tren charcoal sepertinya tidak akan pernah ada habisnya ya. Mulai dari skincare untuk wajah, pasta gigi, sampai sabun pencuci piring. Bahan charcoal yang dimaksud, bukanlah arang yang biasa dipakai buat bikin bara api, tetapi, arang aktif yang biasa didapat dari hasil pembakaran kelapa, kayu bambu, dan bahan tanaman lainnya. Arang aktif yang dibikin serbuk ini kemudian disinyalir bisa mengikat racun atau zat kimia berbahaya. Maka enggak heran juga sih, kalau produk yang menggunakan bahan charcoal selalu pakai embel-embel "untuk mendetoks". 

Aku berkenalan dengan charcoal sudah sejak sekitar 2011an lalu, ketika booming dalam bentuk facial wash. Tanpa menyebut merek, produknya sebenernya cocok-cocok saja di kulitku, hanya saja, hasilnya jadi keset, dan muka kayak ketarik. Aku enggak suka. Aku juga belum banyak tahu dan enggak berusaha nyari charcoal merek lain. Pokoknya dibenakku, bahan charcoal sudah enggak enak saja efeknya. Ya, walaupun wajah jadi enggak gampang berminyak dan komedo pelan-pelan hilang.

Tahun lalu, aku sempet pengen nyobain lagi varian charcoal yang terbaru. Inget kan, waktu itu ngehits banget masker yang dipakai sama Suhay Salim? Tampaknya, berbagai merek lalu berlomba-lomba mengeluarkan produk charcoalnya, dan buatku, ini malah membingungkan. Mau pilih yang mana, kok menggiurkan semua? Lantas, yang jadi masalah, ketika aku bimbang milih, yang ada, aku malah akhirnya lupa mau beli yang mana. Hahaha.

Beberapa minggu lalu, seperti biasa, perjalananku menemukan "skincare baru" pasti berawal dari belanja bulanan. Awalnya memang enggak niatan mau beli facial wash, atau masker. Tapi, aku nemu produk merek legend yang nangkring dengan cantik di rak skincare. Iyes, sebagai makhluk visual dan lebih suka yang verbal-verbal, wkwk, aku memang jarang suka beli online. Kalau misal ada SPGnya malah aku lebih suka. Lebih bebas nanya-nanya.

Merek apa yang dimaksud? MUSTIKA RATU.


Sesuai pengamatanku, Mustika Ratu mengeluarkan series Anti Pollutionnya, dalam dua varian, yaitu Zaitun, dan Bamboo Charcoal. Aku lebih memilih Bamboo Charcoal karena ngerasa kalau Zaitun diperuntukkan buat kulit kering. Sementara yang charcoal, buat kulit kusam, berminyak dan berpori besar. Nah pas nih, kebetulan aku lagi ngerasa kulitku kusam banget akibat sering terpapar debu.

Awalnya cuma mau beli maskernya doang. Karena di rumah sudah punya facial wash dan itu isinya masih banyak. Aku ambil satu dong ya, dan tahu apa? Sampai rumah kaget, "lho yang aku ambil ternyata face wash!" Sebel sih, tapi masa' mau dibuang gitu saja. Mau dikasihin ke orang juga eman-eman. Jadi, aku simpen deh, niatnya aku pakai ketika facial wash yang ada, sudah habis.

Terus enggak beberapa lama (ini kenapa sih serba kebetulan hahaha), aku lagi nganter Alya jajan di toko depan. And you know what? Bertemulah aku sama Anti Pollution Peel Off Mask! Ini yang masker lho, bukan yang face wash lagi. Tanpa mikir panjang, langsung deh aku beli. 

Sekarang mau enggak mau aku pakai bebarengan. Biar afdol lah ceritanya. Face Wash yang ada giliran buat stock, ketimbang enggak dipakai, hahaha. Nah, karena sudah semingguan lebih aku pakai, jadi aku sudah berani kasih honest review ke kalian. Oh iya, yang nungguin review-ku mana suaranya? Aku jabarin satu per satu dulu ya.



ANTI POLLUTION FACE WASH


Isi: 100 gram
Harga: Rp 24.000

Seperti yang sudah aku ceritain di atas, aku agak enggak percayaan sama bahan charcoal terlebih buat face wash. Dalam hati su'udzon juga nih, kalau hasilnya bakalan keset set, dan muka jadi ketarik. But, yoweslah, sudah kadung beli kok.

Aku pakai ini awalnya di malam hari ketika mau tidur. FYI saja, sehari aku cuci muka cukup dua kali. Pagi dan malam kalau mau tidur. Sedangkan kalau sore, aku biasa cuci muka pakai air biasa, enggak aku sabunin, biar kulit enggak kering dan enggak dehidrasi.

Sebelum pakai face wash, aku pakai cleansing oil terlebih dahulu. Penting banget dijabarin nih, karena aku pikir, pembaca blog ku bukan cuma beauty blogger, namun juga umum. Metode double cleansing bagus buat kulit yang bermasalah. Kayak aku gini kan sering jerawatan, berpori besar, dan berminyak. Rasanya ada yang kurang kalau cuma pakai sabun biasa doang.


INGREDIENTS


Aqua, Cocamidopropyl Betaine, Lauric Acid, Olive oil, PEG-7, Esters, Aminomethyl Propanol, Myristic Acid, Palmitic Acid, Glycerin, Dipropylene Glycol, Capryloyl Glycine, Charcoal Powder, Fragrance, PEG-40 Stearate, Hexylene Glycole, Sodium Palmitoyl Proline, Phenoxyethanol, Citrus Aurantifolia (Lime) Oil, Panthenol, Tocopheryl Acetate, Butylene Glycol, Sarcosine, Cinnamomum Zeylanicum (Cinnamon), Bark Extract, Moringa Oleifera Seed Extract, Disodium Phospate, Citric Acid, Nymphaea Alba Flower Extract, CI 77499


Kabar gembiranya, Mustika Watu Anti Pollution Face Washnya cukup klop sama rangkaian skincare aku. Itu yang pertama. Yang kedua, ternyata guys, enggak ada efek keset dan ketarik lho. Sempet kaget juga. Hasilnya kulit tuh kayak masih lembap dan kenyel gitu. Ketiga, wanginya mayan fresh dan enggak terlalu nyengat. Ada sensasi adem-ademnya dikiiit.


Minusnya ada? Ada. Ini yang bilang suami sih. Dia kan pakai juga ya, katanya, perih kalau kena mata. Maksudnya, dia kan kalau cuci muka bar bar, nah, mungkin face washnya sering terkena area sekitar mata, jadi perih. Sedangkan aku sendiri, karena cara mencuci wajahku pelan dan dinikmati ya beda. Enggak kerasa perih atau pedih sama sekali tuh.


Bagian packaging aku enggak ada masalah besar. Yang biasanya aku nyinyir tiap packaging yang ribet, kali ini sudah lumayan. Cara tuanginnya gampang, cukup dibuka tutup flip topnya, langsung keluar. 

Yang aku rasain nih, busa sabunnya enggak cukup banyak, which is, aku senang. Sependek pengetahuanku, yang busanya banyak bikin kulit kering dan gampang dehidrasi. Jadi ya, enggak ada masalah. Karena ngerasa cocok, aku sudah berani pakai sehari dua kali, pagi dan malam hari.


ANTI POLLUTION PEEL OFF MASK


Isi: 60 gram
Harga: Rp 26.000

Beralih ke Anti Pollution Peel Off Mask. Aku sebetulnya tipe orang yang suka segala jenis masker. Mulai yang masker bubuk, sheet mask, sampai peel off mask. Peel off mask biasanya bekerja bagus ketika kulitku timbul komedo, baik itu white head, maupun black head. Buatku pribadi, ngletekin maskernya tuh semacam satisfying. Tapi inget ya, setelah pakai peel off mask, aku selalu nemplokin hydrating toner banyak-banyak karena aku ngerasa kulit jadi lebih kering dan rentan pecah-pecah.

Memilih peel off mask juga enggak bisa sembarang beli. Yang murah, sachetan, terjangkau, ngaku-ngaku BPOM, dalam bentuk kapsul, bla bla bla, banyak deh di pasaran. Aku pernah nyobain diantaranya. Dan diantaranya pula, bikin kulit aku ketarik macam kayak pakai topeng dakocan!

Serius, peel off mask yang hitam-hitam itu terutama. Yang klaimnya ngangkat komedo disertai dengan testi dari sabang sampai merauke. Komedo putih-putihnya keangkat semua. Banyak yang percaya ya. Jangankan komedo, wong kulit saja ikut keangkat kok! Kalau bikin perih dan iritasi siapa yang tanggung jawab coba. Mana sekarang ada merek lokal yang harganya murah pula. Itu sama saja. Nyaris ngerontokkin kulit sekulit-kulitnya. 


Mau bilang pilih saja yang agak mahalan, karena gimanapun tetap berbeda. Aku enggak mengada-ada. Selisih noban, pilih saja Mustika Ratu Anti Pollution ini. Maskernya enggak tipe yang keras dan enggak bikin perih. Iya sih, susah mengaplikasikannya. Apalagi ketika dibuka tutupnya langsung ngocor terus tanpa berhenti. Cara ngeberhentiinnya cuma ditutup lagi.

Aku pakainya seminggu sekali, bukan setiap hari. Enggak berani aku pakai peel off mask sering-sering. Aku prefer sheet mask kalau kalian mau tiap hari maunya pakai masker.


INGREDIENTS


Aqua, Alcohol, Polyvinyl Alcohol, Glyceryl Stearate, Octyldodecanol, Diatomaceous Earth, Glycerin, Dipropylene Glycol, Charcoal Powder, Capryloyl Glycine, Hexylene Glycole, Sodium Palmitoyl Proline, Algin, Calcium Sulfate, Phenoxyethanol, Fragrance, Panthenol, PEG-40 Hydrogenated Castor Oil, Tocopheryl Acetate, Butylene Glycol, Sarcosine, Palmitic Acid, Tetrasodium Pyrophospate, Cinnamomum Zeylanicum (Cinnamon), Bark Extract, Citrus Aurantifolia (Lime) Oil, Moringa Oleifera Seed Extract, Disodium Phospate, Citric Acid, Natto Gum, DMDM Hydantoin, Nymphaea Alba Flower Extract, CI 77499


Masih soal pengaplikasiannya ya. Misal mau pakai kuas, tapi nanti pasti nempel ke kuas dan susah bersihinnya. Pakai spatula kok enggak rata. Jadi ya tetap pakai tangan, seperti anjuran di kemasannya.

Aku memakai peel off mask, biasanya barengan sama ritual perawatan wajah lain, yaitu exfoliating. Setelah wajah dibersihkan, aku pijit-pijit sebentar, baru kemudian ditemplokin peel off mask. Diamkan selama 10-15 menit. Dan lepas dengan gampang! Beneran, ini termasuk gampang dikletekin kok. Asal jangan sampai kena alis, dan rambut. Tapi masih bisa dinalar sih sakitnya. Enggak kayak merek abal-abal yang aku ceritain tadi.


RESULT


Sehabis masker dikelopekin, biar wajah bersih, musti cuci muka pakai air bersih dulu. Make sure saja enggak ada masker yang ketinggalan. 

Untuk jerawat, komedo, dan pori-pori besar, aku belum bisa banyak ngomong karena belum terbukti. Peel off masknya tuh yang lembut gitu lho, jadi aku enggak bisa lihat komedo beneran keangkat atau tidak. Cuma ya, lumayan lah, masih kerasa bersih, dan ada sensasi segarnya.

Kalau katanya face wash sama peel off mask lebih enak dipakai bebarengan karena sepaket, aku agak enggak setuju sih hahaha. Asal kita tahu ingredients yang cocok di kulit saja, menurutku sudah cukup.

Dan jangan lupa, Mustika Ratu Anti Pollution Bamboo Charcoal ini bekerja baik karena klop rangkaian skincare aku. Aku enggak ngerti deh, misal aku pakai face washnya doang tanpa double cleansing. Atau pakai peel off masknya tanpa pakai hydrating toner. Mau coba-coba enggak pakai, ya emoh! Takut kulit kering dan dehidrasi lagi cint. Tobat!


Kalau mau nanya aku rekomendasiin produk ini enggak, aku rekomendasiin kok. Dengan harga segitu, menurut aku sudah cakep. Pantes buat dicoba. 

Ingat, beda jenis kulit bisa beda hasil. Semoga reviewku membantu kalian ya. 
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Lanjut drama sakit gigi yuk. Pada blogpost lalu, sudah aku ceritain ya riwayat sakit gigiku sejak kecil. Nah, sekarang aku ceritain kronologis sakit gigiku ketika sudah punya anak.


SAKIT GIGI KE DUA


Setelah mendapatkan kejelasan dari Obgyn soal pengeroposan tulang yang bisa berakibat gigi ikutan keropos, sebenernya dalam hati pengen segera nyelesaiin satu per satu masalah gigi. Cuma waktu itu mikir, Alya mau dititipin siapa. Soalnya setahuku, ngurus gigi enggak cuma sejam dua jam. Bahkan bisa berjam-jam, include pendaftaran, dan ambil obat. Jadi ya, lagi-lagi ngurus gigi sekadar wacana.

FYI, gigi yang keropos waktu aku menyusui itu ada sekitar 3 buah. Yang paling jelas terlihat adalah gigi bawah kanan, letaknya agak depan. Terus yang ditambal, tambalannya sedikit demi sedikit hilang, dan menyebabkan keropos pelan-pelan. Gigi bungsu kiri dan depannya rasanya sudah tidak terselamatkan lagi. Parah deh kalau diinget-inget. Makanya, aku enggak jarang ngeluh sakit gigi terus. Dari mulai yang cuma nyut-nyutan, sampai yang ngilu sampai pusing tujuh keliling.

Terus, waktu Alya sudah mulai bisa diajak kompromi, yaitu sekitar 1 tahun, aku memberanikan diri ke Dokter Gigi. Alya aku boyong sekalian ke Puskesmas yang deket sama rumah. Sampai sana diperiksa. Yang pertama dinotice adalah yang gigi bungsu dan depannya yang hampir membusuk. Dokter Gigi Puskesmas bilang kalau giginya masih bisa diselametin dengan cara ditambal, tapi memang harus dirujuk ke RSUD. Setelahnya, aku diresepin paracetamol dan antibiotik buat beberapa hari ke depan.

Eh habis dari Puskesmas, Alya malah sakit Flu Singapura yang pertama kalinya. Di saat aku sibuk ngobatin sakit gigi, malah ketambahan ni anak rewelnya luar biasa. Sungguh nano nano rasanya. Jadi ya, aku sibuk sama pengobatan Alya. Dan bikin mikir dua kali kalau misal mau ngajak Alya ke Dokter Gigi lagi. So, bisa ditebak. Lagi-lagi aku menghentikan diri buat periksa ke Dokter Gigi, eh Puskesmas ding.

Kenapa enggak ke Dokter Spesialist Gigi langsung? Simply karena mikir biaya. Waktu itu duit tuh kayak sekedar cukup buat makan dan hidup sehari-hari. Belum bisa nyisihin dana buat lain-lain. Masih susah lah istilahnya. Seakan enggak ada pilihan lain, ya bisa nya cuma ke Puskesmas, sudah paling murah. Belum kepikiran BPJS, karena mikir ribetnya sudah ngeper duluan.

Untungnya, rasa ngilu di gigi sudah enggak seperti yang sudah-sudah. Kalaupun sakit, aku beli obat sakit gigi asam mefenamat dan konsultasi by phone dengan saudara ipar suami yang kebetulan juga Dokter Gigi. Aselik, rasanya dilema sih, mau periksa gigi. Bukan karena takut bor, suntik, atau tang buat nyabut, tapi takut ninggal Alya lama dan takut totalannya berapa hahaha.

via GIPHY

SAKIT GIGI KETIGA KALINYA


Hingga Alya sudah beranjak 3 tahun, aku malah sudah enggak ngeh ke Dokter Gigi. Walaupun jujur, bagian gigi yang keropos itu nusuk-nusuk dinding mulut bagian dalam, dan sering bikin sariawan. Buat ngunyah juga tambah enggak enak. Tapi ya gitu, sudah kadung males ribet. Wong perawatan gigi kudu meluangkan ekstra waktu dan tenaga kan ya.

Lalu gimana bisa sampai mau perawatan gigi?

Terkutuklah suatu hari di mana tahun 2018 dan waktu itu sedang awal-awal puasa. Kerjaan banyak, dan deadline numpuk. Beneran, enggak cuma satu program dua program televisi yang dipegang, tapi juga skenario film untuk festival. Saat sedang asik mengerjakan dan pengen produktif walaupun ramadan, eh, sakit gigi itu datang!

Kali ini maha dahsyat dan ngalor ngidul puyengnya. Sumpah, enggak bisa mikir. Kalau boleh sambat, ini yang paling parah. Aku sampai enggak bisa berkutik lagi, dan langsung memutuskan: gimana caranya kudu dituntasin. Aku enggak mau lagi sakit-sakitan terus soal gigi.

Suamipun mendukung dan siaga nganterin aku kemana-mana. Plus, di waktu itu Alya juga sudah bisa ditinggal kemana-mana. Aku langsung ngajak Suami ke Dokter Gigi langganan mama. Sudah ribet banget deh pokoknya. Nyari ke Rumah Sakit Islam kok Dokter Giginya kebetulan enggak praktek. Mau lari ke RSUD kok sudah kesiangan. Lantas akhirnya ditelponin Mama sama yang namanya Dokter Akbar.

Dokter Akbar ini praktek di sebuah Klinik Umum, dan melayani faskes BPJS. Nah, aku inget, faskesku sebenernya di tempat praktek Dokter Akbar ini. Tapi sayang, faskesku nunggak beberapa bulan lamanya, karena aku mikir, kan enggak dipakai (nah kan sotoy). Sejak aku bikin, aku cuma pakai sekali doang, itupun buat periksa telinga. Setelah itu blas enggak kepakai. Karena enggak dibayar, jadinya ya enggak bisa kepakai.

Di sini aku sudah pede pakai duit pribadi saja enggak apa-apa deh. Yang penting lekas ditangani. Bayar berapa sih, ciye, sudah punya duit ceritanya. Tapi setelah aku periksa ke Dokter Akbar, beliau malah nanya "Mbak punya BPJS?" Aku kaget dong, dikira enggak punya duit apa gimana ya kan. Terus aku jawab "Punya dok, tapi nunggak. Belum saya bayar lagi". Tahu enggak Dokternya jawab apa: "Diurus saja mbak. PR gigi mbak banyak. Nanti kalau sudah diurus ketemu saya lagi. Ini butuh dioperasi di RSUD, karena di sini enggak ada alatnya".

DUNGJREEENG. Sudah ready to the max, malah diresepin obat lagi. Kupikir langsung dicabut apa gimana gitu ya kan. Ealah, cobaan apa lagi ini. Ya wes, aku langsung ngurus BPJS sekalian bikin punya Suami dan Alya.

via GIPHY

NGURUS GIGI PAKAI BPJS


Kamu pikir drama akan berakhir sampai di sini? Wah, kalian salah besar. Justru di sini lah babak baru dimulai. 

Kalau ada yang bilang prosedur BPJS itu ribet, aku iyain. Karena kenyataannya memang begitu. Kita harus melalui faskes 1, baru misal tidak bisa ditangani, akan dirujuk ke Rumah Sakit. 

Aku ngurus BPJS yang nunggak dulu deh ceritanya. Aku sempet minta bantuan sama tetangga yang kebetulan kerja di BPJS. Tanya-tanya gimana cara aktifinnya lagi, dan prosedur pembuatan yang baru. Disitu data-dataku sudah diminta. Hanya saja, kudu nunggu nomornya keluar baru bisa bayar. Ya sudah, kami nunggu gitu.

Seperti biasa lah ya, bikin seperti ini enggak cuma sehari dua hari. Ada wae yang bikin lupa dan ribet. Yang males ke BPJS pusat lah, yang atur kerjaan lah, sampai tarik ulur mau bikin BPJS atau asuransi swasta saja sekalian? Kezel euy kalau denger kasus orang yang dinomorduakan ketika pakai BPJS.

Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya kami memutuskan BPJS saja! Buat kami, polisnya sangat terjangkau, dan... mikirnya di Magelang sudah oke kok pelayanannya. Nah, tahun lalu setelah pulang dari pangkalan bun, kami segera ngurus BPJS. 

Mungkin karena kesalahan komunikasi atau gimana aku enggak ngerti, tetanggaku ini enggak segera ngasih nomor BPJS kami. Terus aku dengan sotoynya, langsung cek nomor BPJSku sendiri via web. Ternyata di sana, Suami dan Alya sudah terdaftar juga. Ada rinciannya harus bayar berapa.

Wah ya langsung aku bayar lewat Tokopedia, dan langsung aktif lagi. Sedangkan punya Alya dan Suami, kartunya baru dikirim sesudah pembayaran. Katanya, bisa sih lewat aplikasi online, tapi aku enggak tahu caranya. Aku prefer nanya langsung ke petugasnya biar clear, ya walaupun beberapa petugas tampak tidak ramah karena mungkin kecapekan, tapi it's okay lah. Asal masih wajar. Enggak wajar, ada kolom aduan. Ya kan?

Sekarang balik lagi soal gigi. Sayangnya, Faskes 1 yang tadinya terdaftar di Klinik Dokter Akbar, berganti jadi ke Faskes Puskesmas Jurang Ombo. Aku inget, ternyata karena kami bilang ke tetangga, kalau kami pengen Faskes yang deket, terjangkau, dan bagus. Lalu direkomendasikan Jurang Ombo. Dan saat itu pulalah, sudah didaftarkan dan dipilihkan.

Yang jadi masalah adalah, aku kan mau ketemu Dokter Akbar nih, lha gimana ceritanya kalau Faskesku saja beda dari sebelumnya? Mau ngurus, ternyata kok kudu nyoba Faskes yang dituju selama 3 bulan dulu, baru bisa pindah. Kalau enggak diurus, berarti mulai dari awal lagi dong. Huh, yawes lah, mari kita jalani saja yang ada: segera ke Faskes I Jurang Ombo.

Eits, tapi di blogpost selanjutnya lagi ya, biar lebih seru dan petain ceritanya lebih enak. Akan ada banyak drama yang bikin kita semua "eh..eh..kok gitu sih?" hahaha. Semoga kalian betah nungguin ceritaku yang ditulis dengan menggebu-gebu. 

Sampai jumpa!
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Kalau disuruh milih antara sakit gigi atau sakit hati, saat ini mungkin aku bakalan milih sakit hati saja deh. Soalnya sependek pengalaman ngurusin hati, paling juga enggak lama, dan cenderung cepet move on lagi. Sedangkan sakit gigi? Demi Tuhan, ini tuh kayak mimpi buruk jangka panjang. Dari mulai yang geluntungan enggak bisa ngapa-ngapain, proses ngurus pencabutan gigi yang ribet, sampai deg-deg-an duitnya habis berapa.

Maka aku enggak heran, kalau temen-temen yang ngikutin IG story-ku pasti ikutan gemas. Gimana enggak? Ngurus gigi kok bisa tahunan sendiri. Nah, kesabaran itu finally membuahkan hasil, dan aku sudah cukup pede buat sharing sama kalian di blogpost kali ini. Dramanya cukup panjang dan berjilid. Semoga kalian enggak bosan ya! 


CASE


Sebelum aku cerita panjang lebar soal drama sakit gigi, aku jelasin dulu kondisi gigiku kenapa bisa sesering itu sakit gigi. Jadi begini, struktur gigiku sejak dulu memang sudah berantakan. Hal ini konon disebabkan karena waktu kecil aku ngedot sampai umur 4 tahunan. Terus, gigi depanku geripis, hitam-hitam gitu. Celakanya orang tuaku tuh enggak melek Dokter Gigi. Mungkin sibuk? Atau cuek? Atau mikir enggak penting? Atau mikir kalau struktur gigi itu takdir? Meneketehe.

Jangankan 6 bulan sekali ke Dokter Gigi, kalau dihitung total paling seumur hidup baru belasan kali. Yang jelas, kalau gigi susu yang sudah keropos enggak segera ditangani, jadinya gigi permanen yang  bakal tumbuh bakalan nabrak gigi susu keropos dan bisa bikin gigi berantakan enggak kira-kira. First thing first, perawatan gigiku dari kecil memang sudah salah duluan.

Kondisi gigi depanku besar-besar, gigi kelinci kalau orang bilang, dan bikin mblesek gigi di samping kanan kirinya. Terus ketambahan pula gigiku ada gingsulnya. Awalnya bagimana sampai bisa kayak gini? Di atas sudah aku bilang ya, perawatan gigi itu memang sudah seharusnya sejak gigi susu. Jadi karena gigi susuku yang paling geripis kan yang atas depan, kalau enggak salah inget, gigi permanen atas inilah yang lantas pertama kali tumbuh. Kaget juga karena lama-lama strukturnya makin berantakan.

Nah, ngelihat struktur gigiku yang berantakan, Mama lalu ngajak ke Dokter Gigi. Aslinya aku manut kok, enggak nolak sama sekali. Aku malah pengen banget punya struktur gigi yang rapi. Sampai Dokter Gigi, aku diperiksa dan dibersihin bagian yang keropos. Aku lupa yang bagian mana, tapi, gimanapun juga, sudah terlambat sekali menanganinya kalau mau rapih. Mau rapih ya tetep kudu behel. Cuma ya gitu, zaman aku kecil belum ngetren behel model cakep-cakep kayak sekarang ini. Mau kray meratapi salah zaman boleh enggak hahaha.

via GIPHY

Seperti yang kita tahu, SEHARUSNYA ke Dokter Gigi enggak boleh cuma sekali dua kali, ya kan. Gigi harus terus dirawat dan dicek-cek-in. Ada yang keropos enggak, ada yang rusak enggak, biar segera ditanganin.

Nah, pas SD itu ada kelanjutannya kok. Cuma ya habis itu sudah, enggak dirutinin terus tiap 6 bulannya. Mungkin anggapan Mama Papa, begitu enggak sakit gigi, kelar urusan, hahaha.

Kedua kali datang ke Dokter Gigi, seingetku untuk dibersihin karang giginya. Oh damn, i miss that part. Karena habis dibersihin karangnya, gigiku yang menguning memudar dan terlihat lebih bersih. But, sayangnya setelah itu, enggak pernah ke Dokter Gigi lagi sampai aku kuliah.

Oh iya, karena kondisi gigiku yang jadi enggak rapih gini, aku sebenernya mengalami kendala besar, yaitu pasti selalu ada makanan terselip ketika makan. Sikat gigi sudah 2 kali, plus kumur-kumur tiap habis makan, tapi mungkin enggak sebersih yang aku kira. Jadi gigiku termasuk sering menguning dan makin berumur-makin terlihat karang giginya.

Memasuki SMP, sekitar tahun 2001, Mama bahkan sempet melontarkan mau behel gigiku. Aku sumringah dong, dan buru-buru minta Nenek buat nemenin ke Dokter Gigi. Kenapa enggak Papa? Kenapa enggak Mama? Jangan tanya, sudah kubilang, mereka sibuk, cuek, dan meneketehe. Wkwk.

Nenek kemudian mendatangi Dokter Gigi yang bertugas di dekat kantornya. Rasanya waktu itu sudah enggak sabar, sudah bayangin kalau gigiku dibehel pasti bakalan lebih cantik dan enak buat ngunyah. Ternyata sampai sana, Dokternya bilang kalau enggak bisa menangani kasus gigiku, entah kenapa. Belum nyerah, Nenek lalu nyari Dokter lagi. Dokter yang ini buka praktek di rumah. Apes. Lagi-lagi Dokter bilang enggak bisa. Salah apa sih gigiku ini sampai banyak Dokter yang enggak bisa nanganin?

Dan tampaknya sampai situ pula lah, Nenek menyerah dengan sendirinya. Maklum sih, tahun segitu di Magelang susah nyari Dokter Gigi. Boro-boro nyari Dokter Gigi yang bagus, wong yang biasa saja enggak nemuin jawaban pasti kok. Sekarang mah enak, tinggal browsing, pasang status via whatsapp dan langsung direply banyak orang, atau telepon RS online 24 jam. Lha dulu? Jangan harap informasi segampang kayak sekarang ini.

Oke, akhirnya semua itu tinggal wacana. Enggak ada kelanjutan nyari Dokter Gigi lagi sampai aku kuliah. Tapi, masalah gigiku kembali datang tanpa ancang-ancang. Kali ini lebih menyakitkan.

via GIPHY

SAKIT GIGI PERTAMA


Ceritanya waktu itu semester 5 an lah. Tiba-tiba nih, tiba-tiba banget. Kuping kananku sakitnya minta ampun. Dari kuping tembus ke kepala. Rasanya tuh gimana ya, kayak pusing tapi enggak bisa denger gitu lho. Aku sampai gulung-gulung sendirian di kamar, dan aku bawa tiduran. Aku sempet sms Papa sama Mama ngabarin kalau aku sakit telinga. Anehnya, kadang-kadang sakitnya hilang, tapi begitu kambuh, aku langsung enggak bisa ngapa-ngapain.

Keesokkan harinya, aku disuruh Papa untuk datang ke RS tapi jemput budhe dulu. Kebetulan di Jogja masih ada beberapa saudara, jadi kalau ada apa-apa, banyak yang nolong. Sama budhe kemudian dibawa ke UGD Bethesda. Naaah!!! Disitulah aku baru tahu bahwa penyebab sakit telingaku ini adalah karena gigi bungsu tumbuh. JENG JENG!!!

Aku kemudian diresepin paracetamol, antibiotik, dan beberapa obat lain. Kesemua obat itu dengan rajin aku minum, dan selama itu pula, sakit gigiku enggak kambuh. Otomatis dalam hati mikir, kalau gigiku sudah sembuh.

Dasar aku nya memang enggak care juga sih sama gigi. Kalau enggak sakit, enggak bakal deh jabanin Dokter Gigi. Jadi ya, aku pede-pede saja makan es batu dikrauk-krauk, banyak minum kopi, teh, lidi pedes (eh serius ini bisa bikin gigi bolong loh), sampai makan rendang yang bar bar. Aku enggak nyangka kalau habit yang buruk, bikin gigi permanen susah buat dipertahanin.

MULAI PERAWATAN


Setelah aku kerja dan punya duit sendiri, well, akhirnya pelan-pelan aku sadar diri kalau perawatan gigi itu perlu. Apalagi di umur 23 an tahun, gigi ku sudah banyak yang bolong. Makin enggak enak dong buat ngunyah makanan. So, aku sudah mulai rutin kenal Dokter Gigi, dari yang buat nambal gigi, sampai bersihin karang gigi. FYI, tambalan gigi yang kuat itu pakai metal. Hanya saja, warnanya hitam, jadinya jelek. Kalau yang putih cenderung gampang rusak dan enggak seawet yang metal. Masalah biaya? Cincai, aku sudah punya duit sendiri.

Tapi ya gitu, misal enggak sakit, kadang aku nunda-nunda ke Dokter Gigi. Baru, kalau sudah nyut-nyutan sampai pusing, langsung gerak dan dikasih obat. Begitu sembuh? Ya enggak diterusin sampai sakit lagi. Gitu terus ritmenya enggak berubah-berubah. Sakit gigi? Sudah lupa tuh.

via GIPHY

PENGEROPOSAN TULANG


Menjelang nikah, sudah lupa urusan gigi. Padahal gigi bungsu kiri bolong dan enggak kunjung ditambal lagi, sehingga menyebabkan keropos plus menjalar ke gigi depannya. Enggak sakit sih, cuma teteup, buat ngunyah rasanya aneh. Selalu saja ada makanan masuk ke gigi yang bolong.

Waktu berjalan hingga aku punya anak dan menyusui. Tiba-tiba, tanpa aku sadari ada gigi bagian bawahku kanan, letaknya agak depan, keropos langsung kayak habis makan sesuatu yang keras. Kaget dong. Wong tadinya baik-baik saja kok. Terus bungsu kiri tambah geripis. Ini level keroposnya sudah parah, warnanya sudah membusuk.

Aku sempet konsultasi sama Obgyn yang nanganin kelahiran Alya. Kata Obgynnya, gigi keropos ini kemungkinan karena pengapuran tulang. Kok bisa pengapuran tulang? Iya, orang hamil dan menyusui, kalsiumnya makin berkurang, dan bisa menyebabkan gigi keropos. Jujur saja, yang aku pikirkan saat itu, misal aku ke Dokter Gigi, aku kudu siap duit, dan siap ninggal Alya dalam waktu yang lama.

Jadi, lagi-lagi aku cuma bertahan dengan gigi yang keropos dalam jangka waktu yang lama. Hingga kira-kira kelar menyusui, baru terasa lagi. Yang ini sakitnya juga bukan main. Hampir sama kayak yang pas kuliah dulu, bedanya, sekarang sudah punya anak. Dulu mah geluntungan bebas kapan wae, dan selama apa. Kalau punya anak? Rempongnya lebih aduhai.

Mau tahu cerita selanjutnya? Next aku ceritain, kalau ternyata gigi bungsuku posisinya tidur, dan bikin depannya bolong karena posisinya nabrak. Tapi. aku akan menulisnya di blogpost terpisah part 2 ya, biar enggak kepanjangan. Semoga kalian sabar menanti. :)
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Age is just a number.

Aku meyakini kok. Tapi masalahnya, dalam hal apa dulu nih? Kalau soal kerutan di bawah mata, jelas ada perbedaan mencolok dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Kondisi kulit sudah-agak-enggak berminyak, malah kemudian timbul beberapa spot yang kering dan menunjukkan gejala dehidrasi.  Kalau enggak ditolong sama rangkaian skincare, paling juga makin kelihatan.

Kemudian faktor tenaga. Dulu nih ya, puasa pas kerja, rasanya ya biasa-biasa saja tuh. Syuting di bawah terik sinar matahari, kerongkongan kering, dan banyak temen di sekitar yang enggak puasa, aku sama sekali enggak ada masalah. Wong namanya sudah niat ingsung kok. Nyaris enggak pernah batal. Kalau pun batal gara-gara sakit doang.

Terus bedanya sama sekarang? Sekarang juga enggak masalah sih kalau ada yang enggak puasa. Nyuapin Alya juga enggak ada masalah. Cuma, kalau disuruh syuting panas-panas, dan banyak kegiatan, wah ya monmaap, lemes pastinya.

Intinya, aku percaya age is just a number, tapi aku enggak memungkiri fisikku sudah enggak kayak dulu lagi. Hallo, saya Yosa Irfiana, walaupun orang nganggep aku langsing dan awet muda, aslinya sudah kendor dimana-mana.


Bulan ini aku sudah 32 tahun. Kaget enggak? Kaget dong hahaha. Padahal dari dulu aku sama sekali enggak pernah nutupin umurku berapa. Yang ada aku malah seneng ketika orang-orang pada bilang "What? Kamu 32?" Hal itu semacam reward karena berhasil me-muda-kan diriku sendiri. Enggak sia-sia dong ya, beli skincare seabreg, rajin olah raga, dan menebarkan aura positif dengan senyuman memesona. Ea, lama-lama nglunjak.

Aku juga enggak pernah malu buat belajar dan bertanya. Umur 32 bukan menjadikanku seseorang yang harus dijunjung tinggi karena pengalaman. Justru aku malah takut, karena yang muda-muda sekarang ini pada lebih hebat dan berani ketimbang zamanku dulu. Aku enggak mau kalah dan harus terbuka dengan teknologi.

Dengan cara apa? Mengikuti tren. Ya monggo sih, kalau ada yang berpendapat bahwa tren tidak harus diikuti, dan berpikir bahwa gimanapun yang lawas tetap nomor satu. Kalau menurutku sendiri, kita harus punya porsinya masing-masing. Teknologi cenderung bisa memudahkan kita melakukan sesuatu, tapi misalnya kita punya kesenangan kayak main tanah, main lumpur, sampai pegang kamera manual, ya sudah lakukan saja. Enggak bisa dong, kita nyamain zaman sekarang sama zaman kita dulu. Memangnya kita mau dibandingin juga sama zaman pra sejarah? Kan enggak. Semua berkembang, semua punya zamannya.

Umur 32 makin menjadikanku sosok yang dewasa. Kalau kalian tahu, mungkin sejak brojol aku dinobatkan sebagai orang yang paling keras kepala. Disenggol dikit ngegas. Ada yang beda pendapat, enggak terima. Sekarang aku lebih legowo. Lagi antri makanan tiba-tiba diserobot saja cuma bisa ngelus dada hahaha. Enggak mau ribut sebetulnya, sayang tenaga. 

Karena pernah juga tuh, waktu beli jajan pasar, yang jual plin plan soal harga. Ketika bayar ternyata lebihnya enggak kira-kira. Terus begitu diprotes, malah nyolot. Jadilah berantem dan dilihatin orang pasar. Dapet kembalian? Enggak. Dapet untung? Enggak juga. Malu? Iya. 

Umur 32 juga bikin aku makin sadar kalau masih banyak yang harus dikejar. Sekolah Alya misalnya. Kepikiran banget nget, cari sekolah yang bagus sampai di lulus kuliah. Maklum, pengalamanku sejak SD sampai kuliah banyak pahitnya. Bahkan masih kecewa karena belum bisa S2. Satu-satunya yang bisa menolong dan ngademin hati ya kecerdasan Alya. Kalau dia tumbuh sebagai anak yang bermanfaat bagi banyak orang, semua kekecewaan masa mudaku tertutup sudah.

Ini anaknya sudah mau TK. Tahun ini aku pindah ke sekolah yang lebih kompetitif, biar anaknya ikutan semangat. Terus aku juga harus nabung buat biaya SD nya nanti. Enggak bisa cuma gini-gini doang ya kan ternyata. Harus gerak cepat, walaupun badan gampang remek karena enggak lagi muda.

Terus abis itu mikir, dulu waktu masih muda ngapain saja sih isinya? Makan nonton foya-foya doang? Padahal kalau dipikir-pikir, almost 24 hours per day, sekarang aku super padet jadwalnya loh. Semacam enggak ada waktu buat leha-leha. Kenapa dulu bisa sebegitu santaynya yaaa. Misalpun ada waktu luang, paling enggak kan bisa diisi kegiatan produktif dan bermanfaat. Biar tuanya nanti tinggal ngelanjutin perjuangan. Damn, aku terlambat juga ya haha.

Terus nabung. Lagi-lagi zaman muda kenapa susah nabungnya. Uang 3 juta buat sendiri kayak kurang mulu? Mmm, gaya hidup memang enggak ada habisnya ya! Sekarang malah bisa hemat sama nabung. Semua post pengeluaran bener-bener direncanakan matang. 

Umur 32 akhirnya bisa bikin aku mikir lebih jauh lagi. Wah enggak bisa nih, kita cuma lempeng kayak gini. Target tahun depan harus sudah punya bisnis kecil-kecilan. Lagi direncanain kok, pelan-pelan. Sudah bosen tauk, nungguin invoice yang enggak tentu. Dan nungguin project kapan dealnya. Menunggu terus kapan action ya kan! Makanya, paling enggak kalau aku punya bisnis dan jalan, sudah bisa buat pegangan. Misal mau bikin film, harus berani patungan. Kalau nunggu ada proposal tembus biar ada kucuran dana mah, iya kalau tembus? Kalau enggak? Naskah nanggrok enggak kunjung eksekusi. Sayang loh! Kita ka butuh berkarya.

Aku cuma kadang takut sih. Kalau enggak dikejar sekarang kapan lagi. Kan umur manusia siapa yang tahu. But, finally i understand, bahwa makin banyak umur, harusnya makin bisa menghargai waktu. Aku enggak mungkin punya sikap seperti ini di umur 20 tahunan lalu. Ada banyak hal dan pengalaman yang bikin aku enggak keras kepala lagi. Aku lebih suka damai dan berbaik hati. Dunia ini masih harus berputar sayang. Yang kita perlukan cuma memperbaiki diri, always and always.

Age is not just a number. Age is an issue of mind over matter.
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Enggak kerasa ya kita ketemu ramadan lagi. Alhamdulillah, seneng banget, dikasih umur panjang sama Allah. Yang artinya, masih  diberi kesehatan berlimpah untuk nyelesaiin banyak PR yang belum tercapai. Beneran deh, hidup tuh terasa singkat kalau sudah dijalani, apalagi yang sudah punya rutinitas harian, dan terus berjuang demi hidup yang lebih baik. Yes, here i am, masih di sini dengan segudang gundah gulana dan kok ya ada saja kebutuhan dadakan. Ya khaaan???


Terhitung sejak menikah di tahun 2015, lebaran kami selang seling. Misal tahun 2015 kami ke Pangkalan Bun, nanti tahun 2016 kami ke Magelang, dan seterusnya. Buat kami, enggak semudah itu mudik, beli tiket, dan ngepasin jadwal selama apa. Apalagi mendekati hari H, tiket PP makin mahal cuy. Bertiga kerasa juga.

Masalah kedua adalah kami itu kerjanya freelance. Betul, kerjaan bisa dibawa kemana-mana. Tapi masalahnya, kalau lantas jadi enggak bisa ngapa-ngapain? Ya otomatis enggak ada masukan. Realitanya gitu. Tiap mudik kayak enggak ada waktu buat duduk di depan laptop secara cuma-cuma. Mentok aku ngeblog deh. Itupun malam hari, karena kalau siang hari pasti keliling jalan-jalan.

Kebiasaan orang tuaku sama mertua berbeda. Enaknya kalau ikutan Suami mudik, di Kalimantan pasti puas kuliner dan wisata. Yang sambil nganter Mertua ke temennya lah, sengaja ke pantai lah, ke luar kota lah. Bikin kangen sebetulnya. Cuma ya kalau enggak direncana, wah duit bisa terhambur lupa kemana perginya.

Sedangkan kalau di Magelang, kami cenderung lebih bebas karena bertiga. Bebas mah, ke tempat Papa atau Mama kapan saja, toh mereka enggak masalah. Terus karena tiap hari tinggal di Magelang, ya gimana ya, mau wisata tapi kok kayak sudah ke sana semua. Tiap lebaran di Magelang, minusnya kami bakal jarang wisata. Tapi point plusnya, kami irit yang sebenar-benarnya.

Oh iya lupa. Jangan salah, meskipun mudiknya boleh dikatakan ke Kalimantan, tapi sudah 4 tahun berjalan, misal tetap stay di Magelang, kami tetap lebaran sama-sama. Iya, mertua dan adek-adek ipar semua kompak ke Magelang. Ya begitulah, sudah kubilang, kebiasaan kami tuh berbeda. Aku ke Kalimantan, mama papa ku yang enggak ngoyo ikutan.

Kebiasaan keluarga Suami berkumpul memang sudah sejak lama. Maklum juga sih, karena mereka perantauan semua. Moment lebaran sering dijadikan moment kumpul bersama. Mbuh gimana caranya, diusahakan semua jadi satu kota. Nah, yang gini-gini nih, kita harus ekstra ngumpulin uang buat acara liburan bareng. 

Kalau di keluargaku sendiri, karena kebanyakan ada di Magelang, jadi ya lempeng. Yang luar kota paling cuma beberapa. Itu pun juga enggak tiap tahun bisa kumpul bersama. Ya gimana sih, masing-masing sudah ada keluarga sendiri. Pastinya punya prioritas berbeda.

And yes, tahun ini yang paling berbeda dari yang sebelumnya. Kami enggak mudik, plus Mertua enggak datang ke Magelang. Hiya hiyaaa...

Alasan kami enggak mudik cukup masuk akal kok. Tahun ini Alya masuk TK. Uang pangkalnya sudah lumayan, belum bulanan. Sudah aku sisihkan selama berbulan-bulan. Enggak adil rasanya kalau kepakai cuma gara-gara sibuk lebaran.

Kedua, uang tiket ke Pangkalan Bun memang ada yang promo. Tapi baliknya via Semarang? Wah bisa berkali-kali lipas sist. Masa' bisa ke sana tapi enggak bisa pulang? Kerjaan bagaimanaaa????

Ketiga, aku ada kerjaan kejar tayang. Plus habis lebaran persis mau garap project film pendek. Ini enggak bisa diganggu gugat juga demi karir dan penghasilan. Wkwkw.

Esensi lebaran buat kami sebenernya enggak cuma bisa ketemuan, ngobrol, pamer baju baru, makan, dan maaf-maafan. Yakin deh, itu semua bisa dilakukan kapan saja kok. Toh ada teknologi canggih bernama video call dan tahun ini kami juga ke Pangkalan Bun. Kecuali Pangkalan Bun tuh deket doang mah kami jabanin. Lha ini jauh dan butuh banyak biaya.

Menurut kami, mudik ya dilihat kondisinya. Jangan memaksa. Apalagi lagi banyak kebutuhan macam kami gini. Kami pun masih berjuang, belum semudah itu beli tiket pulang-pergi. Eh kok jadi sewot, haha.

Ya sudah, tulisan ini memang aku buat diriku sendiri. Chill! Ngadem-ademin hati lah, soalnya belum bisa mudik lebaran tahun ini. Aku yakin kok, manusia bisa berencana, tapi Allah yang menentukan. Pasti Allah sudah punya cara dan pilihan terbaik bagi kami. Mungkin enggak sekarang, tapi semoga lekas datang.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Baru keingetan, tiap menjelang ramadan, Mama pasti ngajakin wisata bareng yang deket-deket. Mungkin maksudnya, mumpung belum puasa, puas-puasin jalan seharian, sekalian kulineran. Tahun lalu, kami sama-sama ke highland, tepatnya di daerah Tempuran, Magelang. Tapi sayangnya masih dibangun dan belum representatif, jadi mau aku tulis sebagai konten blog juga nanggung. 

Nah, kemarin tuh, bertepatan dengan adekku pulang, memang niat mau jalan-jalan keliling Magelang. Awalnya kami mau ke Ketep Pass, cuma ya kok sudah sering kesana. Terus adekku yang terakhir browsing dan nemu wisata Mangli, Silancur, yang berada di daerah Kaliangkrik, Magelang.

Seperti biasa, enggak pakai kebanyakan komplain dan ngotot-ngototan mau kemana, kami mah hayuk saja!


Seperti yang kita tahu, sudah lama Magelang menjadi daya tarik wisata, baik wisatawan domestik maupun asing. Apalagi kalau keingetan film AADC 2 yang mengambil lokasi Gereja Ayam. Wah rasanya sekarang makin tumplek blek orang-orang berpiknik ria ke Borobudur dan sekitarnya.

Padahal FYI saja, wisata di Magelang itu buanyak banget. Dari yang wisata budaya, wisata alam, sampai wisata kuliner. Contohnya ya di daerah Mangli ini. 

Mangli sendiri adalah nama salah satu desa di Kaliangkrik, yang berada di kaki Gunung Sumbing. Kalau dari Magelang, kira-kira bisa ditempuh dalam jarak waktu 40 menit normal. Aku kemarin lewat Gedung Bakorwil, lalu ambil jalan ke arah Bandongan. Naik terus, sampai Kaliangkrik, baru ke arah Mangli.

Kendaraan umum rasanya cuma sampai di Pasar Kaliangkrik deh, dan setahuku, orang-orang sini misal mau lanjut ke tempat tujuan, pakainya ojek. Makanya, kalau kalian mau ke sini, paling rekomendasi ya pakai kendaraan pribadi, atau sewa.


Setelah menyusuri jalan kecil, berkelok, nanjak, plus setiran adekku yang bombastis bikin sakit perut, akhirnya kami sampai juga. Beneran deh, besok kalau kalian ke sini, paling enggak pastikan sopir nyetirnya enak. Penting soalnya, ketimbang mabuk darat ya kan.

Kami tiba jam 10 an. Begitu turun dari mobil, kabut tebal dan anginnya kencang, mana Alya nih malah ngeyel enggak mau dipakein celana panjang. Meanwhile, sempet mikir, gimana mau foto-foto ya kalau warnanya abu-abu semua? Tapi untungnya, ketika memasuki Silancur, kabutnya sempet hilang. 

Mobil kami parkir di sebuah tempat, yang kayaknya ke depannya bakal jadi rumah makan. Untuk ke Silancur, kami diharuskan turun, melewati jalan setapak berbatu. Kalau kalian bawa motor, jalanan masih bisa dilalui, tapi awas ya, karena kelihatannya licin. Aku sempet lihat beberapa perempuan yang pakai motor ke sini hampir terjatuh, mungkin saking susahnya.

Untuk jalan kaki sendiri, enggak terlalu jauh kok. Cuma sekitar 100 meter saja. Cuma ya naik turun. Bonus di kanan kiri jalan ada perkebunan labu kombucha, daun bawang, dan sawi. Wih, asik kan!


Sampai di pondok rumah makan, kita wajib bayar Rp 5000 per orang. Termasuk murah lho! Di situ bisa pesan makanan standart tempat wisata, kayak kopi sachet, teh, dan mie instan. Terus enaknya lagi, kopi bisa dianter sampai atas! Cucok buat orang yang narsismenya enggak ketulungan kayak aku haha.

Oh iya, Suamiku nyelutuk ke tukang jualnya "Mas, ada kopi asli enggak di sini?" Maklumlah, dia memang pecinta kopi. Enggak mempan kalau kopi sachetan. Dijawab sama Masnya gini "Nanti mas, setelah lebaran baru dateng"

Wow ternyata juga ada kopi tubruk yang bisa kita nikmati. Mungkin kopinya asli pegunungan sini kali ya (sotoy). 


Setelah pesen kopi, kami lalu naik atas, lewat anak tangga. Mamaku yang berumur hampir 60 tahun masih sanggup sih naik tanpa ngos-ngosan. Alya pun sama. Naik sendiri tanpa digandeng. Jadi kesimpulannya, jalan naik ke atas, masih cincay buat kita-kita.


Sampai di atas, takjub banget, karena pemandangannya baguuus! Kota Magelang terlihat jelas. Apalagi kalau kabutnya enggak tebel. Pantesan, orang-orang pada nyari Sunrise. Pastinya kalau pagi bakal kelihatan lebih cakep.

Enggak usah capek-capek subuh buta ke sini, karena Silancur menyediakan homestay dan area camping buat kalian yang pengen ngelihat sunrise. Tapi monmaap, aku lupa tanya rate per malamnya hehe.



Yang jadi perhatian ketika aku di sini, terletak pada kamar mandinya. Gimana ya, selama aku menjelajah wisata alam, aku jarang menemukan kamar mandi yang bersih. Nah, di Silancur beda banget! Kamar mandinya ada 4 which is ini termasuk banyak ya ketimbang wisata lain, terus bersih  dan wangi pula! Bonus, air yang dingin, sedingin udaranya. Love!


Aku enggak bisa berlama-lama di atas, karena tiba-tiba Alya ngak ngek minta makan. Mana snack di mobil semua. Hadeh, mau bolak-balik kok capek. Ya sudah, kami turun ke warung saja bertiga. Mama sama adek-adek masih di atas, foto-fotoan.


Aku pesen indomie telur rebus, buat ganjel doang sih. Eh ternyata bener, baru beberapa suap, anaknya sudah ngantuk. Yo wes, sambil posisi dipangku gitu, anaknya langsung tidur, enggak pakai lama.

Oh iya, karena pas ke sana tuh kemarin hari jum'at, jadi yang cowok-cowok musti sholat jamaah. Orang-orang di sini baik semua. Kami dipinjemin motor buat ke masjid, yang letaknya ada di kampung bawah. Sekitar 3 menitan lah, deket kok. Cuma kalau jalan ya gempor.

Waktu aku nungguin Suami dan adekku jumatan, aku sempet ngobrol sebentar sama Mbaknya yang jaga warung. Silancur ini dikelola oleh perorangan. Sebuah keluarga gitu. Karena melihat kawasannya bagus dan berpotensi, lalu dikembangkan sebagai tempat wisata. Dan herannya, Silancur sudah ada sejak 2017 an lalu. 

Hayoloh, aku kemana saja ya kan? 


Kami nunggu sekitar 1 jam, lumayan buat waktu tidurnya Alya juga. Terus disela-sela nunggu, Mama pesen rerumputan dong sama orang sini. Tanamannya memang bagus-bagus, tinggal pilih ke orangnya, langsung dicariin. Mama kasih uang Rp 20.000 kalau enggak salah, dan itu sudah dapet buanyak! 

Misal kalian pengen kombucha, daun bawang, atau tanaman lain, coba deh, jangan malu buat bertanya dan pesan ke orang sini. Karena pasti dicariin, dan harganya jauh lebih murah.


Aku cuma bisa ambil foto beberapa spot yang menurutku unik. Masih ada sebenernya kayak bunga-bunga, dan spot lain yang ciamik. Cuma sayangnya, aku rempong euy. Mana kami masih harus cus jalan ke wisata selanjutnya. Jadi ya, mohon maaf, cuma ini yang bisa aku abadikan. Enggak apa-apa ya wkwk.



Buat kalian yang tertarik ke sini, bisa lihat mapnya di sini. Sudah GPS friendly, walaupun sinyal muter-muter kadang ada kadang enggak. 

Sebagai saran, misal kalian mau ke sini, jangan lupa bawa jaket dan cari waktu yang pas, kayak pagi sekalian, atau pas sore sekalian. Enggak perlu takut, jalan desa sudah bagus. Kanan kiri juga kampung, bukan yang sepi-sepi amat lah.

Terus kalau bawa anak kecil, usahakan sudah dipakein celana panjang dari rumah. Alya sih sudah terbiasa dingin, tapi kemarin dia lari-larian di tangga terus jatuh dan lebam. Hiks, nyesel kenapa enggak dipakein legging kayak biasanya.

Bawa orang tua juga bisa. Asal masih kuat jalan lho ya. Kalau enggak, cukup tunggu di tempat parkir tadi, yang aku bilang, bakalan jadi rumah makan itu. Di sana pemandangannya juga lumayan bagus kalau cuma buat refreshing.

Mmm apa lagi ya? Ya sudah buruan rencanain ke Silancur, tunggu apa lagi?
Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar
Newer Posts
Older Posts

HELLO!


I'm Yosa Irfiana. A scriptwriter lived in Magelang. Blog is where i play and share. Click here to know about me.

FIND ME HERE

  • Instagram
  • Twitter
  • Facebook
  • Google Plus

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  January 2023 (1)
  • ►  2022 (14)
    • ►  December 2022 (1)
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  August 2022 (2)
    • ►  July 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  March 2022 (2)
    • ►  February 2022 (3)
    • ►  January 2022 (1)
  • ►  2021 (60)
    • ►  December 2021 (1)
    • ►  November 2021 (3)
    • ►  October 2021 (3)
    • ►  August 2021 (3)
    • ►  July 2021 (2)
    • ►  June 2021 (3)
    • ►  May 2021 (15)
    • ►  April 2021 (21)
    • ►  March 2021 (2)
    • ►  February 2021 (2)
    • ►  January 2021 (5)
  • ►  2020 (44)
    • ►  December 2020 (5)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  October 2020 (4)
    • ►  September 2020 (5)
    • ►  August 2020 (3)
    • ►  July 2020 (7)
    • ►  June 2020 (6)
    • ►  May 2020 (1)
    • ►  April 2020 (4)
    • ►  March 2020 (2)
    • ►  February 2020 (3)
    • ►  January 2020 (2)
  • ▼  2019 (89)
    • ►  December 2019 (5)
    • ►  November 2019 (7)
    • ►  October 2019 (6)
    • ►  September 2019 (10)
    • ►  August 2019 (6)
    • ►  July 2019 (6)
    • ►  June 2019 (9)
    • ▼  May 2019 (9)
      • MASKERAN SEMINGGU PAKAI ARIUL 7 DAYS MASK
      • MEMPERBAIKI KULIT YANG DEHIDRASI - REVIEW WARDAH S...
      • REVIEW SAFI WHITE EXPERT - DEEP EXFOLIATOR
      • REVIEW MUSTIKA RATU ANTI POLLUTION - BAMBOO CHARCOAL
      • DRAMA SAKIT GIGI (PART II)
      • DRAMA SAKIT GIGI PART I
      • TIGA PULUH DUA
      • TIDAK MUDIK
      • YUK KE SILANCUR, MANGLI MAGELANG
    • ►  April 2019 (8)
    • ►  March 2019 (7)
    • ►  February 2019 (7)
    • ►  January 2019 (9)
  • ►  2018 (135)
    • ►  December 2018 (21)
    • ►  November 2018 (17)
    • ►  October 2018 (9)
    • ►  September 2018 (9)
    • ►  August 2018 (10)
    • ►  July 2018 (9)
    • ►  June 2018 (12)
    • ►  May 2018 (9)
    • ►  April 2018 (9)
    • ►  March 2018 (9)
    • ►  February 2018 (10)
    • ►  January 2018 (11)
  • ►  2017 (116)
    • ►  December 2017 (8)
    • ►  November 2017 (7)
    • ►  October 2017 (8)
    • ►  September 2017 (9)
    • ►  August 2017 (8)
    • ►  July 2017 (11)
    • ►  June 2017 (8)
    • ►  May 2017 (11)
    • ►  April 2017 (8)
    • ►  March 2017 (12)
    • ►  February 2017 (15)
    • ►  January 2017 (11)
  • ►  2010 (9)
    • ►  November 2010 (9)

CATEGORIES

  • HOME
  • BABBLING
  • BEAUTY
  • FREELANCERS THE SERIES
  • HOBBIES
  • LIFE
  • PARENTING
  • BPN 30 DAY BLOG CHALLENGE
  • BPN 30 DAY RAMADAN BLOG CHALLENGE 2021

BEAUTIESQUAD

BEAUTIESQUAD

BLOGGER PEREMPUAN

BLOGGER PEREMPUAN

EMAK2BLOGGER

EMAK2BLOGGER

Total Pageviews

Online

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose