YOSA IRFIANA

Powered by Blogger.
Hi Guys, sudah sepekan aku enggak nulis blog karena kesibukan. Beberapa karena memang bener-bener banyak kerjaan, sempet COVID-19, sempet pulang kampung ke Suami di Kalimantan, dan beberapa ya karena males juga. Aku sekarang membatasi diriku biar enggak terlalu hectic dan enggak terlalu banyak kerjaan, biar apa? Ya biar kehidupan enggak banyak beban. Iya sih, kadang seneng kalau sudah sibuk karena aku enggak punya waktu buat yang enggak perlu. Tapi ternyata kesehatanku berontak, pikiranku juga jadi lebih sensitif. So, since back then, aku memutuskan untuk memanage waktu sewajarnya, sepantasnya.

Well, biar enggak kemana-mana, kali ini aku mau nge-review tentang Micellar Water yang bukan barang baru, tapi aku sekali ini aku pakai dan hampir habis. FYI, aku jarang cocok sama micellar water karena biasanya bikin kulitku perih, di mata juga pedes, serta buat aku kurang bersih saja gitu ngerasanya. Tapi yang ini, aku lumayan suka karena harganya murah dan gampang ditemukan di pasaran. Kita bahas ya! 

MARCKS' MICELLAR CLEANSING WATER

Marcks' Micellar Cleansing Water punya 2 ukuran. Yang 100 ml harganya Rp 13.500 an. Yang besar isi 250ml, harganya sekitar Rp 26.000. Itupun masih sering dijual secara bundle atau produk ini biasanya jadi gratisan ketika beli produk Marcks' lainnya. 

Aku tertarik beli produk ini karena aku banyak cocok sama produk-produknya Marcks'. Oh iya, produk ini diproduksi oleh PT Kimia Farma yang merupakan perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia. Enggak maen-maen ya Sob, Kimia Farma itu didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sejak tahun 1817. Kita belum pada lahir, Kimia Farma sudah punya gawe tuh haha.

So, aku tuh emang cenderung suka yang berbau klasik, legend, dan treasure. Aku nganggep Marcks' tuh sama, lokal Indonesia, yang mau gimanapun zamannya, siapapun saingannya, tetap punya penggemarnya. Produk Marcks' yang sudah aku coba seperti bedak padat maupun taburnya, semua oke. 

Baca juga: REVIEW MARCKS' COMPACT POWDER

Untuk itulah, aku enggak perlu mikir lebih lama lagi begitu beli Marcks' Micellar Water, kayak langsung ngerasa sudah pasti cocok saja. Karena pasti terbuat dari bahan-bahan yang aman untuk kulit sensitif sekalipun. Lagian, daily makeup simple saja, kalaupun makeup mentok pakai base makeup, cushion, dan compact powder. Jadi menurutku cukup lah, enggak perlu yang mahal-mahal wkwkw.

MARCKS' MICELLAR CLEANSING WATER

INGREDIENTS
Water (Aqua), Glycerin, Sodium Cocoyl Alaninate, Alcohol Denat, Niacinamide, Lactic Acid, Anthemis Nobilis (Chamomile) Flower Extract, Fragrance, Sodium Hydroxymethylglycinate, Tetrasodium EDTA, Propylene Glycol, Potassium Sorbate, Sodium Benzoate.

Dari kandungannya, seperti yang kita tahu bahwa terdapat Niacinamide yang fungsinya sangat baik untuk kulit. Bisa melembapkan, mencerahkan, dan bikin kulit lebih terasa lembut. Ada juga Anthemis Nobilis Flower Extract (chamomile) yang bagus untuk semua jenis kulit. Glycerin, Lactic Acid, dan Propylene Glycol sebagai humectant buat ngikat kelembapan. Namun beberapa diantara kalian jika enggak cocok dengan alcohol, sayangnya ada di salah satu kandungan produk ini.

TEKSTUR DAN SCENT
Untuk teksturnya sendiri, Marcks' sama kok dengan micellar water lain, cuma kerasa lebih berbusa. Ketika aku aplikasikan memakai kapas, kapasnya seperti menyerap busa dan kerasa empuk di kulit gitu. Enggak pedih sih, cuma aneh saja, awal-awal bahkan ngerasa kayak belum bersih haha. 

Sedangkan untuk wanginya, Marcks' ini punya wangi chamomile yang lembut tapi cukup tercium. Wangi lembut floral, agak ke-bayi-bayi-an wkwkwk. Aku enggak masalah sebetulnya, tapi aku lebih suka yang enggak wangi sama sekali. Lebih nyaman di hidungku yang sensitif.

MARCKS' MICELLAR CLEANSING WATER

Marks' Micellar water punya packaging yang cute dengan botol transparatn yang panjang dan bulat. Tutupnya flip top dan mudah banget dibuka tutup. Enggak ringkih, enggak gampang pecah. Pun dilengkapi dengan plastic sealed yang membungkus rapi seluruh botol.

DAYA BERSIH
Untuk makeup sehari-hari, aku cukup menggunakan 2 kapas dan perlu waktu untuk bisa membersihkannya secara keseluruhan. Di bagian mata ataupun hidung, enggak kerasa pedih. Ada kan produk yang terlalu keras, bahkan bisa bikin bulu mata rontok. Nah, Marcks' Micellar Water termasuk aman. Daya bersihnya memang enggak juara-juara amat, tapi ya enggak bikin aku break out, atau jerawatan.

Kalau untuk makeup yang heavy, aku sampai butuh beberapa kapas, itupun harus pakai metode triple cleansing. Masih pakai milk cleanser atau cleansing oil, setelah itu baru face wash. Kadang berasa masih nyisa kotoran soalnya.

Oh yang aku suka lagi, ketika abis pakai Marcks' Micellar Water, aku ngerasa agak cerahan dan fresh terhidrasi gitu. Mungkin karena kandungan Lactic Acid yang termasuk dalam golongan AHA yang bisa mengeksfoliasi kulit, serta melembapkan dan mencerahkan.

MARCKS' MICELLAR CLEANSING WATER

Aku pribadi selama enggak menimbulkan jerawat dan bikin geradakan, aku anggap kulitku aman. Marcks tuh kayak temen kita yang enggak neko-neko, cenderung main aman, tapi kita membutuhkan gitu. Sederhana, tapi ngena. Review ini aku sengaja tulis di blog karena aku yakin beberapa dari kalian membutuhkan rekomendasi Micellar Water yang cenderung ringan dan enggak pedih. Mungkin Marcks' ini bisa kalian coba, kan enggak ada salahnya.

Kalau ditanya mau repurchased enggak, tentunya iya. Aku tuh kalau urusan yang murah meriah dan cocok gini, enggak pikir panjang soalnya. :)

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Sudah hampir setahun bisa bertahan di tengah Pandemi, dari mulai serba ngapa-ngapain di rumah, lalu berubah jadi semua harus bisa beradaptasi, kami nyaris aman tanpa pernah bersinggungan dengan covid-19. Seperti yang kalian tahu, aku emang sudah remote working bahkan sejak sebelum pandemi. Jadi misalpun ada PSBB, PPKM, lock down apapun lah istilahnya, justru kami merasa happy. Sayangnya, tahun 2020, aku juga sudah mulai bekerja di salah satu studio animasi di Semarang, dan mengharuskanku beberapa kali meeting. Entah buat bedah naskah, atau preview. Enggak tiap hari sih, cuma beberapa kali dalam sebulan. 

Untuk beradaptasi sendiri, kami selalu pakai masker, walaupun cuma ke warung bentar. Selalu cari tempat yang enggak ramai, dan rajin cuci tangan. Langkah ini terbukti bisa mencegah Covid-19, sampai suatu ketika.... ada tamu dari Jogja ke rumah untuk bahas kerjaan. Otomatis, ketika di rumah, kami lengah enggak pakai masker. Welcome to the club! Dan dari sinilah terror dimulai.... 

Siapin kacang, aku mau cerita panjang lebar.


Awalnya, Suami sudah merasakan enggak enak badan sejak bulan desember. Ketika kami periksa ke Dokter, ternyata dia punya amandel yang besar. Jadi ketika dia batuk, batuknya tipe yang lama sembuh, dan tenggorokannya kerasa gatal. Sakitnya ini sempet naik turun, dan sembuh di pertengahan januari. Selama itu kami nyaris enggak ada keluar kota lagi, di rumah saja dalam waktu hampir sebulanan lah. Paling banter beli belanja dan makan yang wajar. 

Nah, pertengahan bulan ketika Suami sudah sembuh ini, baru lumayan sering pergi-pergi lagi. Sempet nganterin aku meeting ke Semarang, aktivitas seperti olahraga bareng bapak-bapak komplek, sempet jemput adekku ke Stasiun Tawang tengah malam karena abis perjalanan dari Jakarta. Sempat juga makan bareng di luar. Dan akhirnya, selasa tanggal 26 januari, tepatnya ketika mau magriban, Suami hilang indera penciuman! Malam itu juga kami udah pakem yakin kalau suami fix positif. Jangan tanya rasanya, jantungku kayak mau copot! Dengkul lemes. Enggak tahu akan gimana ke depannya. Ambyar banget lah, hampir aja mau pecah mau nangis aja. But, I try to calm, karena kalau stress kan justru tambah bahaya.

Cuma beruntungnya, aku dan Alya sama-sama enggak bergejala. Karena rules di rumah, tiap ada yang sakit, harus pisah kamar dan kamar mandi. Biar enggak nular. Kami apa-apa bertiga soalnya. Kalau salah satu tumbang, bisa buyar semua. Maka, malam itu kami langsung putuskan, "wes lah, sesuk swab antigen bertiga di Klinik Pramitha!"

***
Rabu, 27 Januari pagi, kami swab antigen. Suami sudah gampang lemes, flu, tapi suaranya masih normal. Sedangkan aku dan Alya masih fit. Di Klinik Pramitha untuk swab itu ada jam-nya. Jadi kami datang jam 10, dan hasilnya keluar jam 3-an. Rasanya gimana? Kalau aku dan Suami sih pasrah ya, karena cuma diambil sample lewat lubang hidung kanan dan kiri. Nah, Alya nih yang heboh dan nangis-nangis. Dia sampe tendang-tendang aku saking kesakitannya. Tapi memang rasanya kayak habis kelelep gitu. 


Ketika hasilnya keluar, Suami tuh baca mulai dari Alya dulu. Alya negatif. Seketika itu aku lega banget! Aku cuma mikir, kalau aku dan Alya sama-sama negatif, aku sama Alya bakal ngungsi dulu ke rumah Mama. Nanti logistik, makan, kebutuhan Suami bisa aku kirim setiap hari. 

Suami lalu baca hasilku, kemudian dia bilang negatif! Aku makin happy! Aku toss sama Alya. Tapi seketika itu juga dia meralat, "eh yang... sorry sorry... tadi aku salah baca! Tadi yang aku baca nilai rujukan" Dung jreng! Aku lemes enggak berdaya. Dia baca balik, dan bilang, "Alya Alhamdulillah negatif.... terus kamu... positif". Sudah deh, habis itu aku makin lemes, karena aku yakin, kalau aku aja positif, suami juga pasti positif.... Ini Alya lalu gimana? Apakah dia bisa bertahan? Aku takut dia juga ketularan, padahal dia punya riwayat Bronkitis. Rasanya saat itu aku enggak sanggup mikir. Aku cuma berharap ini akan cepat berlalu wes mbuh gimana caranya. Kemudian, benar adanya, Suami juga positif. Jadi kami langsung jaga jarak, semua pakai masker medis, dan enggak bersentuhan sama sekali. Mulai membagi zona masing-masing. Kami pakai kamar mandi belakang, Alya yang di depan. Alya juga harus bisa mandi dan makan sendiri. Untuk belajar, aku monitoring dengan tetap berjarak.

Sore harinya aku langsung didata oleh petugas puskesmas, karena kebetulan tetangga kami ada yang bekerja di sana. Oleh beliau ini, kami dihubungkan oleh Satgas setempat karena akan dipantau. Kami dijadwalkan PCR hari Sabtu, karena minggu-minggu itu sedang sibuk vaksin, jadi jadwal PCRnya menyesuaikan. 

Enggak beberapa lama, kami dihubungi Satgas setempat dan ditanyain bagaimana keadaan di rumah, gejala, serta kebutuhan sehari-hari. Sore itu juga kami langsung announced ke grup komplek dan semua teman-teman soal kami positif Covid-19. Bukan meminta belas kasihan, tapi justru kami ini jaga hubungan. Kami sayang orang-orang terdekat kami. Kami merasa harus jujur dan sadar diri. Alhamdulillah semua langsung mengerti dan support luar biasa. Memang ada beberapa yang nglegani kami dengan bilang, "jangan-jangan cuma masuk angin biasa", tapi di dalam lubuk hati, kami sudah yakin bahwa ini benar-benar COVID-19! Enggak pakai nawar.

Di hari itu juga, kami langsung tracing dengan sadar, siapa saja yang abis ketemu kami. Siapa yang membawa virus ini, dan siapa yang terkena. Beberapa kami suruh swab mandiri, supaya plong. Ternyata baru disadari bahwa kami kena dari teman kami yang sempet ke rumah. Sudahlah... kami pasrah.

***
Jumat, 29 Januari. 

Selama 2 hari, kami memang penuh support, tapi ini seperti terror. Aku masih serumah sama Alya dan enggak tahu gimana caranya biar kita tetap bisa bertahan. Selama itu pulalah, ada beberapa Nakes yang menghubungi kami, dan ada seseorang yang bilang kalau Alya harus diungsikan dulu. Well if you know what I feel, Alya itu sumber semangatku. Walaupun dia sering mood swing, jengkelin, bikin rumah berantakan, tapi kalau aku jauh dari Alya, aku enggak punya daya. Nakes tersebut sampe nanya, "memangnya enggak ada yang bisa dititipkan?" Dengan terpaksa aku cerita kondisi orang tuaku yang bercerai, dan mama itu hidup sendiri. Aku juga enggak mau mama kecapekan. Mama ikut kena. Alya ternyata OTG. So many thoughts on my head! Bisa gila aku kalau gini caranya!

Namun dengan sangat sadar diri, berat hati, dan wes enggak tahu mau gimana lagi, Alya dijemput Mama. Jangan tanya gimana Alya bisa dipaksa jauh dari orang tuanya. Tentu saja drama. Nangis sepanjang hari. Negosiasi alot. Sampe kami harus keluarkan jurus mengancam. Aku sempat bilang, "kalau mama enggak sembuh, mama bisa dibawa ambulance dan nginap di rumah sakit!" Alya langsung nurut, dia sempat bilang juga, "cuma sehari kan ma?" Tapi aku jawab, "enggak tahu, ini saatnya kamu belajar buat sabar". Sepertinya gampang ya, tapi prakteknya, sakit banget boss! Nggregel.

Waktu mama jemput Alya, Alya sudah tenang. Dia cuma tersenyum dan nyemangatin kami. Setelah dia pergi ke rumah mama, aku baru bisa mikir jernih: "sekarang giliranku yang harus sabar biar bisa cepat sembuh." Iya, aku enggak mau menghitung hari, aku janji bakal nikmatin prosesnya sampai sakitnya. Aku cuma pengen bareng-bareng Alya lagi.

Tapi faktanya, malam itu aku demam luar biasa. Aku sampai harus makan di tengah malam, supaya bisa minum paracetamol. Aku enggak mau sakit ini bikin aku down!

Di hari itu, kami langsung beli alat pengukur saturasi oksigen, beberapa obat-obatan sesuai gejala, dan vitamin. Teruuus... mulai dari saudara, tetangga, teman, semua kirimin sembako, dan bahan makanan. Semua pada ngasih saran dan aku catat semua supaya aku sesuaikan dan konsultasikan ke Satgas. Kan ada ya, yang tiba-tiba minum A, padahal enggak boleh banyak-banyak. Kan jumlah vitamin C juga harus dibatasin ya, biar ginjalnya enggak rusak...


But aku honesty touched! I can't say anything buat semua kebaikan yang datang bertubi-tubi... Entah gimana cara balasnya, aku cuma punya doa terbaik buat kalian semua.

***
Sabtu, 30 Januari.

Kami berdua berangkat ke Puskesmas dan di sana sudah ada antrian PCR. Oh iya, untuk datang ke sini, ada undangan lewat whatsapp yang dikirim oleh Satgas. Lalu kami tinggal mendaftar dengan KTP. Semua Nakesnya pakai APD lengkap. Mereka menjelaskan dengan santai dasar-dasar virus ini. Mereka menenangkan. Sama sekali enggak ada judge atau mojokin pasien. Aku sudah ngerasa tenang. PCR di sini, diambil sample dari hidung dan tenggorokan. Beberapa yang diswab, kayaknya sampe mau muntah. Mungkin agak horror juga ya, karena disogok sampe dalem gitu. Duh bayanginnya enggak banget.

Nah tiba giliran suami, dia sampe batuk-batuk dan mau muntah. Kayaknya ada rasa penolakan dulu sih. Jadi ya tetep gak enak rasanya. Baru ketika aku swab, biasa saja ternyata. Mungkin karena aku pasrah dan tenang kali ya. Waktu itu juga aku enggak terlalu ada gejala. Masih bisa ngerasa, dan enggak hilang bau.

Abis PCR, kami sempat dipertemukan dengan Dokter Umum. Kami konsultasikan semua gejala, obat dan vitamin yang harus dikonsumsi. Kata Dokter, Becom-Zet itu sudah cukup sehari sekali, karena sudah ada Vitamin C 750 gram dan zinc. Lalu flucadex juga sudah cukup. Misal mau konsumsi Lian Hua, dijeda saja biar efeknya enggak bikin deg-degan. Yang penting berjemur, pakai masker, cuci tangan, bersih-bersih, dan jangan tidur di tempat lembap. Kami makin ngerasa aman, dan sudah paham bahwa gejala kami ringan. Selanjutnya kami cuma butuh isoman, sampai benar-benar enggak ada gejala.


Tapi baru juga bangga, ternyata malamnya aku sakit juga. Blas gak bisa cium bau, dan ngerasain apa-apa. Cuma badanku masih okey, masih bisa ngapa-ngapain aja. Di situ aku udah mulai minum Flucadex buat demam, batuk, pilek. Ya biar enggak kena gejala parah juga sih maksudnya.

Untuk saturasi oksigen, kami normal semua. Walaupun Suamiku batuk, tapi enggak sesek. Gejalanya mirip sama flu, cuma bedanya ini enggak bisa cium bau dan rasa. 


***
Minggu, 1 Februari.

Suaraku sudah mulai bindeng kalau kata orang jawa. Rasanya kayak abis kelelep. Enggak enak banget! Berjemur terus tiap pagi. Makin rutin minum vitamin, obat, dan Lian Hua. Lian Hua ini ternyata obat demam, batuk, pilek juga, jadi double bikin aku ngersa nge-fly! Tadinya habis makan, aku minum flucadex, terus Lian Hua 2 kapsul langsung. Ya ternyata malah enggak bisa bangun. Rasanya ngantuk terus. Sehari bisa tidur siang 2 kali. Tiap jam 10 an sudah ngantuk, nanti jam 3 an ngantuk lagi. Kalau malam? Waaah, jam 8 sudah tepar.



Di hari itu, aku sudah makin pasrah dan memilih buat menikmati hari saja. Aku harus fokus sama penyembuhan diri. Yang aku rasakan, Covid-19 ini memang terror, kebanyakan pasien pasti lebih sensitif sama apapun! Apapun! Ada tetangga ngacir ketika lewat depan rumah saja rasa woooh mantap! Kayak orang tuh kenapa sih? Padahal sini sudah pakai masker double dan bahkan semprot cairan disinfectant ke seluruh rumah almost everyday! Pakaian kami juga selalu baru. Kami juga enggak pernah menyentuh siapapun. Kalau ada kiriman, pasti tak suruh taruh di pagar. But then I know, cara orang menyikapi memang beda-beda. Aku cuma lagi sensitif saja... Sakit sih, tapi mau gimana?

Untuk tahap penyembuhannya, aku akan ceritain di part selanjutnya ya! Gimana logistik, gimana Alya, dan gimana kebutuhan sehari-hari kami terpenuhi. Tunggu yaaa...


Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Newer Posts
Older Posts

HELLO!


I'm Yosa Irfiana. A scriptwriter lived in Magelang. Blog is where i play and share. Click here to know about me.

FIND ME HERE

  • Instagram
  • Twitter
  • Facebook
  • Google Plus

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  January 2023 (1)
  • ►  2022 (14)
    • ►  December 2022 (1)
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  August 2022 (2)
    • ►  July 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  March 2022 (2)
    • ►  February 2022 (3)
    • ►  January 2022 (1)
  • ▼  2021 (60)
    • ►  December 2021 (1)
    • ►  November 2021 (3)
    • ►  October 2021 (3)
    • ►  August 2021 (3)
    • ►  July 2021 (2)
    • ►  June 2021 (3)
    • ►  May 2021 (15)
    • ►  April 2021 (21)
    • ►  March 2021 (2)
    • ▼  February 2021 (2)
      • MICELLAR WATER YANG RINGAN BUAT KULIT ACNE PRONE -...
      • PENGALAMAN KENA COVID-19 (PART 1)
    • ►  January 2021 (5)
  • ►  2020 (44)
    • ►  December 2020 (5)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  October 2020 (4)
    • ►  September 2020 (5)
    • ►  August 2020 (3)
    • ►  July 2020 (7)
    • ►  June 2020 (6)
    • ►  May 2020 (1)
    • ►  April 2020 (4)
    • ►  March 2020 (2)
    • ►  February 2020 (3)
    • ►  January 2020 (2)
  • ►  2019 (89)
    • ►  December 2019 (5)
    • ►  November 2019 (7)
    • ►  October 2019 (6)
    • ►  September 2019 (10)
    • ►  August 2019 (6)
    • ►  July 2019 (6)
    • ►  June 2019 (9)
    • ►  May 2019 (9)
    • ►  April 2019 (8)
    • ►  March 2019 (7)
    • ►  February 2019 (7)
    • ►  January 2019 (9)
  • ►  2018 (135)
    • ►  December 2018 (21)
    • ►  November 2018 (17)
    • ►  October 2018 (9)
    • ►  September 2018 (9)
    • ►  August 2018 (10)
    • ►  July 2018 (9)
    • ►  June 2018 (12)
    • ►  May 2018 (9)
    • ►  April 2018 (9)
    • ►  March 2018 (9)
    • ►  February 2018 (10)
    • ►  January 2018 (11)
  • ►  2017 (116)
    • ►  December 2017 (8)
    • ►  November 2017 (7)
    • ►  October 2017 (8)
    • ►  September 2017 (9)
    • ►  August 2017 (8)
    • ►  July 2017 (11)
    • ►  June 2017 (8)
    • ►  May 2017 (11)
    • ►  April 2017 (8)
    • ►  March 2017 (12)
    • ►  February 2017 (15)
    • ►  January 2017 (11)
  • ►  2010 (9)
    • ►  November 2010 (9)

CATEGORIES

  • HOME
  • BABBLING
  • BEAUTY
  • FREELANCERS THE SERIES
  • HOBBIES
  • LIFE
  • PARENTING
  • BPN 30 DAY BLOG CHALLENGE
  • BPN 30 DAY RAMADAN BLOG CHALLENGE 2021

BEAUTIESQUAD

BEAUTIESQUAD

BLOGGER PEREMPUAN

BLOGGER PEREMPUAN

EMAK2BLOGGER

EMAK2BLOGGER

Total Pageviews

Online

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose