YOSA IRFIANA

Powered by Blogger.
Barangkali era kejayaan lip cream dengan hasil matte sudah berlalu. Dibuktikan dengan banyaknya riasan bibir glossy maupun kembalinya lipstick klasik. Tapi kalau kamu bingung dan suka tampilan glossy sekaligus matte, tenang, ditengah-tengahnya ada yang namanya satin lipstick. Teksturnya lembut, hasilnya sedikit mengkilap, plus bisa juga dibikin matte. Tinggal diblot sama tissue ala-ala orang zaman dulu.

Ngomongin soal satin lipstick, aku berkesempatan nyobain series terbaru dari Fanbo Precious White, yang bekerjasama dengan Beautiesquad.  Seneng banget deh! Makanya, aku enggak sabar mau bagiin hasil review-ku ke kalian.


Brand yang lahir tahun 1903 ini tampaknya enggak pernah salah membidik pasar. Selain karena promosinya yang ciamik, kualitas produknya pun enggak perlu diragukan lagi. Hampir semua blogger kompak-cocok baik segi harga maupun varian yang ditawarkannya. Kayak pernah kan kapan hari aku review Fanbo Acne Solution? Nah, Fanbo tuh kayak punya pilihan jawaban buat kecantikan kita-kita. Mau set mekap yang ala anak muda, ADA. Mau mekap klasik, ADA. Mau skincare buat mencerahkan atau buat jerawat, ADA!

Dari dulu hingga kini, Fanbo bertahan dengan macam-macam inovasinya. Jadi, balik ke topik yuk!


Fanbo Ultra Satin Lipstick ini punya 8 varian warna. Waktu pertama kali melihat sekilas, aku sempet ragu dan mikir, "wah warnanya kok hampir samaan sih". Batinku, paling enggak kan dibedain sekalian nuansanya. Misal merah, ya jangan yang deket-deket lah. Apalagi bibirku agak susah menerima lipstick, sekali oles enggak bagus, jangan harap akan lebih baik diolesan kedua. Ini mungkin karena kondisi bibirku yang kering, gampang pecah-pecah, plus warna bibir agak hitam. Ya enggak salah siapa-siapa juga sih, cuma kan teteup ya, harus pinter-pinter milih produk yang cocok.

Hingga paketannya tiba, dan aku buka box-nya, ternyata, baiklah, warnanya cakep semua sodara-sodara! Namun aku masih enggak percaya sih kalau belum dicoba. Beneran, bayangin nge-swatch 8 warna saja aku mikir panjang kok. Seperti biasa, aku kondisikan bibir biar sehat dulu dengan scrub bibir plus memberinya sleeping mask sepanjang malam. Harapannya, biar selama sesi foto, enggak ada kasus bibirku pecah-pecah dan bikin lipstick susah merata.

Di kelas satin lipstick, harga Fanbo terbilang cukup terjangkau. Aku lihat di beberapa e-commerce, harganya sekitar Rp 40.000. Kalau yang doyan belanja langsung dan pengen nyobain, coba deh datang ke counternya. Karena waktu aku ke toko kosmetik, deretan Fanbo Ultra Satin Lipstick sudah nangkring dengan cantiknya.


PACKAGING


Kita bahas satu persatu dulu ya. Pertama, dari segi kemasan. Sudah dua kali dikirimin paketan fanbo, pengemasannya cukup rapi, ditambah dengan bubble wrap di kotak produknya. Hal ini tentu saja biar kualitas produknya terjaga, dan penting bagi kamu yang doyan belanja online.

Sementara itu pada packaging lipstick, desainnya feminine dengan nuansa putih dan pink. Kalau dipegang, produknya sangat ringan. Tapi inilah yang kadang jadi masalah, terutama buat orang pecicilan kayak aku gini wk.

Lipsticknya aman ketika sampai. Cuma, waktu sesi foto, enggak tahu karena keburu atau gimana, yang nomor 2 langsung patah dong. Kraaay. Padahal warnanya bagus loh, dan termasuk favorit. Terus aku pakeinnya dengan cara memakai kuas. Abis itu enggak berani lagi grusak grusuk dan lebih berhati-hati waktu buka warna lain.

Semua info ada di packaging, mulai dari nomor, tanggal expired, sampai nomor POM. Warna aslinya juga langsung bisa kalian lihat di bagian bawah kemasan.

Lainnya yang aku notice, kemasan lipsticknya kan ada plastik sealednya tuh, yang warnanya transparant. Tapi di plastiknya ada keterangan ingredientsnya, ya mana aku bisa lihat dong. Wong warnanya saja putih, terus tembus di kemasan lipstick warna putih susu. Nah, saran nih buat Fanbo. Misal mau dikasih keterangan ingredients di plastiknya, paling enggak tulisannya ada warna background yang kontras, biar kebaca. Sayang loh.


KLAIM


 Highly Pigmented = Kandungan Titanium dioxide yang berfungsi sebagai UV Filter sebagai dasar warna agar warna lebih keluar & tahan lama. 
 Vitamin E = Sebagai antioksidan dan menutrisi kulit bibir agar tetap halus, lembab, dan sehat 
 Soft focus effect = Dapat menutupi garis-garis di bibir sehingga tampilan bibir terlihat halus 
 Long wearing = Mampu bertahan hingga 6 jam 
 UV Protection = Menjaga bibir agar tidak menjadi gelap jika digunakan sehari-hari

TEKSTUR & SCENT


Fanbo Ultra Satin Lipstick punya tekstur yang lembap. Enak dipakai dan enggak bikin bibir aku kering. Aku enggak bohong loh ini. Bibirku yang sensitif enggak menunjukkan tanda kering dan pecah-pecah, karena waktu diswatch, lipsticknya lembut banget.

Untuk scent-nya sendiri, fanbo kayaknya enggak banyak perubahan dari dulu. Wanginya masih khas seperti lipstick eyang hehe. Tapi ya enggak ada masalah sih, wong namanya saja lipstick, bukan parfum (krik).


RESULT


Aku mau bahas klaimnya yang highly pigmented dan Long Wearing dulu. Untuk beberapa warna yang bold, hal ini bisa berlaku. Apalagi nomor 1, 2, 4, dan 7, gampang banget ngoles sekali keluar. Swatches di tangan 6 jam-an juga enggak hilang. Kalau di bibir sendiri, wah ya enggak lama-lama banget. Mana transfer pula. Paling 3 jam-an bubar.

Kemudian yang warna kalem dan cenderung nude, pigmented dan daya tahannya kurang. Ngolesnya sampe berkali-kali. Terus daya tahannya lebih pendek, apalagi kalau makannya bar bar. Alamat gampang ilang.

Sedangkan klaim soft focus effect-nya, lumayan kerasa. Garis bibir nyaris enggak kelihatan, nanti kalian akan lihat sendiri di foto-fotonya.

Nah, yang jadi masalah nih, tadi sudah aku bilang kan ya, kalau warnanya mirip-mirip. Terutama yang nomor 1,2, dan 4. Beneran, secara kasat mata, MIRIP. Hampir saja ku gundah gulana, gimana nanti reviewnya, apakah di foto juga enggak ada bedanya? Ya gimana ya, nuansa merah semua.

Tapi aku lega begitu aku swatch di tangan. Walaupun tipis, perbedaannya ada di kepekatan warna dan colour pantonenya. Mungkin kalau anak desain bakalan lebih tahu ya hehe.

Swatch di tangan

01 PROM QUEEN

Judulnya cocok sih, porm queen. Mungkin ditujukan untuk riasan malam hari. Warna ini merah cabe, merah yang bener-bener merah pedas. Menurutku, akan lebih cocok untuk warna bibir yang enggak hitam, karena kalau gelap sepertiku, merahnya masih kurang kelihatan. Butuh dua kali oles supaya fotonya representatif hehe.


02 NERD


Berbeda dari prom queen, nerd lebih pekat dan lebih cocok dipakai buat bibir gelap. Buktinya bisa dilihat pada foto di bawah ini ya. Bibirku yang hitam ketutup sempurna. Aku enggak tahu kenapa namanya nerd ya, karena di bibirku, warna ini bisa digunakan buat pagi atau malam. Menurutku, warna ini lebih terkesan hot dan sexy gitu hehe.

Oh iya, warna nerd ini loh yang patah. Sedih deh, padahal cukup bagus di bibirku. Kelihatan penuh gitu. 


03 FEMININE


Kalau yang nomor 3 ini, warnanya cenderung pinkish, tapi pinknya kalem, bukan tipikal yang gonjreng. Aman buat ketemu mertua hahaha. Aku pakai lipstick ini sampai 2 kali oles, but again, enggak bikin bibir kering kok. Aku bisa pakai warna ini buat riasan sehari-hari atau pas meeting juga. Kelihatan fresh gitu soalnya.


04 ADVENTUROUS


Setelah aku perhatikan, warna adventurous cenderung lebih kalem ketimbang nomor 1 dan 2. Merahnya lebih ke pink dan enggak gonjreng. Tapi ketika dioles ke bibir, ada semacam hint orange-nya. Kabar baiknya, ternyata gampang diratain di bibirku. Kata suami, malah lebih cocok yang ini ketimbang warna-warna sebelumnya. Padahal menurutku warna ini enggak bikin bibirku kelihatan penuh. Bimbang deh jadinya.


05 FASHIONISTA


Satu-satunya warna yang cenderung coklat. Kalem banget. Buat kemana-mana oke, saingan sama nomor 2. Dioles sekali juga langsung keluar, ugh tayang. Kekurangannya ada di soft focus effect, garis bibirku masih kelihatan. Cuma ya enggak ada masalah sih sebenernya haha.


06 INNOCENT


Tadinya aku pikir, ini bakalan biasa saja. Wong pas ngaca, beneran yang malah kayak warna bibir. Tapi ketika preview hasil foto, weits, cakep juga. Kok cocok sama bentuk bibir dan aku terlihat kalem. Sayangnya, warna ini paling gampang ilang. Butuh touch up sering-sering biar bibir enggak kelihatan pucet.


07 POSESIF


Namanya juga posesif, jadi warnanya tegas banget, hahaha. Warna merah-coklat-keungu-unguan. Mau bilang maroon bukan, mau bilang ungu juga bukan. Yang jelas, terlihat penuh di bibirku. Warna ini cocok buat riasan malam nan glam. Atau bisa juga buat collab foto yang biasanya pakai tema bold. Dan kayaknya ini bakalan paling awet deh -mengingat-aku-agak-enggak-berani-orangnya- pakai mekap yang nyolok mata, hehe.


08 AMBITIOUS


Last but not least, enggak disangka enggak diduga. Ambitious sangat bisa bikin wajahku berubah. Dari yang default judes, jadi kelihatan anteng. Aku jarang loh, bisa nemuin warna pink yang cocok buatku. Pernah beli yang gonjreng, bibirku yang tebel makin kayak disengat lebah. Giliran nyari yang pink kalem, malah kayak orang sakit. 

Makanya, aku sangat suka warna pink cantik ini. Coba deh lihat fotoku berikut ini, mayan berbeda kan ya? Aku memutuskan warna ambitious sebagai warna favoritku, karena telah membuatku cantik dan kalem. Hahaha.


Buat kamu yang mungkin kurang jelas dan masih penasaran, aku sudah bikin kolase warna-warnanya buat perbandingan. Lebih jelasnya lihat di foto-foto berikut ini ya.



Kalian setuju enggak aku cocok pakai yang ambitous? Atau justru warna lain? Well, aslinya aku bingung juga sih, favoritnya warna apa hehe. 

Oh iya, kalian bisa juga share di kolom komen kalau sudah pernah mencobanya. Siapa tahu ada info lain yang belum aku jabarkan di sini. 

Sekian review kali ini, semoga berguna juga buat kalian yang sedang galau pilah pilih lipstick. See ya!
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Ha? Make up Batik? Apa enggak salah denger?

Itu pertanyaan spontan waktu pertama kali Beautiesquad ngasih tantangan dalam montly collabnya. Jujur saja, agak lama aku mikir: misal aku ikut, mau bikin look yang bagaimana? Tapi kalau enggak ikut, waduh, sayang juga, gini-gini aku cukup sering ikutan collabnya. Selain dapat teman baru, saling support, plus traffic blog juga naik. Beneran deh, beautiesquad secara enggak langsung ngelatih kedisiplinan dan gaya kepenulisan kita. Sebagai beauty blogger, seharusnya hal tersebut adalah penting.

Baiklah, enggak usah berlama-lama, bahas batik make up ini yuk!


Batik berasal dari kata jawa, yakni: amba dan tik, yang berarti menulis titik. Kesenian ini berupa teknik resist menggambar ke kain dengan menggunakan material lilin. Teknik membatik konon sudah digunakan sejak seribu tahun yang lalu dan sering dijumpai diperadaban kuno seperti Cina maupun Mesir. Hanya saja, medium untuk menorehkan batik di setiap negara berbeda. Ada yang memakai bubur kanji, bubur nasi yang dikeringkan, serta lilin. Nah, yang menggunakan lilin ini termasuk bangsa Sumeria, atau sekarang disebut Irak Selatan. Maka, enggak heran jika asal muasal batik Indonesia diduga datang dari bangsa Sumaria.

Zaman makin berkembang, begitu juga dengan metode pembuatan batik itu sendiri. Mulai dari canting, cap, cetak, hingga printing. Bahkan ada juga batik lukis yang dibuat memakai kuas Bung. Dan semua definisi tersebut, tetap dinamakan batik, asal semua hasil menggambar disebuah kain.

Sedikit cerita nih, dulu waktu KKN, aku pernah belajar batik dari teman satu grup. Aku belajar menggunakan canting dan bikin motif di kain putih. Enggak gampang sumpah. Padahal kain yang dikasih itu termasuk ukuran kecil. Rencananya mau aku kasih ke orang tua sebagai buah tangan, karena KKN selama 2 bulan tersebut aku jauh dari rumah. Nah, pengennya pulang-pulang ngasih kado gitu. Eh, ternyata hasilnya jelek. Ya wes, bubar jalan. 

Ohiya, aku di sana juga belajar teknik kain ikat celup bernama tie dye. Yang ini agak sembarang milih warna tapi hasilnya banyak yang bagus-bagus, wow. Nah, teknik tie dye juga sering dipadupadankan dengan batik loh. Cuma aku enggak telaten dan gambarku enggak rapi. Sedih sih, kenapa aku dulu enggak memanfaatkan situasi ya. Ada kesempatan belajar dilewatkan. 


Nyambung ke make up collab ini, sekarang bagaimana dengan membatik di wajah? 

Well, kembali ke arti kata batik tadi ya. Jangankan menulis titik di wajah, membayangkan motif batik saja kadang sudah mau nyerah kok. Mau lurik? Mau mega mendung? Mau sidoluhur? Rasanya berat deh, serius. Jadi ketimbang bingung, lebih baik aku akalin saja: gimana caranya gambar di wajah asal ada nuansa 'batik'nya. Nuansa yang gimana? Ya dari motif serta warnanya.


Sebelum aku kasih detail gimana step by stepnya, aku kasih list produk yang aku pakai dulu ya. Ini dia:

FACE
Avoskin Perfect Hydrating Treatment Essence
Baby Skin Pore Eraser Maybelline
Make Over Ultra Liquid Foundation (shade nude silk)
Wardah Luminous Two Way Cake (shade natural)
Pond's Magic Powder BB

EYEBROW
Fanbo Eyebrow Pencil (shade brown)
mix with
PAC colour festival eyeshadow (ambil warna turquoise)

CHEEKS
Vaseline Repairing Jelly
Focallure Trio Blusher & Highlighter Palette Original

EYES
PAC colour festival eyeshadow (shade blushing sky)
Inez eyeshadow (shade vienna)
Inez eyeshadow (shade venice)
Madame Gie Silhouette Eyeliner Pencil (shade bling silver)
Maybelline Magnum Volume Express
Wardah EyeXpert Optimum Hi-Black
Sulamit Twinkle Twin Faux Eyelashes

LIP
Vaseline Repairing Jelly
Fanbo ultra satin lipstick (shade 01 Prom Queen)
Mix with
Inez eyeshadow (ambil shade gold)


Oke, sekarang aku kasih tahu bagaimana cara bikinnya. Tarik nafas, buang. Sesungguhnya, aku bikin-hapus-bikin-hapus-bikin-tambahin-bikin-tambahin-ilangin yang itu-tarik sana-tarik sini, hingga akhirnya menjadi sebuah mahakarya batik wajah yosa irfiana. Ea.

Awalnya sempet bikin motif kotak sederhana, tapi kok malah kayak halloween dalam kearifan lokal. Terus bikin motif bunga parang, jatuhnya kayak ratu sanca. Ganti bikin sulur tumbuh-tumbuhan, ini mau perang apa gimana. 

Lalu aku ambil kain lilitku dan punya ide yang cukup simple. Bikin bunga dan sulur di kedua sisi, kemudian diwarnai nuansa gold, dan turquoise, mirip seperti kainnya.  


Aku juga menambahkan warna-warna gold di bagian atas pipi, dan di bibir biar agak beda. Hasil akhirnya bikin aku cukup berpuas diri kok. Eh, berpuas diri apa capek sih hahaha. 

FYI, make up ini enggak akan sempurna tanpa fotografi dan lighting yang pas. Aku pakai 2 lighting sekaligus karena aku enggak punya ringlight. Waktu pemotretan, cuaca lagi hujan deres dan enggak memungkinkan aku foto di golden hour. But, aku memang enggak mau menunda-nunda lagi harus ikutan di detik-detik terakhir kirim foto.


Menurut kalian gimana? Bagus atau malu-maluin ya hehe. Tapi kalau kalian enggak sreg sama look aku kali ini, coba deh lihat punya si Magdalena Bhe.


Atau bisa juga lihat make up temen-temen yang lain di kolase berikut ini:


Dari tadi panjang banget ya ternyata blogpostnya, wk. Tenang, kita sudah dipenghujung acara. Buat temen-temen yang lain yang pengen ikutan montly collab seperti ini, bisa banget join ke Beautiesquad ya. Saling support sesama beauty blogger, karena tiada kesan tanpa kehadiranmu. Apeu!
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Apalah arti perawatan mahal dan rutin facial kalau selama ke luar rumah kulit enggak dilindungi sama sekali? 

Yap, salah kaprah ini sering kali terjadi, apalagi buat rang orang yang cuma pengen instannya saja. Asal ada sabun cuci muka, cream malam, moisturizer, sudah paling kerasa lengkap. Terus nanti tiap bulannya baru dirawat di klinik kecantikan ternama biar jerawat musnah seketika. Ada yang ngerasa sama? Tenang, dulu aku seperti itu, tapi sekarang? Sudah tobat cint!

Jadi marilah kita bahas perawatan anti aging paling penting se-planet bumi, bertajuk sunscreen.


Aku kasih tahu dulu ya, karena ternyata, pembaca review-ku justru kebanyakan datang dari googling, bukan dari temen-temen sesama blogger. 

Begini, melindungi kulit dari sengatan sinar matahari itu sangat penting, mau kita keluar rumah, atau cuma di dalam rumah saja. Gimanapun juga, paparan sinar matahari tetap masuk menembus kaca dan mengenai kulit kita. Ya kecuali, rumah kalian kedap cahaya dan tertutup kayak di bunker. Ngok. 

Beneran deh, mana negara kita kan negara tropis. Jadi panas sinar matahari lebih kerasa. Dan FYI saja nih, sinar matahari merupakan penyebab utama dari proses penuaan kulit, malah lebih bahaya ketimbang alkohol, rokok, atau pola makan yang buruk. Ilmiahnya, sinar UV itu bakal memecah kolagen yang ada di dalam tubuh dan merusak proses pembentukan kolagen baru. Jika paparan berlebihan, maka akan berdampak pada kesehatan kulit.

Sinar UV A akan terserap ke lapisan dalam kulit, sedangkan UV B akan menyerang permukaan kulit hingga menyebabkan kulit keriput atau kendor. Gimana? Masih menyepelekan sunscreen? Sekarang PR besarnya adalah cari sunscreen yang nyaman ke kulit. Nah, kalau aku sendiri pilih yang cocok untuk kulit sensitif.

Sebelumnya aku pakai sunscreen merek sebelah, namun aku pikir belum sreg banget. SPFnya 50, ketinggian bagi aku yang sekarang jarang keluar rumah panas-panas. Terus aku dinotice sama suami, ketika pakai yang teksturnya mirip foundation, di kulitku jadi ndemplong kayak dempulan. Padahal sehari-hari aku cuma pakai bedak tabur doang. Yawes, enggak lama-lama aku ganti sunscreen. Toh selama ganti-ganti sunscreen alhamdulillah enggak ada yang bikin break out. Yeay.

Aku mau ngenalin kalian sunscreen sejuta umat, EMINA SUN PROTECTION SPF 30 PA+++

Lah kok plus-nya ada tiga?


Konon, enggak ada SPF yang mempu melindungi kulit kita secara sempurna. SPF cuma melindungi kulit kita dari sinar UV B, makanya perlu PA, yang merupakan singkatan dari protection grade of UV A. Tingkat perlindungan PA sendiri ada 3 tingkat, antara lain PA+, PA++, dan PA+++. Makin banyak tanda plus-nya, makin kuat tingkat perlindungannya.

Gimana sama Emina ini? Well, walaupun klaimnya buat anak muda, tapi aku percaya bisa dipakai oleh siapa saja kok. Enggak percaya, yok kita bahas satu-satu saja.

PACKAGING


Buat aku yang banci desain packaging, menurutku Emina ini termasuk yang simple tapi jelas, dan enggak bertele-tele. Pada kemasan semua tertulis rapi dan lengkap. Mulai dari klaim, cara pakai, peringatan, ingredients, tanggal expired, sampai produksi.

Memang enggak ada kardusnya, cuma botol seukuran tangan. Tapi di dalam tubenya, ada metal sealed-nya kok. Berfungsi supaya isi enggak tumpah dan kualitasnya terjaga. Thats more than enough sih untuk sunscreen seharga Rp 24.000 doang ini.


KLAIM


Emina ngeklaim kalau teksturnya ringan dan bisa ngebantu melindungi kulit dari sinar UV yang aktif. Plus diperkaya aloe vera extract dan emollient untuk memberikan kelembaban ekstra pada kulit. Tuh kan, enggak ada kata-kata buat remaja atau dewasa? Hahaha.


INGREDIENTS


Aqua, Ethanol, Ethylhexyl Methoxycinnamate, Glyceryl Stearate, Diethylamino Hydroxybenzoyl Hexyl Benzoate, Dimethicone, Butylene Glycol, Phenoxyethanol, Triethanolamine, Propylene Glycol, Panthenol, Polyvinyl Alcohol, Aloe Barbadensis (Aloe Vera) Leaf Extract, Acrylates/C10-30 Alkyl Acrylate Crosspolymer, Fragrance, Hydrolized Wheat Protein/PVP Crosspolymer, BHT, Disodium EDTA, Ethylhexyglycerin, Xanthan Gum, Potassium Sorbate, EDTA, Sodium Benzoate.

TEKSTUR AND SCENT


Barusan inget, dulu pas habis nikah, aku pernah pakai wardah yang diperkaya aloe vera juga. Tapi waktu itu aku stop karena di wajah kerasa perih dan pliket. Perihnya sih malah nempel kalau pakai bedak, tapi kalau perihnya sudah enggak bisa ditolerir lagi. Ini di kulit aku yang jerawatan loh ya, enggak tahu kalau yang lain.

Nah, gimana dengan si adik Emina ini yang merupakan sister brand dari Wardah? Menurutku yang sudah berumur kepala tiga, Emina malah masuk di kulit aku. Klaim ringannya benar, enggak pakai pliket pula. 

Kelebihan tekstur Emina ini, lebih gampang bersihinnya. Kalau yang aku bilang tekstur macam foundation tadi kan, bisa ngabisin sampai 2 kapas, karena dia stain di kulit. Kalau tekstur ringan kayak gini, pakai cleansing oil sekali juga keangkat. 

Sementara itu untuk scentnya, juga lebih kalem ketimbang kakaknya. Entah kenapa kecium enak saja gitu dan enggak bikin yang gimana-gimana. 


RESULT


Ritual skincare pagiku seperti ini:

Cleansing oil - Face Wash - Toner - Essence - Moisturizer - Sunscreen

Dosis sunscreen yang benar adalah seukuran dua ruas jari, biasanya jari telunjuk dan tengah. Itupun juga harus diulang setiap 2-3 jam sekali. Kalau enggak sesuai aturan ini, hasilnya nothing. Nah loh! Hahaha. Makanya, pakai sunscreen diboros-borosin saja enggak apa-apa. Kalau kamu punya sunscreen tapi awet, waduh, perlu dipertanyakan tuh.

Aku sudah pakai sekitar sebulanan lebih dan mau habis nih. Di kulitku yang masih saja jerawatan, Emina Sun Protection enggak menyebabkan break out, enggak bikin kulit makin berminyak, dan enggak bikin pula kulitku kusam. Mungkin karena dibarengi sama skincareku yang lain sih ya. Cuma ya, teteup digarisbawahi bahwa sunscreen yang cocok sangat berpengaruh sama kulit.

Aku juga tetep rutin exfoliating kulit seminggu sekali agar sel kulit mati keangkat. Beneran, kulit sehat tanpa pakai embel-embel klinik kecantikan kulit ternama hahaha.


Sementara ini, Sunscreen Emina masih da bomb buat kulitku. Bakal repurchased lagi kalau habis. Yah selama belum nemu lagi dan gatel pengen nyobain merek lain, pokoknya cucok bowk. 

Eh, kalau kalian pernah nyobain belum, secara ya, Emina kan Sunscreen sejuta umat. Share ya di kolom komentar.
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Bukan hanya sekali dua kali aku menemukan seorang anak yang tega ngebentak orang tuanya sendiri. Masalahnya kadang sepele, minta sesuatu yang akhirnya enggak bisa diturutin. Atas dasar "iyain saja deh dari pada lama", kebiasaan ini enggak menutup kemungkinan akan terus tumbuh sampai besar. Ya kali, kalau semua orang berpikir bahwa "halah masih kecil ini", lantas kapan waktu yang tepat untuk memberi tahu anak? Bukankah lebih baik jika sejak dini diberitahu dan dibiasakan ketimbang menunggu saat yang tepat entah kapan.

Baiklah, enggak usah berlama-lama, mari kita bahas bullying oleh anak ke orang tua. Memangnya bisa? Ya bisa saja dong.


Enggak usah jauh-jauh dulu, contoh terdekatnya adalah adek bungsuku sendiri. Sejak kecil sudah diturutin semua kemauannya, mulai dari mainan, makanan, pergi ke suatu tempat, rasanya jarang banget keinginannya enggak terpenuhi. Trust me, kepuasan itu kadang bukan soal ingin mempunyai barang, tapi juga bisa tentang rasa menang sendiri.

Nah, ini berbeda banget sama aku dan adekku yang kedua. Kami yang cewek-cewek ini malah sering dibatasin dan lebih sering digalakin. Mungkin karena waktu adekku yang paling bungsu lahir, keadaan papa mama sudah jauh lebih baik, terutama masalah finansial. Otomatis, apa yang adek bungsuku ini pengen, dengan mudah terpenuhi. Plus, mungkin juga karena dia satu-satunya anak cowok, satu-satunya anak yang sangat dinanti-nanti. Aku inget banget soalnya, waktu mama hamil si bungsu, papa gencar puasa daud dan sholat tahajud.

Well, parenting kan bukan cuma soal melahirkan anak yang diinginkan terus selesai. Tapi setelah anak itu lahir, banyak banget kewajibannya, seperti menghidupi, memberinya pendidikan, makanan begizi maupun ngajarin kebaikan biar akhlakul karimah.

Cuma ya gitu deh, kadang kalau sudah capek, hal-hal krusial kecil sering kali diwajarkan. Satu hal yang lalai dilakukan, tentunya ya itu tadi: membiasakan anak menjadi anak yang mudah memperoleh sesuatu, sampai sekarang.

Hasilnya bagaimana? Kini adekku tumbuh jadi anak yang ngototan, kalau minta sesuatu harus segera diturutin, misal enggak diturutin ngamuk sampai banting-banting barang sampai berkata kasar. Ini aku enggak mau buka aib sih, tapi memang kenyataannya seperti itu. Masalahnya, dia sudah besar dan kebiaaan tersebut susah banget diubah. Mana orang tua ku sudah cerai, jadi kendala kedua adalah: merasa bahwa adekku ini korban yang enggak patut disalahkan.

Kondisi papa mama yang sudah enggak kayak dulu lagi bikin dia merasa enggak dapat perhatian lebih. Padahal, kalau mau dilogikan saja nih, adekku tuh sudah besar, seharusnya akalnya juga sudah makin nalar. Bisa lah kalau mau diajak kompromi. Wong nyatanya, kedua anak mama yang lain saja bisa diajak komunikasi dengan baik kok, ini malah tetep enggak berubah. Fatal sih.

Banyak kejadiaan yang kalau dirunut bikin nyesek.

Lulus SMA pengen kuliah di universitas negeri. Negeri enggak keterima, ganti pengen bisnis. Bisnis diturutin, enggak telaten, tutup. Terakhir minta mobil. Katanya buat kerja, bisa disewain, bisa juga buat ikutan ojek online. Aku agak enggak setuju karena, coba dulu deh yang ojek motor, dirasain dulu, cocok enggak. Soalnya kan gabung sama ojek online sekarang enggak mudah, apalagi yang ojek mobil. Konon dibatasin karena sudah saking banyaknya.

Lagi-lagi papa mama mengusahakan, tapi ya memang enggak dalam waktu dekat ini. Aku sama adekku yang kedua sampai sudah hafal dan ngerasa sudah malas buat ngasih tahu baik-baik ke mereka. Enggak ada gunanya sih, paling juga bikin perdebatan. Disaranin ke psikolog malah enggak dipercaya. Ya sudah, aku bisa apa?

Nah, berbekal pengalaman enggak enak dari keluargaku sendiri itu, aku lebih memprioritaskan ngedidik Alya saja. Daripada kezel deh, beneran. Tapi bukan berarti aku putus hubungan, enggak. Aku pelan-pelan juga kasih mama masukan, misal dengan kasil artikel tentang parenting. Lha gimana ya, kalau aku yang nulis sendiri kadang mama enggak percaya kan hahaha.

Salah satu artikel parenting yang aku kasih ke mama adalah "Anak bisa bully orang tua". Mama lumayan bisa tercerahkan dan kami bahas tentang adek bungsuku ini pelan-pelan. And yes, dari artikel plus pengalamanku tersebut, aku rangkum saja bagaimana sih bullying yang dilakukan oleh anak? Apa penyebabnya? Dan bagaimana cara mengatasinya? So, here we go.


BULLYING OLEH ANAK


Contoh sikap bullying:
- Mengancam
- Kekerasan fisik maupun verbal

Sikap semena-mena anak terhadap orang tua, bisa jadi karena kebiasaan sejak kecil. Salah mengasuh seperti selalu menuruti kemauan anak, menyikapi tantrum dengan buruk, atau selalu merasa anak tidak tahu menahu, akan menjadi bumerang ke depannya. Pernah denger seorang anak remaja tega bakar rumah orang tuanya sendiri hanya karena pengen motor dan enggak diturutin?

Nah sikap ini masuk ke bullying. Apa yang dikehendakinya enggak tercapai lalu melampiaskan emosi ke sesuatu terdekatnya. Termasuk tantrum juga kan ini?

Adek bungsuku juga pernah melakukan aksi fisik mirip seperti itu, tapi ini melampiaskan dengan membanting kaca buffet. Simply, waktu itu mama ngerasa kalau adekku kelihatan enggak serius menjalani bisnis kuliner. Malahan tiap hari mama yang ke warung, mulai dari masak, nyiapin makanan, bersih-bersih. Hampir mama semua. Suatu ketika adekku malah pergi entah kemana, dan di telpon mama, eeeh malah ke rumah temen dengan alasan bikin promosi lewat media sosial.

Alhasil mama marah, telpon adek dan bilang kalau mama enggak mau seperti itu lagi. Begitu adek pulang, adek ikutan marah, nangis, sampai teriak dan pecahin kaca buffet. Entah gimana drama setelahnya, yang aku denger, akhirnya mama memaafkan adek dan tetep mau bantu usahanya.

Bagiku ini salah besar. Kenapa? Pertama, mama enggak punya sikap yang bikin adek efek jera. Kedua, mama enggak tegas, dan malah larinya nyalahin papa.

FYI, beberapa bulan setelah kejadian itu, bisnis kuliner tutup. Alasan tepatnya, alasan logisnya, alasan klasiknya, adekku memang enggak niat mengelola itu dengan baik dan benar.

Sudah berbagai macam cerita yang menyebabkan papa dan mama repot sendiri. Beneran, ini bom waktu saja sih. Kalau dibiarin, nunggu mama meledak dan bikin suasana makin enggak enak.

APA PENYEBABNYA?


Kendali anak yang menang sendiri ini jelas karena otoritas enggak dipegang sama orang tua. Aku kok percaya faktor terbesarnya adalah pola asuh ketika kecil. Ambil contoh orang tuaku deh, mereka ngerasa bersalah karena bercerai, tapi di sisi lain, sedari kecil membiasakan adekku bebas minta tanpa ada batasan apapun.

Kadang mama papa juga merasa tidak tega karena melihat adek enggak kuliah But, aslinya itu karena pilihannya sendiri. Kayaknya sering lupa deh, karena adek berkali-kali ditanyain kuliah jurusan apa, tapi kok enggak ada yang pakem. Sedangkan aku dan adekku yang kedua, dulu waktu mau kuliah, sudah dituntut harus sudah tahu jurusan apa yang dipilih, supaya nanti di tengah jalan enggak putus.

Nah, ini? Sudah enggak tahu pilih kuliah dimana, jurusan apa, kondisi finansial kurang mendukung, nanti bosan di tengah jalan bagaimana? Wong bisnis kuliner saja yang menghabiskan puluhan juta melayang gitu saja kok.

BAGAIMANA CARA MENGATASINYA?


Sekali lagi, aku enggak cuek. Aku sudah sering kali bilangin mama soal bullying dari hal-hal kecil. Kayak menyuruh mama ambilin makanan, enggak mau cuci baju dan setrika sendiri. Ini sampai aku debat banyak sih. Dan respon mama kadang malah enggak terima, kalau aku kasih saran. Lama-lama aku sakit juga.

Maka, cara mengatasinya, bukan terletak pada orang lain, melainkan pada sikap orang tua itu sendiri. Apa saja?

1. Saling Menyadari

Kalau beberapa artikel bilang yang harus diperbaiki adalah pola asuh, itu benar adanya. Hanya saja, yang pertama harus dilakukan, justru sadar diri. Kerasa enggak kalau kita selama ini dibully oleh anak? Jangan-jangan kita enggak sadar lagi.

Menyadari kesalahan lalu memperbaiki memang bukan perkara gampang. Nyatanya, orang tua acapkali ketetean dan merasa kasihan.

Mama dan papa ku juga begitu. Kalau adek bungsu sudah kepentok terus berlagak butuh perhatian orang tua, jelaas, mama papa akan luluh. Padahal kan pertanyaannya, perhatian seperti apa yang dibutuhkan? Seharusnya dikomunikasikan dengan tepat. Sudah pada dewasa harusnya bisa mikir secara logis dan realistis.

2. Tegas

Mama papaku itu galaknya bukan main, tapi aku anggap enggak tegas, terutama sama adek bungsu. Kami sih sering digalakin papa mama, dipelototin, sampai dimarah-marahin. Tapi enggak tahu ya, kegalakan mereka kadang malah bikin kami lama-lama jengkel. Kadang bikin kami enggak bebas, kadang enggak bisa bikin kami speak up. Sama adek bungsu juga gitu, sama galaknya, bedanya, semua diturutin dan tidak dibatasin.

Baca juga: Tegas Beda Dengan Galak

Padahal, jika papa mama bisa mengelola emosi dengan baik, pasti jatuhnya akan tegas. Mereka ya, kalau bikin aturan kadang enggak pakai kesepakatan, main libas saja, sampai aku dan adek keduaku ngerasa bagai dipenjara. Serius.

Kalau mama papa tegas dan aturan dibuat sesuai kesepakatan bersama, pasti aku bakalan ayem. Yang parah si bungsu, papa mama enggak bisa tegas dengan alasan, karena adek enggak bisa dikerasin. Ha mantap, dikira hatiku terbuat dari baja apa gimana? Aku dulu rapuh, tapi aku belajar. Well, mama papa memang pandang bulu, enggak tahu karena apa.

3. Saling Mengenali

Ini nyambung ke point 1 tadi. Selama ini kita kenal enggak sih sama sifat anak? Kadang orang tua kan ngerasa paling mengerti anaknya, padahal sebenarnya mereka enggak ngerti apa-apa. Orang tua maksa kasih jalan A, anaknya pengen lewat jalan B. Anaknya lebih suka mangga, dikupasin apel. Anaknya diam-diam salah, tapi dibenerin terus. Ya alamat jadi anak yang enggak klop sama pemikiran orang tua.

Aku setuju, misal adek bungsuku ini enggak bisa dikerasin, seharusnya punya pola asuh yang berbeda. Azas keadilan toh melihat situasi. Cuma gimana caranya supaya jatuhnya enggak semena-mena. Dilembekin terus bakalan gitu kan jadinya.

Selama ini papa mama selalu merasa paling mengerti adek. Wah prahara deh. Sudah pisah, lalu saling menyalahkan dan merasa paling benar. Padahal sejatinya, adekku justru yang memanfaatkan kondisi ini dan bikin dia mikir enggak pernah salah. Semua kesalahan ada pada papa mama. Dead wrong yakan?

4. Cari Bantuan

Kalau enggak menemukan siapa pun yang bisa menengahi, sebaiknya cari bala bantuan. Contoh terdekatnya ya saudara, teman, atau kalau mau yang professional datanglah ke psikolog. Datang ke psikolog kadang tabu dan aneh bagi orang-orang awam. Padahal psikolog seenggaknya bisa mendengarkan keluh kesah, dan memberi saran karena tidak memihak siapapun. Sekarang di beberapa puskesmas ada kok, di rumah sakit juga banyak praktek. Tinggal kesiapan saja. 

***
Aku masih belum nemu cara yang tepat gimana caranya supaya bisa memutus rantai masalah besar di keluarga ini. Mau datangin ke Psikolog jelas papa mama akan ngerasa enggak penting. Sekarang sudah agak lumayan, papa mama sudah mau berbagi dan mau mendengarkan. Segitu dulu sudah cukup. Nanti treatment selanjutnya dipikirin masak-masak, jangan sampai karena aku salah ucap, salah sikap, semua runyam dan berbalik nyalahin aku. Fiuh.

Okay deh, segitu dulu tips berbalut curhat terselubungnya. Moga-moga berkenan, dan bila ada saran, dengan senang hati aku pertimbangkan. :)

Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Akhir-akhir ini, tingkah Alya makin jadi. Mau dia senang, mau dia jengkel, mau dia kecewa, mau dia marah, semua dia ungkapkan serba ber-le-bih-an! Yes, kabar baiknya, Alya sudah mengenal emosi. Permasalahan setelahnya adalah, dia ini ekspresif luar biasa. Nangis pakai teriak, ketawa senang sampai jejeritan. Itu suara kalau direkam, bar-nya bakalan nge-peak, sekitar 16 db, setara dengan suara mesin kontraktor.

Iya, aku lagi becanda, tapi sikap ekspresif Alya beneran.

Kalau lagi bertiga doang sih, kita sudah punya treatmentnya. Diajak ngobrol pelan, didengarkan, diperhatikan, paling setengah jam-an kelar. Tapi bagaimana kalau sudah di depan orang lain? Bagaimana kami mengatasinya? Mari dengerin cerita tentang Alya, si anak ekspresif.


Sejauh ini, sebetulnya Alya masih dalam tahap aman misal mau ajak-ajak keluar untuk ketemuan sama orang, mengenal hal yang baru, atau diajak kerja sekalian. Asalkan, ada sounding sebelumnya. Buat yang belum tahu apa pentingnya sounding, baca dulu: Sounding Biar Enggak Pening

Anak tipe slow to warm up seperti Alya sangat penting untuk diajak komunikasi dua arah yang intens. Mulai dari hal yang kecil deh, seperti, "Nanti di rumah akan ada tamu, tante A sama om B mereka bakal lama. Mama minta tolong Alya yang baik ya, karena kami akan bahas kerjaan. Tahu kan, kalau papa sama mama itu harus kerja biar dapat uang?"

Biasanya, Alya akan merespon dengan baik. Apalagi kalau tante sama om juga suka sama dia, tentu bakalan lancar jaya. Sesudah ada sounding, ketika om dan tante datang, Alya bener-bener kayak disetel jadi anak baik loh. Nyariiiiis tanpa rewel. Enggak malu disuruh salim, sampai ngobrol, suasananya enak banget. Dia bahkan bisa becandain orang gedhe level srimulat, terus ketawa ngakak kayak orang dewasa. Agak enggak heran juga sih, kalau sebagian mengenal Alya sebagai anak yang ramah dan lucu.

Tapi enggak jarang juga kok, ada yang bilang kalau "Alya itu anak yang ekeeer". Terlebih yang lagi terkena apesnya, pas Alya lagi bad mood, enggak bisa kontrol emosi, plus enggak mau diajak kompromi. Sampai jurus Tapak Buddha dikeluarin teteup wae rewel. Kalau sudah begini, kami jatuhnya kikuk. Pengen kalem eh malah makin jadi, giliran ditegesin dikira kejam. Ya ya ya, serba salah kan jadinya.

Menemukan Alya rewel di luar rumah, biasanya karena kami kelupaan sounding, atau pas ada acara mendadak. Yup, dia tipe anak yang enggak siap-an sama sesuatu yang baru. 

Hal ini enggak cuma berlaku buat situasi, tapi juga persoalan kecil seperti mencoba makanan. Biasanya Alya akan pesimis duluan, "enak enggak nih?" sampai kadang enggak percaya dan dibujuk-bujuk baru akhirnya mau mencoba.

Nah kalau soal situasi, beberapa kali terjadi, kalau kami tiba-tiba ketemu orang di jalan, atau disuruh ngobrol dulu, Alya pasti menunjukkan gelagat enggak suka-nya. Masih mending kalau cuma cemberut, kadang kami pun sampai enggak enak, karena waktu asik ngobrol, Alya rewel minta pulang. Nah ini nih yang sangat memprihatinkan. Sekali kelupaan bilang, Alya marahnya lama.

Kemarin pas kami ngobrol sama temen juga gitu. Ceritanya enggak sengaja ya kan, ketemu di sebuah tempat. Terus ngajakin ngobrol bareng, ngopi sambil ngemil. Ini Alya sudah aku rayu dengan membelikannya mainan yang dia suka. Salah sih sebenernya, cuma gimana ya, waktu itu kepepet dan ketemu sama temenku itu jarang banget. Ngobrolnya saja soal bisnis, sayang deh kalau dilewatkan.

Alya sudah pegang dompet kecil incerannya. Enggak beberapa lama, Alya kelihatan bosan, terus bisik-bisik minta pulang. 15 menit pertama aman, 15 menit setelahnya krusial, 30 menit kemudian segala handphone dikeluarin, segala jajanan dibeliin, segala rayuan maut keluar demi Alya anteng. Alya kekeuh minta pulang dengan alasan ngan-tuk. Masuk akal sih ya.

Kalau diinget-inget, biasanya enggak gini kok. Apalagi jika sebelumnya sudah aku sounding duluan, pasti mau anteng deh, yaqin. Dia bahkan kadang prepare bawa boneka dan mainan biar enggak bosen. Nanti tiba giliran ngantuk, minta peluk lalu tidur blek dengan gampangnya. Naaaah, tapi ini kan keadaannya lain, enggak sengaja ketemu temen, dan Alya-nya yang enggak siap. Ya sudah, obrolan kami cut ditengah-tengah, lalu kami pamitan. Bener deh, enggak enak banget.

Kami lalu ajak Alya pulang. Eh ternyata, sampai rumah, dia malah mainan. Ya gimana aku enggak bingung coba. Aku tanya sama Alya "Alya katanya ngantuk?" Tahu enggak jawabnya apa, "Sekarang sudah enggak ngantuk" Gitu coba, ya amploop.

Kami jadi nyadar juga sih, lain kali kalau ada acara dadakan, harus inget kalau Alya juga perlu diajak kompromi. Walaupun acaranya tiba-tiba, sebisa mungkin tetep harus ada kesepakatan iya atau tidak. Kalau Alya enggak mau, ya tolak saja, bikin janji lain kali. Atau bisa juga kasih pengertian kalau ini urgent dan misal Alya enggak mau, bisa ke tempat eyang dulu.

Intinya, kalau misal Alya oke, itu enggak masalah. Tapi kalau enggak oke, enggak usah dipaksa dan lihat kondisi. Enggak mungkin juga kok kami nurutin kongkow-kongkow enggak jelas dan cuma ngobrolin gosip. Ya kan hehe.

Kenapa Alya terlihat enggak siap menerima kondisi yang mendadak? Soalnya gini deh, Alya kan masih kecil, tugas utamanya ya bermain. Mungkin ketika dia enggak ngapa-ngapain, dia bingung dong. Mau mainan enggak ada temen, bosen dengerin orang ngobrol, main sendiri kok enggak enak, akhirnya malu mengungkapkan, jadinya nangis deh.

Aku berusaha memberi penjelasan ke Alya tentang hal-hal yang bersifat dadakan. Bagaimana cara kita biar enggak kaget, dan bagaimana cara bersikap agar enggak ngrepotin orang. Ini masih PR jangka panjang sih, karena yang dimaksud dadakan di sini adalah moment di mana kita bertemu dengan suasana dan orang yang baru. Belum sampai ke hal-hal yang bersifat dewasa dan lebih jauh lagi. Kayak misal sakit, ada orang meninggal, dan lain sebagainya.

Ya, aku ngerti, momong Alya susah susah gampang. Aku pun kudu jaga emosi biar enggak mudah kepancing. Kalau aku ikutan marah, bakalan runyam. Lain kalau aku tenang, masalah kerasa gampang.

Kami enggak masalah Alya ekspresif, tapi ke depannya semoga bisa mengontrol emosinya supaya enggak meledak di tempat umum. Pelan-pelan deh, bismillah bisa! Nyatanya aku yang ekspresif ini juga bisa kok mengelola emosi dengan baik. Asal tiap hari ada kegiatan positif, terus energinya terlampiaskan sama olahraga. Jadi kalau mau emosi, kayaknya sudah capek duluan hahaha.

PR besarnya ke Alya adalah support kami sebagai orang tua dan bagaimana cara mengarahkan emosinya. Oh iya, kalau ada saran atau mau sharing cerita, silahkan tinggalkan di kolom komentar ya :)

Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Harus diakui banget nih, bahwasanya menjadi seorang penulis, setidaknya juga harus suka membaca. Kenapa? Alasannya banyak dong, diantaranya, supaya wawasan tambah luas, gaya kepenulisan makin baik, kosakatanya makin banyak, sampai biar idenya ngalir terus. Lebih-lebih yang enggak begitu suka ketemu orang banyak dan bertukar pikiran secara langsung. Lho memang ada kan, yang lebih suka bekerja di balik layar dan jarak jauh. Enggak usah jauh-jauh dulu deh, dulu aku gitu juga kok.

Tapi satu hal yang aku sadari belakangan ini. Aku jarang banget baca buku. Iya sih, kemarenan sempet gencar baca buku. Pakai target lagi, seminggu satu buku. Bukunya pakai yang lawas dulu, baru kalau sudah ngerasa "oh ini kan ceritanya yang ini ya" alias aku sudah inget alurnya, ya sudah, baru beli buku baru. Cuma ya, akhirnya stuck sampai bulan desember kemarin karena kerjaan akhir tahun dan awal tahun berturut-turut makin banyak.

Dikarenakan kesibukan -ala mami muda butuh jajan skincare- jadilah aktivitas membaca cuma sebatas: baca baca blog ringan-ringan, berita terkini, atau yang paling parah nih (teteup): scroll media sosial. Nyebelin tapi nyata. Mau ngurangin kok ya sudah candu. 

Well, pantes sih, sekarang aku ngerasa, kok mikirku pol mentok segini saja. Mmm, kurang asupan otak rupanya.


Mungkin kalian belum banyak yang tahu ya, selama ini kalau aku nulis naskah, aku terbiasa karena 'pesanan'. Ini tuh jadi kayak enggak ada kebebasan buat aku. Industri banget lah kalau mau dibilang. Aku jadi terbiasa dapet brief, bikin, revisi yang seabreg-abreg, terus nonton hasil akhir yang kalau mau dirunut, kadang menyisakan rasa enggak sreg di hati.

Berkali-kali apa yang sudah aku tulis dan aku bayangkan, enggak tervisualisasi sempurna. Kadang jatuhnya njlungup dan enggak jarang beradu argumen. Tapi yang namanya pesanan kombinasi butuh uang, hal tersebut jadi "yo wes lah, meh piye meneh".

Atas dasar klien seneng, duit gampang cair, akhirnya menjadi solusi yang lama kelamaan bikin otakku terasa tumpul. Baca buku ini sebagai bentuk denial juga, biar enggak dibilang "lemot amat jadi orang". Ya gimana ya, di antara temen-temen seangkatan kuliah yang lain, bisa dibilang aku jarang menelorkan sebuah mahakarya sebagai seniman. Yes, seniman beda banget sama pekerja seni.

Nah, inilah saatnya aku berkarya dari lubuk hati yang paling dalam. Paling enggak, makin tua aku makin punya idealisme ku sendiri deh. Berani bersuara dan berani membuat karya yang berbeda. Terdengar lebay biar. Dikata terlambat, enggak apa-apa lah. Kan kita punya kesempatan yang enggak sama.

Sadarnya hanya karena satu hal kok. Beberapa hari lalu aku sudah punya naskah film fiksi pendek. Sudah aku buat dari desain produksi dan skenario. Apa yang aku tulis di sini, hasil ide dan buah karya aku sendiri tanpa ada campuran tangan dari orang lain. Aku sebar ke temen-temen. Responnya luar biasa, ada yang seneng langsung pengen diproduksi saja, tapi ada juga yang ngasih kritik karena idenya termasuk biasa, enggak yang out of the box dan bisa diikutkan ke festival-festival.

But, i'm okay with that. Justru seneng karena banyak pendapat dan bikin aku melek, kalau karya itu ya memang harus dikritisi kayak gini. Ini saja baru ke temen-temen loh, gimana kalau sudah jadi film terus dipublikasikan. Siap dibantaikah hahaha.

Oh iya, aku juga akan berusaha supaya blog ini akan terus eksis dan diisi dengan kesenangan-kesenanganku. Blog melatih gaya penulisan agar enak dibaca dan mudah dipahami. Itu juga salah satu sebab kenapa aku agak enggak bikin sebuah tulisan yang pakai bahasa semiotik. Susah cuy, lebih enak yang santai dan pesannya ngena gitu saja. 

Karena aku inget banget, zaman skripsi, aku dibilangin sama dosen begini : "anggap saja, ketika kamu menulis, pembacamu enggak tahu apa yang ada dipikiran kamu. Dan skripsi ini yang tahu ya kamu, jadi kamu harus bisa memberi penjelasan kepada orang yang enggak tahu" Lalu aku aplikasikan pemikiran tersebut ke semua tulisanku. Aku berusaha menceritakan secara detail, berbahasa yang enak dibaca, enggak capek, plus orang nangkep apa yang aku maksud.

Nah, kalau dalam bentuk naskah, apa yang aku tulis kan jadi acuan buat sutradara untuk memvisualisasikan. Sudah lumayan okelah bisa bertutur dengan baik. Tapi kurangnya ya ide itu tadi huhu. Bener-bener kerasa apalagi kalau tahu yang ikut festival itu widiw, filmnya keren-keren, banyak sineas muda, mana gambarnya oke punya, gradingnya juga modern. Aduh ini ketinggalan jauh amat yak.

Then now, aku ngerasa bahwa aku memang harus terus belajar apapun, baca buku, lebih banyak dengerin orang, lebih peka sama sekitar, dan nonton film yang enggak cuma ditonton tapi ditelaah baik-baik. Agak berat ya, hehe, tapi aku yakin kok otak kalau dilatih malah lebih bagus daripada enggak dipakai (eh sarkas). 

Aku sadar kok, sekarang ide-ide liar makin banyak dimiliki tiap orang, mau yang muda, mau yang berpengalaman, semua kayaknya bersaing sehat demi kebutuhan passionnya. Malu ah hidup gini-gini saja. 

Yang jelas, pelan-pelan saja, rome wasn't built in a day kan ya. Aku yakin kok, semua akan ada waktunya. :)
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Setelah ngerasa cukup percaya diri mengenal kondisi kulit plus sedikit tahu ingredients yang cocok,  jadi aku lebih bebas mau gonta-ganti produk skincare. Asal first cleansernya cocok saja, second cleanser insyaallah aman buat diutak-atik. Apalagi aku bosenan, ada produk menarik dikit saja di rak skincare, hawanya pengen nyobain. Ternyata selama ini bukan kulitku yang rewel, melainkan aku enggak ngerti apa yang dia inginkan. Sedih ya, tahunya ketika sudah 30 tahun loh haha.


Nah, beberapa pekan lalu aku ke Guardian. Niat awalnya sih mau beli hair oil, eeeh ternyata baru keingetan facial wash juga habis. Iseng, aku lihat ada Himalaya Oil Control Face Wash yang varian Lemon. Oh wow, aku lupa, dulu sebelum nikah, pernah beli yang varian Neem and Tumeric dan kerasa gentle banget. Sayangnya, waktu itu kurang cocok di kulit, emmm mungkin karena belum menerapkan double cleansing kali ya. Maka, aku putuskan buat nyobain varian lemon saja, sekalian buat perbandingan.

Well then, kalian mau tahu kan reviewnya gimana? 


PACKAGING


Jujur, ini pertama kalinya aku nyobain produk tanpa ngelihat packaging. Karena biasanya, aku lebih judge something by its cover. Kenapa? Ya kasihan para desainer lah cuy, sudah capek-capek bikin desain, enggak dipertimbangkan, heu.

Menurutku, desainnya biasa saja. Enggak wow yang cute atau nunjukkin ini herbal, alami, atau beda sama yang lainnya. Pun juga enggak terkesan wah. Okelah, karena harganya juga termasuk terjangkau. Cuma, lihat deh di bagian tutup flip top yang kesannya ringkih. Ini penting loh, mengingat kalau mengutamakan kualitas isi produk, setidaknya dikasih lapisan plastic sealed di bagian tutup luar, atau sealed tembaga di bagian dalam lubang botol. Apalagi lubang botolnya tuh besar, dan ketika keluarin, kadang kebanyakan. 

Point plusnya ada di bagian botol yang berwarna transparan dan bikin isinya kelihatan. Jadi enggak khawatir ada sisa enggak kalau mau dibuang.


INGREDIENTS

Aqua, Ammonium Lauryl Sulfate, Citrus Medica Limonum Fruit Extract, Cocamidopropyl Betaine, Sodium Cocoyl Glutamate & Disodium Cocoyl Glutamate, Glycerin, Honey, Acrylates/C10-30 Alkyl Acrylate Crosspolymer, Fragnance, Phenoxyethanol, Sodium Hydroxide, Hydrogenated Jojoba Oil, Citric Acid, Sodium Metabisulfite, Methylchloroisothiazolinone & Methylisothiazolinone, Disodium EDTA

Seingatku, dulu Himalaya ini gencar bilang kalau produknya enggak terdapat kandungan SLS. Yea i know, banyak beauty blogger yang akhirnya mempertanyakan SLS sama ALS apa bedanya. Wong sama-sama sulfate kok. Namanya juga face wash, kalau enggak ada kandungan sabunnya, pasti harganya manjat kan.

Nah, mungkin karena itulah Himalaya mengganti klaimnya. Ya sudah sih, jujur saja lebih enakeun ketimbang jadi kontra. Toh masih banyak yang pakai juga.

Oh iya, Himalaya juga pakai fragnance, tapi menurutku baunya lembut dan nyaman. Enggak nyegrak  di hidung. So, its no problem.

KLAIM


Himalaya Lemon Face Wash dilengkapi dua kandungan yang sangat bagus buat ngurusin minyak berlebih, yaitu Lemon dan Madu. 

Lemon memiliki efek menenangkan secara keseluruhan, karena efektif menghilangkan kotoran, dan membuat kulit terasa kenyal dan halus. Terus asam sitrat dari Lemon juga bikin kulit cerah dan lembut. Enggak cuma itu, bintik hitam, bintik penuaan, dan komedo bakal berangsur-angsur hilang kalau digunakan secara rutin.

Sementara madu, bermanfaat untuk menjaga kelembapan dan memberi nutrisi pada kulit. Bahkan konon berfungsi sebagai antiseptik alami karena mengandung agen antimikroba yang membunuh bakteri.


 TEKSTUR



Bagian yang aku suka dari produk ini adalah teksturnya. Aku suka bentuk gel kayak gini, yaaah walaupun ada butiran scrub biru kecilnya, tapi buatku Alhamdulillah enggak bikin break out apa. Tadinya pas sampai rumah, aku batin juga sih "wah mampus, ada scrubnya. Cocok enggak ya?"

Nah, pas aku pakai, kan aku gosokin ke tangan dulu tuh. Scrubnya lembut dong, enggak bikin perih yang gimana-gimana. Dan busanya juga enggak banyak. Kalau di kulitku, jatuhnya gentle. Aku enggak tahu butiran biru halus ini sebenernya dari apa dan buat apa. Karena kalau dipikir-pikir buat aesthetic saja, takutnya cuma bakalan bikin pori makin membesar. Semoga enggak sih ya.


PEFORMA


Aku pakai dua kali sehari, yaitu pagi dan malam hari. Caranya wajah dibasahin dulu, lalu tuang gel di telapak tangan, ratakan dengan kedua tangan, lalu pijat lembut ke wajah. Ini beneran enak banget loh rasanya. Seger, tapi juga lembut.

Selama kurang lebih dua minggu aku pakai Himalaya Lemon Face Wash, kulitku belum menunjukkan reaksi yang signifikan. Mengurangi minyak berlebih, yes off course. Bikin wajah lembut, buatku masih aman. Mencerahkan? Memudarkan bintik hitam? Belum terasa tuh!

Aku sempet lihat beberapa review orang-orang di female daily, katanya setelah memakai produk ini bikin wajah kayak ketarik gitu. Tapi beneran, di aku enggak. Mungkin karena wajahku sangat berminyak, jadi cocok-cocok saja. Efeknya pun enggak yang matte kok, masih ada kesan lembap kenyalnya.


Aku pakai ini barengan sama Suami. Enggak tahu tuh, Suamiku hobbynya nyomot face washku mulu, padahal kalau lagi belanja disuruh milih sendiri ogah. Ya wes, malah hemat haha. Eh ya enggak ding! Kalau satu botol isi 100 ml ini bisa aku habisin sendiri selama satu bulanan, bakalan lain ceritanya. Paling dua minggu juga sudah habis. ERRRR.

Terus efeknya di Suami apa? Suamiku kulitnya kering, tapi banyak blackhead dan milia gedhe di hidung. Katanya, "enak kok yang". Agak enggak percaya sih sama reviewnya LOL. Soalnya dia manutan dan enggak tahu mana produk yang tepat buat cuci muka. Wong sempet cuci muka saja sudah luar biasa baginya. Hadeeeh.

Baiklah, menurutku pribadi, produk ini cukupan. Enggak yang baguuus banget, tapi enggak ada salahnya juga dicoba. Aku sendiri pakai produk ini masih aman, enggak bikin nambah jerawat, dan enggak bikin wajah kusam. Hanya saja yang perlu diingat, suatu produk akan bekerja jika rangkaiannya juga tepat. Untungnya, enggak ngerusak perawatan skin barrier aku selama ini. 

Eh lupa, dari tadi ngoceh kalian belum tahu harganya ya. Oke, kemarin di Guardian harganya sekitar Rp 24.000. Varian yang lemon memang agak susah ditemukan dibanding yang Neem and Tumeric. Jadi, kalau pengen nyobain, mungkin hanya ada di store tertentu.

Face wash ini akan aku pakai selama beberapa bulan ke depan sebelum mau berganti ke yang baru. Ya buat membuktikan saja bahwa klaimnya enggak salah. Moga-moga bisa mencerahkan dan membuat bekas jerawat pudar. Amiiiin.

Kalau kalian ada yang pernah coba Himalaya Lemon Face Wash ini, boleh share juga di kolom komentar. Aku tunggu ya :)
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Newer Posts
Older Posts

HELLO!


I'm Yosa Irfiana. A scriptwriter lived in Magelang. Blog is where i play and share. Click here to know about me.

FIND ME HERE

  • Instagram
  • Twitter
  • Facebook
  • Google Plus

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  January 2023 (1)
  • ►  2022 (14)
    • ►  December 2022 (1)
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  August 2022 (2)
    • ►  July 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  March 2022 (2)
    • ►  February 2022 (3)
    • ►  January 2022 (1)
  • ►  2021 (60)
    • ►  December 2021 (1)
    • ►  November 2021 (3)
    • ►  October 2021 (3)
    • ►  August 2021 (3)
    • ►  July 2021 (2)
    • ►  June 2021 (3)
    • ►  May 2021 (15)
    • ►  April 2021 (21)
    • ►  March 2021 (2)
    • ►  February 2021 (2)
    • ►  January 2021 (5)
  • ►  2020 (44)
    • ►  December 2020 (5)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  October 2020 (4)
    • ►  September 2020 (5)
    • ►  August 2020 (3)
    • ►  July 2020 (7)
    • ►  June 2020 (6)
    • ►  May 2020 (1)
    • ►  April 2020 (4)
    • ►  March 2020 (2)
    • ►  February 2020 (3)
    • ►  January 2020 (2)
  • ▼  2019 (89)
    • ►  December 2019 (5)
    • ►  November 2019 (7)
    • ►  October 2019 (6)
    • ►  September 2019 (10)
    • ►  August 2019 (6)
    • ►  July 2019 (6)
    • ►  June 2019 (9)
    • ►  May 2019 (9)
    • ►  April 2019 (8)
    • ►  March 2019 (7)
    • ▼  February 2019 (7)
      • FANBO ULTRA SATIN LIPSTICK - ALL SHADES
      • BATIK MAKE UP - COLLAB WITH BEAUTIESQUAD
      • SUNSCREEN SEJUTA UMAT - EMINA SUN PROTECTION SPF 3...
      • ORANG TUA DIBULLY ANAK? MEMANGNYA BISA?
      • SI ANAK EKSPRESIF
      • I KNOW I CAN
      • REVIEW HIMALAYA OIL CONTROL - LEMON FACE WASH
    • ►  January 2019 (9)
  • ►  2018 (135)
    • ►  December 2018 (21)
    • ►  November 2018 (17)
    • ►  October 2018 (9)
    • ►  September 2018 (9)
    • ►  August 2018 (10)
    • ►  July 2018 (9)
    • ►  June 2018 (12)
    • ►  May 2018 (9)
    • ►  April 2018 (9)
    • ►  March 2018 (9)
    • ►  February 2018 (10)
    • ►  January 2018 (11)
  • ►  2017 (116)
    • ►  December 2017 (8)
    • ►  November 2017 (7)
    • ►  October 2017 (8)
    • ►  September 2017 (9)
    • ►  August 2017 (8)
    • ►  July 2017 (11)
    • ►  June 2017 (8)
    • ►  May 2017 (11)
    • ►  April 2017 (8)
    • ►  March 2017 (12)
    • ►  February 2017 (15)
    • ►  January 2017 (11)
  • ►  2010 (9)
    • ►  November 2010 (9)

CATEGORIES

  • HOME
  • BABBLING
  • BEAUTY
  • FREELANCERS THE SERIES
  • HOBBIES
  • LIFE
  • PARENTING
  • BPN 30 DAY BLOG CHALLENGE
  • BPN 30 DAY RAMADAN BLOG CHALLENGE 2021

BEAUTIESQUAD

BEAUTIESQUAD

BLOGGER PEREMPUAN

BLOGGER PEREMPUAN

EMAK2BLOGGER

EMAK2BLOGGER

Total Pageviews

Online

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose