YOSA IRFIANA

Powered by Blogger.
Walaupun aku orangnya termasuk friendly, gampang bergaul, humoris, ceria, kelihatan seneng ngasuh anak, kerja juga enjoy, tapi ada kalanya aku cuma diem seribu bahasa, jengah sama keramaian,  suntuk, stress, pengen nangis sendiri, dan itu 'meledak' baru-baru ini.

Yes, i've fought my own ego.


Sejak kecil, aku punya temen banyak banget, dari yang kalangan yang tajir melinting, sampai yang kesusahan bareng. Dari yang mudah marah, sampai yang kalem. Dari yang sudah tua, sampai yang masih SMA. Aku seneng, aku jadi punya banyak sudut pandang lain, dan bikin aku lebih relevan dalam memutuskan sesuatu. Makanya, aku selalu bilang dan tanemin kalimat ini dalem-dalem, "setiap orang beda-beda". Ngerti kok, matra ini kayaknya memang gampang dicerna dan bukan hal yang awam, tapi kalau kita sudah ketemu sama ego, semua akan buyar seketika.

Aku inget, dulu, salah satu temen deketku pernah bilang, "yos, kamu kok jarang curhat, aku enggak pernah ngelihat kamu nangis". Dalam artian, entah itu ada masalah keluarga, putus sama pacar, atau nilai jelek di sekolah. Memang, aku sendiri sadar, aku susah banget memercayai orang buat jaga rahasiaku. Enggak sekali dua kali rahasia jadi kemana-mana karena ya itu tadi, lingkup pertemananku banyak. Mungkin bermaksud sharing dan caring ya, cuma kan ada beberapa hal yang enggak perlu semua orang tahu. Jadinya aku kurang percaya sebetulnya ketika aku sendiri bilang "jangan bilang siapa-siapa ya".

Aku lalu agak tertutup soal pribadi, bahkan sama orang tua-ku sendiri. Ya betul, meminta saran dan petuah memang diperlukan, tapi yang utama adalah semua itu di tangan kita. Rasanya kok omong kosong ya kalau kita ngeluh melulu dan curhat sana sini. Aku kalau kebanyakan curhat malah pusing soalnya. Banyak pendapat bikin bingung semua pengen dilakukan. Padahal kitanya harus memfilter dan ingin solusinya segera terpecahkan. Kalau sudah begini, yang mana yang musti didengarkan, di sisi lain, kita yang punya masalah dan kita yang pengen bersuara.

Aku memilih buat memendam dan merahasiakan perasaanku pada siapa-siapa. Sampai aku kenal Suamiku ini, dan lambat laun semua terasa ditanggung bersama. Tapi dalam rumah tangga ternyata juga enggak menutup kemungkinan ada masalah. Dan ketika semua itu tiba, lagi-lagi aku diam seribu bahasa, bisanya marah, enggak tahu mau meluapkan kemana.

Bohong kalau aku bilang aku betah sama kerjaan di rumah. Bohong kalau aku bilang aku gampang cari ide. Bohong kalau aku bilang aku enggak stress karena gajinya seret. Bohong kalau aku bilang aku enggak butuh liburan. Aku enggak mau bohong. Aku kadang muak sama kondisi seperti ini.

Aku ngerti kok, kondisi seperti ini bukan cuma aku yang mengalami. Semua orang berproses sendiri-sendiri. Tapi yang jadi masalah adalah ketika emosi ini enggak terluapkan, lalu akan jadi apa? Berapa lama kita sanggup memendamnya? Apa media yang tepat supaya emosi negatif berubah menjadi positif untuk semua?

Sampai saatnya meledak, aku hilang arah. Semua kerasa pusing di luar dugaan. Kepalaku nyut-nyutan, maunya marah, mataku sembab, inginnya menangis tapi enggak punya daya. Beruntung aku enggak sampai main fisik, mukul-mukul, atau pecah barang. Aku masih setengah sadar kalau aku harus lepas dari jeratan emosi. Aku belum pernah serapuh ini.

I'm seriously, kalau inget itu, aku takut, takut kambuh lagi. Bahkan mungkin bisa lebih parah. 

Enggak mudah mengelola emosi. Suamiku kudu panggil mama, dan akhirnya aku bisa mengungkapkan semua muanya. Dan benar saja, semua kaget karena aku jarang seperti ini. Semua orang nyaris enggak tahu apa masalahku sebenernya, seberapa berat beban yang aku tanggung sendirian. Yes, ketika itu aku ngerasa sendirian. Enggak ada teman. Enggak percaya siapapun. 

Setelah drama panjang nangis berjam-jam, perlahan aku bangkit walaupun kepala masih pusing. Rasanya hari itu adalah hari terberat dalam hidupku. Mau jalan saja sempoyongan. Mengasuh Alya juga susah kepegang. Ngurus diri sendiri saja susah, mau ngurus yang lain. Pekerjaanku? Jangankan sempet buka laptop, kepikiran nulis saja enggak ada.

Semingguan aku ngerasa hidupku hampa. Yang aku inget aku cuma pengen keluar dari rutinitas yang membosankan ini. Pengen ngejalanin hari tanpa ada paksaan dan beban. Pengen jadi seorang Yosa Irfiana lagi. Terdengar munafik, biar. Aku lagi enggak peduli. Aku lebih memedulikan kesembuhan mentalku dulu.

Salah satu yang bisa menenangkanku saat itu adalah kembali ke rumah mama. Makan disediain, Alya ada yang ngasuh, enggak mikir kerjaan. Cuma sehari tapi berarti. Aku juga banyakin berkomunikasi sama mama, sama Suami, dan belajar lagi ngatur nafas panjang demi kewarasan. Aku paham, support system semacam ini enggak semua orang bisa dapetin. Aku cukup beruntung.

And now, i feel much better. Aku rutin yoga, atur nafas dan fokus ke energi positif. Install games di handphone just make sure, aku masih punya hiburan lain. Makan makanan yang aku suka banyak-banyak. Mandi air hangat. Karaoke di rumah like no others. Pokoknya apa yang membuatku senang, aku akan lakukan.

Habis short trip juga tipis-tipis sama orang sekomplek. Cuma makan bareng di luar kota sih, tapi it improved my mood. Aku ngerasa ada pelampiasan energi yang bagus. Yang bisa mengalihkan perhatianku ke hal-hal yang lebih penting. Yang lebih penting, i realized that everyone has their own battle. I just need new perspection. 

So, if you ask me, how to relief my stress? Sebetulnya tergantung seberapa besar niatan kamu untuk keluar. Selama aku ngerasa depresi, aku enggak menyakiti siapapun. Aku masih tetap baik sama anak, sama tetangga, sama siapa saja yang hubungi aku. I'm not Joker anyway. Aku masih punya harapan besar untuk jadi pribadi yang baik dan bermanfaat. Aku enggak memanfaatkan stress-ku untuk melukai orang, atau berbuat kriminal. No. I'm still a kind person. Everybody approved it.

Hari ini aku janji pada diriku sendiri. Aku enggak boleh kalah sama ego, aku harus berdiri sama kuat dengan asa-ku yang sudah kubangun susah payah demi masa depan nan cerah. Aku enggak sedang becanda. It's my turn to be happy on my own way.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Selain perawatan wajah, yang enggak kalah penting bagi aku adalah soal bibir. Karena sejak remaja, bibir aku tuh tipe yang kering dan rentan pecah-pecah. Yang kenal sama aku pasti tahu banget ini. Sampai malu deh karena kelihatan banget enggak sehatnya. Padahal kalau dipikir-pikir, aku selalu minum air putih minim 8 gelas per hari, aku juga jarang pakai lipstick, plus selalu rajin olesin lip balm. Enggak kehitung berapa banyak lip balm yang pernah aku coba, scrub bibir juga rutin, bahkan sampai olesin madu tiap malam juga enggak mempan. 

Kali ini aku mau review Himalaya Lip Balm yang katanya nih bisa melembapkan bibir kering dan tahan lama. Rasanya enggak percaya memang, tapi aku akan review sejujur-jujurnya.


Dengan harga Rp 20.000 saja dan isi sebanyak 10 gram, menurutku produk ini termasuk terjangkau. Awalnya, aku enggak mau beli Himalaya Lip Balm, aku pengen Lip Balm merek lokal asal Bali. Tapi enggak tahu kenapa, aku tuh tertarik sama packaging himayala, yang mengingatkanku sama Lip Care warna hijau merek sebelah yang rasanya minty. Enak sih sebetulnya, bisa melembapkan tanpa bikin bibir kelihatan berminyak. Cuma minusnya, rasanya pedes semriwing gitu, dan aku kurang suka. 


Buat yang belum tahu, Himalaya Herbals adalah produk asli India. Dulu sih, awal-awal keluar, Himalaya punya klaim khusus buat face washnya yang terkenal itu yakni, "no sls". Aku pribadi memang seneng sama Himalaya, bukan karena embel-embel natural, tapi ya karena so far cocok saja. Dari face wash, neem mask, sampai scrub-nya. Semuanya hampir terasa mild and gentle sehingga enggak menyebabkan kulitku break out.

Hal lain yang bikin aku seneng sama Himalaya Herbals adalah gampang banget dicari di toserba, mini market, sampai toko kecantikan. Tapi ya memang enggak semua varian ada. Sedangkan yang Lip Balm ini, aku beli online di Sociolla.


 INGREDIENTS

Petrolatum, Mineral Oil, Ceresin, MicrocrystallineWax, Cetyl Palmitate, Isopropyl Myristate, Daucus Carota Satuva Seed Oil, Rininus Communis Seed Oil, Cocos Nucifera Oil, Triticum Vulgare Germ Oil, Weightia Tinctoria Leaf Oil, Fragrance, Dimethicone, BHT.

Sesuai klaimnya, Himalaya Lip Balm diperkaya dengan Carrod Seed Oil, tabir surya alami, dan wheatgerm oil yang merupakan sumber vitamin E, sekaligus menutrisi, melembapkan, serta melembutkan bibir.

Sejujurnya, aku kurang suka sama kandungan Petrolatum yang berada pada urutan nomor satu ingredients list. Memang sih, petrolatum enggak termasuk bahan yang berbahaya karena katanya sudah melalui proses-proses kimiawi yang steril. Tapi buatku, pertrolatum itu bikin bibir berminyak habis. Saking berminyaknya, malah kadang bikin ngelopek sendiri bibir keringnya. Efeknya, kalau dipakein lipstick sesudahnya susah nyatu. Contohnya ya si merek V itu yang konon bisa buat macem-macem. Di kaki, lutut, bagian tubuh kering oke lah enggak apa-apa. Tapi kalau di bibirku, lama-lama malah bikin bibirnya ngelopek sendiri gitu loh. Jadi, begitu tahu ingredientsnya, aku enggak banyak berharap apa-apa.


PACKAGING

Lip Balm Himalaya packaging-nya sama kayak lip care-ku yang lama, cuma beda desain kemasan saja. Kecil dan imutnya juga bikin enak dipegang kemana-mana. Menurutku, bentuk kemasan seperti ini, lebih terjaga isi produknya ketimbang yang berbentuk ulir. Kadang kan kalau bentuknya memanjang terus diputer gitu isi produknya gampang meleleh, nah, kalau berbentuk tutup dan miring seperti ini, lebih ringkes dan isinya juga pasti kepake gitu. Mungkin susahnya kalau sudah mau habis. Yaaa, semua ada plus minusnya lah.


TEKSTUR

Seperti yang sudah aku ceritain sebelumnya, kalau biasanya petrolium jelly sering menyebabkan bibir kelihatan glossy, saking glossy-nya jadi malah kayak habis makan gorengan, dan bahkan pecah-pecah, Himalaya cukup berbeda. Ya kerasa sih glossynya tapi masih wajar. Teksturnya ternyata enggak terlalu pekat dan tebel, jadi, pas diaplikasikan ke bibir, gampang menyatu. 

Warnanya masih sama transparant, dan diteken langsung keluar. Agak berbeda sama lip care-ku sebelumnya yang teksturnya agak cair.

RESULT

Di bibirku yang kering, rentan pecah, dan kehitaman ini, Lip Balm Himalaya cukup terasa ringan. Kerasa sih pakai lip balm, tapi masih enteng gitu ketimbang petrolium jelly. Hasilnya, bibir jadi kelihatan lebih lembap dan sehat. Lip Balm ini enggak ada warnanya, jadi, bibir itu cuma kelihatan basah saja. Soal awet tidaknya, menurutku enggak ah! Tetep butuh dioles terus sepanjang terasa kering. Tapi yang utama, enggak bikin kulit bibir jadi ngelopek sendiri, itu sudah bagus.

Oh iya, walaupun ada kandungan tabir surya-nya, aku tetap pakai Lip Balm ini dua kali sehari, pada pagi dan malam hari. Kalau pagi, aku pakainya tipis-tipis saja karena biasanya aku timpa pakai lipstick. Nah, lip balm lain kan kalau dipakein lipstick jadi enggak nyatu tuh, si Himalaya juga termasuk gitu kok. Makanya, aku kasih jeda beberapa menit sebelum pakai lipstick.


Sementara ini, sudah aku pakai semingguan, Himalaya Lip Balm cukup bisa bikin bibir lembap. Dan yang penting, isi kantong masih selamat. Selamat karena harganya enggak bikin kering dan tercekat. 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Salah satu kegiatan di sekolah Alya yang paling aku sukai adalah adanya sesi parenting. Sebuah pertemuan di mana para orang tua murid diberi wawasan, ilmu, dan bekal dalam mengasuh anak tentunya sesuai syariat Islam. Senang dong, karena ternyata begini ya rasanya nyekolahin anak di sekolah yang sesuai pilihan. Hehehe, maaf frontal, karena terasa banget tuh bedanya. 

Oh iya, aku nyekolahin Alya di sekolah yang berbasis agama, murni karena pengen kami tuh pengen punya bekal dan landasan agama buat kehidupan sehari-hari. Ini soal kepercayaan saja, karena buatku membekali diri dengan agama yang baik, merupakan refleksi dan sarana introspeksi diri. Gitu saja sih, tapi kadang takut euy, wayah gini kalau sedikit saja ngomongin agama, banyakan dikira terus jadi tertutup dan intoleran. Jadinya kan serba salah.

Aku bukannya membatasi diri bergaul dengan satu agama saja, karena menurutku, toh semua ajaran sama saja. Semua mengajari kebaikan, melalui caranya masing-masing. Nyatanya, dalam sesi parenting kemarin, banyak hal yang enggak sesuai sama hati nurani aku sebagai orang tua dan ngerasa "hello pak! Anda hidup di tahun berapa?"

Jadi, menurutku, menurutku loh ya, mencari pembimbing entah itu ustad, entah itu psikolog, entah itu Dokter, itu juga cocok-cocokan. Ada kalanya, kita nemu orang yang ngerti sama kondisi kita. Yang menyamaratakan pemikiran harusnya begini begitu, tanpa ngelihat dulu kasus dan apa yang dialami tiap orang. Nah, yang begini ini nih, yang menurutku enggak keren!


Seperti kemarin pas parenting, ngangkat tema "Kewajiban Orang Tua dalam Mendidik Anak Sesuai Ajaran Islam". Bagus sih materinya, banyakan soal kaidah agama. Pembicaranya juga praktisi dari kalangan terpelajar lah istilahnya. Penyampaiannya bagus, tapi yang bikin enggak sreg, adalah:

Satu, ketika pembicaranya menyoal ibu-ibu bekerja dan mending di rumah saja. Aku yang kerja di rumah saja, ngerasa "apa-apaan sih, seperti ini dibahas?" I was like, memangnya Bapak tahu dapur rumah tangga tiap orang apa?

Sebagai Stay At Home Mom yang kadang kalau meeting harus nitipin anak dulu, dan ketika ambil tawaran syuting kudu itung-itungan untung ruginya, hal seperti ini sensitif sekali, please. Aku beruntung karena kerjaanku remote, tapi kan enggak semua ibu bisa seperti bekerja jarak jauh? Misalnya, Bidan, Perawat, Producer Film, Pengusaha. Apa lagi coba sebut. Rasanya kok enggak adil ya, menempatkan wanita pada keterbatasan. Padahal kalau dipikir-pikir nih, ada kan yang mau melahirkan tapi mintanya Bidan/Dokter Perempuan. Malu kan kalau diperiksa sama Dokter Pria? 

Lagian, tahu kan kalau Siti Khadijah, Istri Nabi Muhammad itu wanita karir. Beliau adalah pedagang yang sukses dan bisa bersamaan mendidik anaknya dengan lembut nan penuh kasih sayang. Jadi wanita bekerja tuh enggak melulu bikin kita jadi nutup mata soal rumah tangga. Bahkan ada kalanya, wanita-wanita ini bekerja karena kebutuhan yang makin mendesak dan bertujuan untuk meringankan beban Suami. 

Menurutku, kalau misal nih, misal, amit-amit, ada Ibu yang enggak ngurus anaknya, cuek, atau enggak mau tanggungjawab, ya itu bukan karena dia bekerja. Itu karena sifatnya saja. Yang mungkin, kalau dirunut juga pasti ada sebab akibatnya. Kenapa dia bisa cuek, kenapa bisa enggak mau ngurus, memang Suaminya kenapa? Makanya, issue ini sensitif abis, enggak bisa dipandang dari satu sudut pandang saja. Enggak adil, beneran.

Yang kedua, ketika ada Bapak-bapak yang datang dalam sesi parenting, Si Pembicara yang notabene juga laki-laki ini, give applause untuk mereka. Buat aku yang melihat dari sudut pandang "Ibu yang Suaminya susah disuruh belanja dan ngurus anak", aku bisa relate lah. Kagum. Salut.

Tapi kalau ngelihat dari sudut pandang pribadi, yang Suamiku juga belanja, masak, ngurus Alya dan porsinya sama, aku ngelihat itu ya biasa saja. Ini saja pas kebetulan aku bisa ikut parenting. Lha kalau aku pas kerja? Ya aku minta Suamiku buat gantiin, dan dia ya biasa saja. Suamiku enggak malu, aku juga ngerasa ya memang sudah sepantasnya. Masa' yang dapet Ilmu Parenting cuma ibu-ibu doang? Yang benar saja.

Di sekolah Alya deh contohnya. Ada beberapa Ibu yang nungguin anaknya sekolah sambil bawa anak kecilnya satu lagi. Bawa motor sendiri, masih minum ASI pula. Bahkan kadang bisa-bisanya mampir belanja dan bawa sayur sekresek besar. Mana yang katanya wanita itu lemah? I can't see it clearly yet. Karena ternyata, banyak kok wanita yang strong baik itu pikiran maupun tenaga.

Bias banget kalau rumah tangga dipandang sebelah mata dan enggak dilihat kondisinya. Asli, tiap rumah tangga itu beda-beda kasusnya. Ada yang Istrinya senang di rumah dan ngurus anak. Ada yang Suaminya bekerja keras karena mau bikin bisnis di masa tuanya. Ada yang dua-duanya pengen bisnis berdua biar bisa ngurus anak berdua. Ada. Dan kesemua orang tua yang baik dan punya rasa tanggung jawab, harusnya bisa saling melengkapi satu sama lain. 

Kutipan surat Al-Baqarah ayat 233:
وَ عَلَی الۡمَوۡلُوۡدِ لَہٗ رِزۡقُہُنَّ وَ کِسۡوَتُہُنَّ بِالۡمَعۡرُوۡفِ ؕ لَا تُکَلَّفُ نَفۡسٌ اِلَّا وُسۡعَہَا
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Rumah tangga itu sebaiknya kan berdasarkan kompromi yang disepakati bareng. Misal si istri enggak apa-apa ngasuh anak 2 tanpa nanny, it's okay. Mungkin lebih baik uangnya ditabung untuk biaya sekolah anak, atau buat dana darurat. Yang seharusnya di-bold adalah, istri juga harus ikhlas melakukan semua tanpa beban. Tapi, kalau itu jadi hal yang sangat membebani, ya jangan salahkan istri. Mengemban tugas di rumah sambil momong anak itu cukup berat loh. Enggak semua orang mau, dan enggak semua orang mampu. 

Kayak aku contohnya. Kerja di rumah atau di kantor, menurutku masing-masing ada tantangannya. Ada kalanya aku stress sama kerjaan, ada kalanya aku bingung Alya sakit, ada kalanya kerjaan rumah jadi terabaikan gara-gara aku enggak bisa bagi waktu dengan baik. Benar, aku seorang ibu. Tapi aku masih sebagai seorang yosa irfiana yang biasa saja. Yang kadang mikir, mbok ya hidup jangan berat-berat amat.

Aku tuh kalau punya banyak pilihan, aku paling males masak, dan enggak mau setrika. Makanan mending beli aja deh daripada capek. Atau setrika, beugh paling sumuk ngerjainnya. Aku lebih milih nulis, atau ngepel, atau beres-beres rumah deh ketimbang dua itu tadi. Cuma kan masalahnya kondisi finansialku cukupan ya, belum bisa nyisihin uang banyak-banyak. Uang buat jajan di luar, dan hire asisten rumah tangga mendingan aku tabung buat travelling. Tapi ini sekali lagi aku loh ya, bukan kalian. Mungkin kalian beda. Nah ya kan, kita semua tuh kondisinya enggak akan bisa sama persis. Pasti enggak mau kan disamaratakan.

Untuk itulah, Suamiku turut membantu kerjaan rumah tanggaku. Dari jemur pakaian, masak, dan gantian momong Alya. Urusan nambah anak kedua, aslinya Suami dan anakku pengen banget nget nget, tapi ya sorry-sorry jek, semua kudu lewat acc-ku dulu. Kalau aku belum sanggup, ya tunda. Enggak lalu dipaksa. 

Aku pernah marah karena ada temen yang senengnya nyinyir aturan rumah tanggaku. Ketika lihat Suamiku masak, atau jemur pakaian, itu langsung judesin aku loh. Aku dibilang enggak seharusnya memperlakukan Suami kayak gitu. Padahal, intensitas aku masak ketimbang Suami juga lebih banyak aku. Nah, entar nih, giliran aku kerja sampai larut, dan pagi-pagi harus nganterin Alya, dibilangin, "ya memang wanita seharusnya begitu".

Ini lagi becanda atau memang nabuh genderang perang sih sebenernya?

Yang ketiga, si Bapak Pembicara bilang kalau "gadget itu enggak ada manfaatnya". Karena menurutnya, banyak berita hoax tersebar gara-gara gadget, dan bisa bikin anak kecanduan game yang jadi enggak konsen sama pelajaran di sekolah. Wow, data ilmiah dari mana ini ya, mohon maaf. Karena setahuku, Arief Widhiyasa, itu adalah gamer sejak dia TK kecil. Dan ketika dia besar, dia bisa mendirikan Agate Studio di Bandung, yang merupakan developer game lokal Indonesia. Arief Widhiyasa ini seumuranku sih, dan dia memilih drop out dari kampusnya untuk fokus ke perusahannya.

Well, itu memang enggak semua orang bisa, dan dia Arief Widhiyasa, bukan kita. Tapi kalau kita mau ber-positif thinking, ternyata ya enggak melulu game itu bikin ketinggalan banyak sih. Aku tuh demen main Age of Empire yang mana lebih mementingkan strategi dan bikin negara ketimbang perang, dan aku bisa belajar sejarah dari sana tuh. Makanya, kalau dibilang seorang Mark Zuckerberg, Arief Widhiyasa, John Lennon, Walt Disney, itu adalah orang yang mungkin beruntung, dan enggak semua bisa sama, seharusnya ini jadi pemikiran bahwa manusia ya harus bertahan gimana caranya.

Enggak melulu nyalahin keadaan, seperti nyalahin orang tua enggak bisa nyekolahin sampai tinggi, enggak nyalahin Guru Killer, enggak nyalahin teknologi yang kian maju, enggak nyalahin Presiden, karena ya kehidupan kita, kita yang jalanin. Kita punya banyak pilihan kok, itu kalau kita mau. Masalahnya kan kita mau atau terlalu nyaman berada di zona aman.

Menyalahkan gadget tuh enggak fair. Bisa kena aku kalau urusan begini. Lha gimana, kerja sehari-hari ngadep laptop, nyari referensi juga dari tayangan video youtube, TV, atau film, promosi juga lewat media sosial. Yang salah bukan gadget-nya sih, tapi kitanya bisa tidak memanfaatkan gadget sebaik-baiknya.

Ketiga hal yang di-bold di atas kalau ditarik garis korelasi, pastinya akan merujuk ke patriarki. Banyak sekali yang masih mikir bahwa gerak wanita harus dibatasin, tapi di sisi lain, mereka membutuhkan peran wanita untuk hal-hal yang lebih susah effort-nya. Contohnya apa? Ya coba deh, sudah hamil, menyusui, masak, ngerawat anak, mendidik anak, belanja, nyuci, setrika, Suami pulang enggak dibikinin kopi muring-muring. Kalau sanggup mah monggo ya, cuma sudah deh, we are still human too! Enggak apa-apa kok ngeluh capek, ngeluh pengen piknik, ngeluh bosen di rumah terus. Iya benar kita ngejar surga Allah, tapi kan banyak jalan menuju surga.

Kadang mikir juga, ayat dan hadist kok cuma buat memaksa dan menyindir orang lain. Padahal sejatinya sholat kan untuk healing, refleksi kalau ada kesalahan dan sarana untuk memperbaiki diri.

Banyak orang masih maksa untuk jadi apa yang mereka minta. Ya sok atuh, kalian masak dan di rumah, terus Suami kerja pulang larut. Tapi apa hak kalian buat mencampuri urusan rumah tangga orang. Memangnya ikutan beliin beras, kan enggak? Ikutan nyumbang uang gedung sekolah anak, kan ogah?

Buat aku pribadi, rumah tangga dibangun atas azas kebersamaan dan kesadaran. Masih berjuang, ya kuat sama-sama. Betah bertahan, ya harus ambil jalan tengah bersama. Your battle is also my battle, we fight together.

Kita hidup di zaman sekarang yang sudah enggak zamannya mom war. Kita hidup di zaman yang lebih dimudahkan. Kita harus lebih bisa fleksibel dan melihat dari kondisi yang ada. 

So, daripada mikirin rumah tangga orang lain, Suami harusnya begini, Istri harusnya begitu, mending kita fokus dulu sih ke perbaikan diri. Lihat semua anggota keluarga sehat dan senang harusnya sudah cukup menjadi tolok ukur gimana kebaikan sudah seharusnya dijalankan. Yang utama, semoga kebahagiaan itu menular.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Membiasakan anak tidur dengan disiplin sejak dini sebetulnya lebih banyak manfaatnya terlebih ketika mereka sudah masuk fase sekolah. Aku enggak mau membandingkan dengan anak yang tidurnya larut, dan bangun siang sih, karena itu kan pilihan dan sesuai habit yang ada di rumah. Nah, yang mau aku bicarakan di sini adalah, seperti yang kalian tahu, bahwa Alya ini sudah disiplin sekali sejak umur setahunan. Bahkan kalau mau songong, ketika bayi, dia ngak ngeknya cuma pas minta minum doang. Seiingetku, aku jadi jarang begadang. Alya tuh cukup pelor, apalagi diajak jalan, pokoknya yang berhubungan sama perjalanan, dia lebih sering tidur dengan santainya.

Baca juga: Mendisiplinkan Anak Tidur

Cuma yang jadi masalah, saking dia ini disiplin, saking dia ini tidur siang harus tepat waktu, pasti tidur malam, dan bangunnya pun tetap harus pagi jam 5/6, Alya enggak bisa fleksibel kalau diajak bepergian. Atau kasus lain nih, misal aku dan Suami sama-sama lagi lembur terus pengen bangun siang, salah satu harus tetap ngalah. Alya tetap harus ditemenenin bangun, atau dia akan ngamuk dan bete all day long. So, welcome! Ada kalanya disiplin itu membosankan, kan?


Bulan agustus lalu, kami sedang banyak kegiatan. Kerjaan sih sudah enak ritmenya walaupun di rumah, tapi karena ketambahan harus ngurus rangkaian acara buat komplek, kami jadi makin harus pinter-pinter bagi waktu. Maklum, kami pasutri palugada, apa lu mau, gua sebisanya, haha. Tapi beneran loh, yang freelancer-freelancer gini mostly pada sambat kalau sering dimintain tolong buat acara kampung/komplek, just because kami itu ada di rumah terus. Yang artinya, kami dianggap siap sedia. Cincai lah kalau cuma desain, cincai lah kalau cuma ngajarin nari-nari buat anak-anak pentas. Padahal habis itu, aku malemnya kudu lembur karena pagi momong Alya, sore ngurus komplek, malem mau enggak mau buat kerja. Mau sewot, tapi kok banyak temennya. Yowes, meratapi nasib saja, karena ini nyata.

Salah satu rangkaian kegiatan tersebut kan berisi pentas yang pastinya sampai tengah malam, Alya kebetulan ikut pentas anak-anak. Jadwal pentas anak jam 8-9, kemudian dilanjutkan nonton layar tancep dan makan bakso bareng. Alya seneng banget tuh, jarang-jarang kan dia bisa keluar malam dengan banyak kegiatan asyik kayak gini. Aku sempet tawarin Alya bobok jam 9, tapi Alya nolak dengan alasan masih mau main bareng temen-temen. Pikirku, enggak apa-apa lah, wong sekali-kali doang. Aku lihat anak-anak komplek juga sama enjoynya, dan mereka tuh ikut sampai acara selesai loh. Terus Alya tidur jam 1 malam, setelah kami ikutan masuk ke dalam rumah. 

Kami pikir besoknya, kami akan bangun siang barengan. Yakin sih, karena jadwal tidur kami kan cukup berantakan, wong sudah jarang begadangan. Tapi ternyata enggak guys! Alya tetap bangun jam 5 teng! Berarti Alya cuma tidur 4 jam, dan kayaknya sudah cukup gitu.

Sebagai seorang ibu, bangga sih tentunya. Dia sudah punya ritmenya dan disipilin tanpa kudu dipaksa. Tapi sebagai seorang yosa irfiana yang sebetulnya demen rebahan, dan bangun siang, tentu saja ini menganggu. Sumpah kepalaku jadi pusing dan lemes karena kurang istirahat. Beda sama Alya, yang walaupun begadang, tingkahnya masih pecicilan. Parahnya, aku sama Suami kalau sudah bangun, bakal susah tidur lagi. Pelampiasannya gimana? Nanti cari waktu tidur siang.

Contoh lain deh. Alya ini kan pulang sekolah jam 11 an kalau regular. Misalnya kami butuh belanja bulanan, atau sekadar ngajak Alya makan siang di luar, itu akan susah sekali di jam-jam tersebut. Pernah nih, kami ajakin belanja dan makan siang sekalian. Baju seragamnya kami gantiin karena dari rumah sudah prepare. Biasanya dia minta main di playground kalau kelamaan nunggu. Nah, sudah puas kan mainnya, giliran makan, dia bisa tidur seenaknya sendiri. Kayak di kursi, di tiker, atau minta peluk. 

Alhasil, kami nungguin dia sampai bangun, atau dia akan diboyong pulang dan mendadak bangun lalu ngamuk. Iya, aneh, beneran. Kalau kami angkat terus kami pindah, dia tiba-tiba bangun gitu loh. Anehnya lagi, dia akan bilang, "loh..kok Alya enggak jadi makan?" Why oh why? Kemana saja kamu naaak!!  T.T

Kalau misal keluar kota, agak beda tuh ceritanya. Dia malah jarang sambat dan nangis. Nungguin di mobil pun enggak masalah, beda sama pas pakai motor. Enggak tahu kenapa, di motor dia lebih pelor. Padahal mah, tidur di tengah-tengah kami sampai mau doyong loh. Apalagi sekarang sudah tambah besar. Makin susah kan, tapi kok dia nyaman.

Ada yang sampai kaget loh, Alya jam 6 sudah rapi, sudah mandi, sudah makan, siap main. Banyak yang nanya juga, Alya tuh bangun jam berapa. Beberapa ibu yang curhat ke aku soal anaknya yang tidur malam, begitu aku ceritain ritme Alya, biasanya juga pada bingung. Alya ini jaraaang mandi siang, walaupun itu weekend. Pernah sih sesekali, tapi itupun dia ngeluh bau hahaha.

Karena kan biasanya, anak tuh fleksibel ya. Cenderung seneng main, seneng diajak jalan, main ya main saja kayak enggak ada capeknya, sampai lupa sama rutinitas sehari-hari. Tapi Alya ini beda, dia  sudah punya jadwal sendiri, dan bakal cuek bebek kalau sudah ngantuk. Mau kamu main, mau itu bising, mau di jalan, ngantuk ya ngantuk, enggak ada negosiasi. 

Makanya, sekarang kalau bepergian, kami enggak ambil jadwal tidur siang Alya. Kalau di luar kota, kami selalu sedia bantal, sedia mainan selagi dia perjalanan biar enggak boring. Ya intinya, bukan Alya sih yang menyesuaikan, tapi kami. 

Sekarang kami jadi lebih rajin bangun pagi, malam jam 10 sudah mentok masuk kamar, terus pengaruhnya ke jadwal makan pagi, makan siang, makan malam jangan sampai telat. Karena telat sekali, Alya enggak bisa diajak kompromi. Sambil pelan-pelan juga ini manage waktu buat kerja nulis naskah enggak pakai begadangan lagi. Nah kan, ternyata berguna bagi orang tuanya juga hahaha. Anyway, makasih ya Alya!
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Lagi-lagi aku dibikin ternganga sama produknya Viva. Setelah menyatakan cocok sama skincare-nya seperti: milk cleanser, toner, lotion pelembap, cream anti wrinkle, day cream, bahkan sampai acne gelnya, sekarang giliran Viva White Clean & Mask Refreshner For Oily - Acne Skin. 

Jujur, tiap kali beli produk Viva, aku enggak pernah ekspektasi macem-macem. Aku sering ambil produk Viva ini karena harganya murah dibanding yang lain. Itu dulu saja, thok til. Mengenai ternyata mantep dan bekerja bagus di kulit, aku anggap bonus. Soalnya yang ada dalam pikiranku, ya masa' sudah murah minta macem-macem sih. Makanya, kalau aku pakai skincare berlayer-layer, aku enggak yang produknya mahal semua. Salah satunya pasti ada produk Viva. 

Well, we know, beberapa orang yang ngincer skincare dan pengen glowing tapi punya kendala sama fulus, bakal sering menjerit dengan bilang "sobat misqueen". Bagiku cukup relate sih, walaupun aku enggak pernah bilang aku sobat misqueen juga. Ya gimana ya, aku mengamini perkataan adalah doa, jadi ya aku hati-hati banget, amit-amit jangan sampai aku enggak ada budget skincare. Duh, bisa kusut nih muka.

But on the other hand, aku paham, problem harga adalah masalah ketika kalian mengikuti tren dari influencer yang belum setara sama kalian. Kalian masih sanggupnya beli Viva tapi sananya sudah pakai La Mer. Njeglek cint! Pantes kalian njerit.

Maksudku begini. Aku ya, kalau lagi bokek nih, dan prioritas utamaku kan sekolah Alya sama rumah dulu, pilih skincare ya sebisa mungkin enggak bikin kere. Nah, baru kalau lagi jackpot invoice keluar bareng dan kerjaan alhamdulillah lancar, aku beli tuh yang harganya lebih mahal. Ngerasa enakan, ya belum tentu juga, skincare kan cocokan.

Tapi misal balik lagi lihat duit bikin wajah asem, tapi muka pengen tetep awesome, jadilah aku beli produk yang harganya terjangkau. Kalau ada yang bilang, "kok beli Viva, nunggu gajian dulu atuh, bisa beli merek korea". Sebentar..sebentar... masa' perawatan kulit nunggu punya banyak duit dulu sih. Hahaha.

Aku ngomong gini karena, aku cocok sama produk-produknya Viva. Yok kita ulas saja.


Aku pernah baca salah satu influencer, tapi lupa siapa, bahwa tea tree oil itu sebenernya grade paling bawah buat nyembuhin jerawat. Ada yang lebih bagus, dan banyak. Mau tanya "lha terus yang bagus apa?" tapi kok males SKSD, malah dikira enggak pro dan dikira enggak usaha cari tahu sendiri. Mau googling, sudah kadung cocok sama tea tree, terus gimana lagi. Buat aku, varian tea tree ini paling gampang ditemui bahkan dari yang murah sampai merek yang dijual di mal. Kalau itu cocok, why not. Kalau punya uang lebih, ya baru pindah ke lain hati boleh kakak.

Aku tuh ceritanya mau beli Masker Tea Tree merek sebelah, tapi kok waktu itu enggak ada. Yang ada merek V***** dan pernah aku coba, ternyata sensasi cooling-nya lebay dan malah cenderung panas. Jadi yang ada selain itu, hanya Viva. Ya wes aku ambil saja, karena sudah banyak cocok sama produknya. Viva White Clean & Mask Refreshner For Oily - Acne Skin yang aku temui di rak belanja ini sebenernya juga sudah di-review dan banyak yang bilang bagus. 

Viva White Clean & Mask Refreshner ini punya 3 varian:
1. Viva White Clean & Mask Refreshner For Oily - Acne Skin (Warna Hijau)
2. Viva White Clean & Mask Refreshner For Dry - Fine Wrinkle Skin (Warna Orange)
3. Viva White Clean & Mask Refreshner For All Skin Type (Warna Pink)

Dulu aku enggak tertarik sih, ngerasa aneh saja sama klaimnya yang bisa digunakan sebagai masker atau pembersih wajah. Haha. Ya maaf, aku lebih nyaman sama, masker, ya masker saja. Pembersih wajah, ya sudah facial foam saja. Itu kayak shampoo plus conditioner gitu loh, ya menurutku hasilnya malah enggak optimal. 

So, bagaimana dengan Viva White Clean & Mask Refreshner For Oily - Acne Skin?


INGREDIENTS

Aqua, Kaolin Glycerin, Lauryl Glucoside, Potassium Lauryl Phosphate, Acrylates/Vinyl Neodecanoate Crosspolymer, Cl 77891, Cocamide DEA, Propylene Glycol, Dipropylene Glycol, Divinyldimethicone/Dimethicone Copolymer, Aloe Barbadensis Gel, Glycyrrhiza Glabra Extract, Perfume, Menthylparaben, Citrus Aurantifolia Extract, Melaleuca Alternifolia Leaf Oil, Peppermint (Mentha Piperita) Oil Sodium Hydroxide, C12-13 Pareth-23, C12-13 Pareth-3, Cyclotetrasiloxane, Phenoxytanol, Cl 19140, Cl 42090.


PACKAGING

Untuk urusan kemasan, aku enggak bisa berharap banyak. Mostly produk Viva memang biasa saja, bahkan cenderung ringkih. Di bagian tutup botolnya enggak ada metal sealed yang umumnya dipakai merek-merek yang lebih mahal. Tapi, flip on-nya cukup kuat kok, jadi enggak mudah tumpah.

TEXTURE & SCENT

Aku kurang enak kalau ngomongin soal scent pada kosmetik lokal. Jujur wae, scent-nya itu khas, ala-ala jadul, dan banyak yang mirip. Aku bisa ngomong gini karena di rak kosmetikku lebih banyak produk lokalnya ketimbang produk luar, jadi aku tahu A-Z wangi-wanginya, hampir enggak ada yang buatku nyaman. Ya ada sih, tapi pasti harganya yang enggak murah. Mau enggak diomongin, tapi adanya kayak gini, lagian hidungku cukup sensi. Tiap dapet produk yang wanginya nusuk, langsung ilfeel.

Viva White Clean & Mask Refreshner For Oily - Acne Skin punya scent yang.. ya cukup lah untuk ukuran tea tree. Aku pernah nemuin yang jauh lebih strong dan nusuk hidung banget. Jadi aku pikir, Viva masih lebih baik. 

Beralih ke tekstur deh ya. Warnanya hijau mint gitu, dan berbentuk cream yang mudah diratakan. Aku sih pakai tangan buat olesin ke wajah. Kalau pakai kuas, khusus buat masker yang bentuknya serbuk dan yang susah diratain. Viva enak kok teksturnya, enggak terlalu kental, juga enggak terlalu cair.

RESULT

Seperti yang sudah aku siratkan, aku enggak menggunakannya sebagai facial wash. Aku pakai untuk masker. Tapi buat make sure, karena ini namanya review, aku sempat mencoba sebagai pembersih wajah, dan ya enak biasa sih. Enggak terlalu membersihkan wajah dengan sempurna, tapi praktis juga misal dipakai buat travelling. 

Bisa kalian lihat di foto di bawah ini, busanya cukup banyak. Namun begitu, hasilnya enggak bikin wajah kayak ketarik. 


Kemudian aku pakai buat masker. Ya ini kenapa sih, habis dipakai buat pembersih wajah, dilanjut sebagai masker. Kayak aneh gitu, haha. 

Ini aku bener-bener bareface habis cuci muka, lanjut oles masker. Warna hijaunya berubah jadi agak putih. Nah, yang aku bingung nih, direction-nya kan bilang 3 menit untuk masker, tapi aku pakai 15 menit seperti masker pada umumnya gitu loh. Karena waktu 3 menit, aduh, kok belum kering, begitupun pas 15 menit sesudahnya, waduh belum kering juga, wahaha.

Aku bilas setelahnya dengan posisi seperti membasuh wajah, alias dengan cara dipijat memutar. Kalau biasanya aku pakai handuk kecil yang direndam air anget buat ngangkat masker, ini tuh enggak. Langsung saja bersihin pakai air mengalir dan hasilnya kelihatan bersih kok. Mungkin ini yang dimaksud sebagai Clean & Mask secara bersamaan ya.

Aku pakai seminggu dua kali, tiap habis exfoliating pakai yang model gel/scrub. Untuk hasilnya sendiri, aku belum banyak ngerasain perbedaannya ya, maklum, baru pakai 2 mingguan. Yang jelas, kulitku masih oily, masih sering kelihatan kusam, dan masih sering kemerahan. Tapi untuk urusan jerawat, aku akui dan kasih jempol deh. Jerawat yang model besar-besar dan bruntusan, lebih gampang kalem dan enggak mudah nongol lagi. Buktinya, sekarang aku jadi jarang jerawatan. Nah, ini berarti bahwa Viva White Clean & Mask Refreshner For Oily - Acne Skin juga klop sama rangkaian skincare yang sedang aku pakai. Kan jerawat enggak bisa disembuhkan melalui satu produk/perawatan saja. Kesemua step by step nya kudu melengkapi satu sama lain.

So, buat yang nanya, ini cocok di aku apa enggak, jawabannya jelas iya. Baik segi harga, maupun hasil, alhamdulillah mantep, enggak bikin kantong bolong, dan enggak bikin kulit break out. Kalau sudah gini, aku tenang, walaupun bokek pun, ada pilihan perawatan. Haha.


Viva White Clean & Mask Refreshner For Oily - Acne Skin 
Isi: 50 gram.
Harga: Rp 15.000 an.

This product is really worth trying!
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Sumpah ya, aku lama nunda bikin blogpost ini karena bener-bener pengen buktiin kalau L'oreal Revitalift Crystal Micro Essence sebagus itu. Well, you know, kalau sudah berbau 'banyak yang pakai' dan banyak yang bilang ini bagus lo harus nyoba, kadang aku justru pesimis sama hasilnya. Bukan enggak bagus sih, tapi di aku hasilnya akan biasa saja.

And since you guys pada enggak sabaran nanya ke aku karena sepenasaran pengen lihat hasilnya gimana, semua akan aku jabarin kok tenang saja. Spoiler dikit, hasilnya oke punya!


Aku dapetin L'oreal Revitalift Crystal Micro Essence ini dari Socobox x L'oreal Paris, barengan sama Liquid Lipstick Rouge Signature. Jujur, aku sebenernya enggak pernah meragukan brand Loreal. Mau yang skincare, mau haircare, mau makeup-nya, yang pernah aku coba, bagus-bagus semua. Paling kalau berhenti beli, hanya masalah harga. Sounds classic yo.

L'oreal Revitalift Crystal Micro Essence merupakan produk terbarunya Loreal berupa essence dengan formula centella asiatica yang mampu bekerja dari dalam menyamarkan garis halus untuk kulit yang lebih halus dan tampak lebih muda. Oh iya, kandungan centella kayaknya memang lagi hits ya belakangan ini. Selain biasanya berupa toner, juga bisa berupa essence. Kebanyakan orang cocok sama centella ini yang terbukti bisa menyembuhkan luka sampai meningkatkan elastisitas kulit.

Selain itu, Loreal Revitalift Crystal Micro Essence juga menggunakan micronized technology yang mampu menembus 10 lapisan kulit, sehingga kulit tampak bening seperti kristal. Klaimnya tampak benar-benar menjanjikan ya! Supaya lebih jelas, sekarang kita lihat ingredientsnya saja.


INGREDIENTS

AQUA/ WATER, BUTYLENE GLYCOL, ALCOHOL, HYDROXYETHYLPIPERAZINE ETHANE SULFONIC ACID, PROPANEDIOL, PPG-6-DECYLTETRADECETH-30, CAPRYLYL GLYCOL, SALICYLIC ACID, SODIUM HYDROXIDE, P-ANISIC ACID, ADENOSINE, CAPRYLOYL SALICYLIC ACID, ACETYL TRIFLUOROMETHYLPHENYL VALYLGLYCINE, DISODIUM EDTA, PARFUM/ FRAGRANCE, MADECASSOSIDE, BENZYL SALICYLATE, LIMONENE, LINALOOL, BENZYL ALCOHOL, PENTYLENE GLYCOL, FAEX EXTRACT/ YEAST EXTRACT, TOCOPHEROL (F.I.L B230141/1)


Komposisi Butylene Glycol di urutan kedua. Butylene Glycol itu turunan dari petroleum yang biasa digunakan sebagai pengawet, pelarut, dan mengunci kelembapan dalam kulit. Ada yang cocok, ada juga yang bisa menyebabkan kulit jadi iritasi. Lalu, ada kandungan salicylic acid, bahan populer untuk meregenerasi kulit dan meredakan jerawat. 

Terus dimana letak centella asiatica-nya? Madecassoside jawabannya. Konon, bahan ini sama dengan Cica, termasuk dalam soothing ingredients, yang bisa meredakan kemerahan, mempercepat penyembuhan luka bakar, meningkatkan anti oksidan, dan produksi kolagen di kulit, serta dapat melindungi kulit dari radiasi sinar UV. Semua manfaat dalam satu bahan, tapi manfaat terakhir musti diimbangi sama penggunaan sunscreen tentunya ya. Gimana pun, kulit enggak bisa ngablak-ngablak habis pakai essence langsung bisa keluar rumah. Big no! Tetep harus ada proteksinya.

Kabar baiknya lagi, Madecassoside  aman untuk kulit sensitif, penderita eczema, dan rosacea,  Terdengar ribet ngomongin komposisi? Ya memang. Kalau enggak melek informasi, kadang kita jadi nyalahin produk karena kulit enggak cocok. So, sebelum membeli suatu produk, pastikan kalian paham ingredients yang cocok untuk kalian ya.


PACKAGING

Kita skip ngomongin packaging gimana sih hahaha. Karena sudah berapa kali aku bilang, L'oreal itu selalu termasuk lux, yang artinya, enggak mungkin lah ya bikin packaging biasa saja. L'oreal Revitalift Crystal Micro Essence ini botolnya pakai kaca. Pada kardusnya sudah ada plastik sealed yang rapi banget dan kokoh. Dipegangnya kayak mantep gitu, tapi bukan berarti grusua-grusu dan seenaknya bawa-bawa, nanti pecah gimana T.T

Oh, satu lagi. Bentuk botolnya itu kotak persegi panjang, dan tutupnya enak banget buat dibuka tutup. Diputer sekali, diangkat langsung kebuka. Begitu pula nutupnya. Langsung klik, enggak takut tumpah-tumpah dan kebuang percuma.


TEKSTUR AND SCENT

Seperti essence pada umumnya, bentuknya cair. Aku malah ngerasa lebih encer ketimbang essence yang biasa aku pakai. Malahan mirip air. Jadi ketika ditemplokkin ke kulit wajah, ya sudah, kayak basuh air saja gitu. Seger, jelas. Adem, apalagi. Dan yang paling jadi perhatian adalah scent-nya yang wangi kalem tapi seger. Mirip bunga sih, tapi aku enggak bisa mendeskripsikan jelas wanginya. Yang jelas, di hidungku yang cukup sensitif, wanginya masih bisa ditolerir.


Aku pakai L'oreal Revitalift Crystal Micro Essence dua kali sehari. Di saat pagi dan malam hari, sebagai pelengkap rangkaian skincare yang sudah cocok di aku. Maklum, kulitku rewel. Jadi kalau kalian nanya, apakah produk ini bekerja bagus? Aku akan balik lagi nanya ke kalian, apakah kalian sudah menemukan basic skincare atau sudah rutin menerapkan minimalist skincare yang cocok? Kalau belum ya ngapain kalian beli ini?

Karena L'oreal Revitalift Crystal Micro Essence akan membantu kamu memaksimalkan penggunaan skincare yang sudah cocok di kamu. Makin menghidrasi kulit dan membuat lebih sehat bercahaya.

Urutan pemakaian skincare-ku begini jadinya,
Pagi:  Milk Cleanser, Face Wash, Toner, L'oreal Revitalift Crystal Micro Essence, Pelembap, Sunscreen.
Malam: Milk Cleanser, Face Wash, Toner, L'oreal Revitalift Crystal Micro Essence, Pelembap, Eye Cream.

Selain itu, aku pakai L'oreal Revitalift Crystal Micro Essence sebelum penggunaan sheet mask. Ini beneran ngebantu sheet mask bekerja lebih optimal. 

Aku pakainya langsung dituang di tangan, dan templok ke wajah. Aku enggak pakai kapas, karena boros. Sayang. Lagian kapas bikin gesrek-gesrek wajah, nanti malah kulitku bisa iritasi.


Sorry for my bareface! Looks like enggak niat gitu ya, enggak pakai ngalis segala. Aku enggak punya banyak waktu buat foto-foto yang lebih keren. Tiap bangun buru-buru foto wajah langsung tanpa embel-embel sempet dandan segala. 

I certainly didn't retouching this photo at all. Cuma kurang representatif sih, pencahayaannya yang berbeda, mohon maaf. Aku belum punya ringlight yang bagus soalnya hehe, peace.

But i think this product works well on my skin. Cukup kelihatan kan di foto? Sebelumnya aku bruntusan parah di kening dan di bagian pipi. Sampai ada jerawat yang cukup gedhe loh itu. Mungkin karena pengaruh haid dan stress. Iya, aku lagi banyak mikir beberapa bulan ini. Tapi, di bulan oktober, waktu aku datang bulan, kok ya enggak bruntusan dan nyaris enggak ada jerawat gedhe coba? Berarti kan salah satu sebabnya adalah karena aku menambahkan L'oreal Revitalift Crystal Micro Essence ini. Wuih, canggih ya, sebulan sudah kelihatan hasilnya.

Jadi rekapnya kira-kira begini. Essence ini cukup sesuai sama klaimnya, yaitu meredakan kemerahan, menghaluskan, dan melembapkan kulit. Aku kerasa banget perbedaannya. Kulitku terhidrasi dengan baik, lembut, dan tampak cerah. Iyes, tampak cerah aku enggak bohong OMG. Tapi cerah loh ya, bukan putih. Ya walaupun enggak sebening kristal banget lah, wong kulitku saja masih banyak PRnya. Mungkin akan sebening kristal jika you you punya kulit normal mulus dari sononya. Haha.


Gimana, apakah review-nya sudah cukup membantumu? Tertarik beli atau enggak nih jadinya? Kalau aku, misal produk ini sudah habis, bakal repurchased lagi yang lebih gedhe. Karena ternyata, dibanding sama essence produk lain, L'oreal Paris Revitalift Crystal Micro Essence ini cukup terjangkau, beneran!

L'oreal Paris Revitalift Crystal Micro Essence dijual dengan harga Rp 115.000 untuk ukuran 65 ml dan Rp 199.000 untuk ukuran 130 ml.
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Newer Posts
Older Posts

HELLO!


I'm Yosa Irfiana. A scriptwriter lived in Magelang. Blog is where i play and share. Click here to know about me.

FIND ME HERE

  • Instagram
  • Twitter
  • Facebook
  • Google Plus

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  January 2023 (1)
  • ►  2022 (14)
    • ►  December 2022 (1)
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  August 2022 (2)
    • ►  July 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  March 2022 (2)
    • ►  February 2022 (3)
    • ►  January 2022 (1)
  • ►  2021 (60)
    • ►  December 2021 (1)
    • ►  November 2021 (3)
    • ►  October 2021 (3)
    • ►  August 2021 (3)
    • ►  July 2021 (2)
    • ►  June 2021 (3)
    • ►  May 2021 (15)
    • ►  April 2021 (21)
    • ►  March 2021 (2)
    • ►  February 2021 (2)
    • ►  January 2021 (5)
  • ►  2020 (44)
    • ►  December 2020 (5)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  October 2020 (4)
    • ►  September 2020 (5)
    • ►  August 2020 (3)
    • ►  July 2020 (7)
    • ►  June 2020 (6)
    • ►  May 2020 (1)
    • ►  April 2020 (4)
    • ►  March 2020 (2)
    • ►  February 2020 (3)
    • ►  January 2020 (2)
  • ▼  2019 (89)
    • ►  December 2019 (5)
    • ►  November 2019 (7)
    • ▼  October 2019 (6)
      • BATTLING MY OWN EGO
      • REVIEW HIMALAYA LIP BALM
      • BECAUSE WE FIGHT TOGETHER
      • JAM TIDUR ALYA
      • REVIEW VIVA WHITE CLEAN & MASK REFRESHNER | FOR OI...
      • REVIEW L'OREAL REVITALIFT CRYSTAL MICRO ESSENCE
    • ►  September 2019 (10)
    • ►  August 2019 (6)
    • ►  July 2019 (6)
    • ►  June 2019 (9)
    • ►  May 2019 (9)
    • ►  April 2019 (8)
    • ►  March 2019 (7)
    • ►  February 2019 (7)
    • ►  January 2019 (9)
  • ►  2018 (135)
    • ►  December 2018 (21)
    • ►  November 2018 (17)
    • ►  October 2018 (9)
    • ►  September 2018 (9)
    • ►  August 2018 (10)
    • ►  July 2018 (9)
    • ►  June 2018 (12)
    • ►  May 2018 (9)
    • ►  April 2018 (9)
    • ►  March 2018 (9)
    • ►  February 2018 (10)
    • ►  January 2018 (11)
  • ►  2017 (116)
    • ►  December 2017 (8)
    • ►  November 2017 (7)
    • ►  October 2017 (8)
    • ►  September 2017 (9)
    • ►  August 2017 (8)
    • ►  July 2017 (11)
    • ►  June 2017 (8)
    • ►  May 2017 (11)
    • ►  April 2017 (8)
    • ►  March 2017 (12)
    • ►  February 2017 (15)
    • ►  January 2017 (11)
  • ►  2010 (9)
    • ►  November 2010 (9)

CATEGORIES

  • HOME
  • BABBLING
  • BEAUTY
  • FREELANCERS THE SERIES
  • HOBBIES
  • LIFE
  • PARENTING
  • BPN 30 DAY BLOG CHALLENGE
  • BPN 30 DAY RAMADAN BLOG CHALLENGE 2021

BEAUTIESQUAD

BEAUTIESQUAD

BLOGGER PEREMPUAN

BLOGGER PEREMPUAN

EMAK2BLOGGER

EMAK2BLOGGER

Total Pageviews

Online

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose