YOSA IRFIANA

Powered by Blogger.
Katanya nih, kalau kalian suka off road tapi track baru sebatas wilayah jawa saja, konon kalian masih dianggap biasa alias belum naik pangkat. Oh yaaaa, kata siapa emangnya? Kata aku lah, hahaha. Ya, setidaknya, aku pernah ngerasain off road terabasan hutan dengan medan yang lumayan menantang. Ngerasain doang loh ya. Bukan aku kok yang nyetir, tapi Suamiku. Mana bisa orang mungil kayak aku kendaliin mobil besar? Bisa kebanting setir nanti ya kan.

Terabasan hutan ini sama sekali enggak direncanakan. Bener-bener dadakan. Jadi ceritanya kami sekeluarga sengaja lewat jalan baru sepulang dari Kawasan Bogam Raya kemarin. Tahu-tahu ternyata hutan dan sepi. Ngeri-ngeri sedep sih sebenarnya, karena walaupun aku duduk manis di belakang, dalam hatiku tetap mengucap doa sambil pegangan tangan. Enggak cemen enggak, cuma was-was dikiiiit. *toyor jangan?*


Eits kalian jangan kemana-mana dulu, sini-sini, aku ceritain ya.


Jalanan di Kalimantan belum sepenuhnya bisa dilalui dengan mudah lewat darat. Suamiku sudah wanti-wanti, kalau menemukan mobil besar-besar jangan heran, karena di sini bakalan digunakan sebagai mestinya. Yaitu untuk menembus hutan belantara, terlebih mobil dengan double gardannya. Plis, jangan bayangin mobil besar semacam Innova, Pajero atau strada sampai sini dengan plitur kinclong. Yang ada, mobil-mobil tersebut bermandikan lumpur bisa sampai separuh body mobil. Uwow, enggak sayang ya kayaknya. Ya enggak lah, orang itu fungsinya.


Trus Suami juga pernah cerita kalau dia dan teman-temannya pernah waktu perjalanan dari Pangkalan Bun ke Palangka Raya, menemukan ular besar menyebrang jalan. Tapi karena jalanan sepi, gelap dan sudah malam, jadinya enggak begitu kelihatan. Tahunya malah habis melindas lalu baru nyadar kalau ternyata itu ular. Dyeem. Besarnya sampai kayak polisi tidur loh, entah deh panjangnya. Belum cerita yang lain dari Mertua. Pokoknya bikin merinding. Tapi yang perlu diingat, begitu di hutan kita jangan berpikir macam-macam, mending sluman slumun selamat saja deh. Jangan keburu panik juga kalau lihat binatang buas berkeliaran, tetep stay cool yang penting enggak ganggu. Karena gimanapun, itu habitat mereka ya enggak cuy.


Salah satu wishlist-ku dalam mendidik Alya adalah mengenalkannya pada hutan. Hutan beneran loh, bukan hutan buatan. Hutan yang benar-benar liar kayak di Kalimantan ini. Dikata sok-sok-an biar, yang penting Alya kudu cinta sama alam. Paling enggak, sejak kecil sudah ditanamkan rasa syukur dan mengenal makhluk hidup di dunia.

Tapi… aku masih maju mundur ngajakin Alya tracking atau bermalam di hutan. Belum berani lebih tepatnya. Lah gimana ya, memang semacam belum cukup umur, nanti gimana kalau dia ngerasa enggak nyaman? Gimana kalau dia enggak mau makan yang disediakan? Gimana kalau dia enggak suka sama situasinya? Masih banyak PR lah intinya.

Makanya, aku menganggap bahwa off road dadakan ini bisa jadi semacam new experience bagi Alya maupun aku sendiri. Dia jadi bisa tahu oh hutan itu sepi ya. Oh banyak tupai dan burung ya. Oh harus jalan jauh ya. Dan banyak lagi adegan tanya jawab yang bikin dia sangat terkesan. 


Baru juga jalan beberapa menit dari Bogam Raya, Alya sudah tertidur pulas. Maklum, karena waktu bermain di pantai, dia all out banget. Bener-bener kecapekan, sampai tidurnya terlentang.  Dari Tanjung Penghujan, kami menyisir pantai Kraya menuju Sebuai hingga tembus ke Kumpai Batu Atas. Di Sebuai, rencananya akan dibuat Bandara baru untuk menggantikan Bandara Iskandar yang masih beroperasi sampai sekarang. Sudah dibuka rute menuju ke Bandara tersebut, namun jalanan belum diaspal, alias masih berupa tanah dan pasir. Nah, jalanan itulah yang kami lewati.

Alya bangun begitu kami sampai di sekitar Sebuai. Mungkin dia ngerasa terganggu karena jalanan yang enggak mulus bikin para penumpangnya ikutan gonjang-ganjing mabok di jalan. Sepanjang perjalanan, daerahnya beneran sepi. Di kanan kiri hutan, jalanan belum di aspal. Mau teriak gimana juga enggak bakal kedengeran. Kami cuma beberapa kali berpapasan dan dapet barengan motor. Enggak banyak kok, bisa dihitung dengan jari.  Tapi lumayan, jadi ada teman di jalan kan.


Kami sempat bertanya jalan pada kampung yang ditemui. Iyaaa, di sekitar sini ada kampung. Tapi jarak kampung satu dengan yang lain ampun jauhnya. Mana jalannya juga belum semua diaspal pula. Ditengah-tengah perjalanan, akan ditemukan dua posko hutan lindung. Yang mana di situ enggak boleh sembarangan tebang pohon dan harus dijaga biar enggak sampai gundul.
Beberapa kali kami menemukan persimpangan, hingga kami sempat nyasar dan nemuin lahan sayur maupun cabe milik perorangan. Ya gimana ya, namanya di hutan. Mau ngandelin GPS juga enggak ada sinyal kan. Hahaha.

Satu hal yang bikin aku ngerasa aman adalah karena ini masih siang. Enggak bisa bayangin kalau malam. Ya paling langsung balik arah cari keramaian, sudah. Cari aman kadang dibutuhkan ya. Well, perasaan tenang langsung datang ketika kami menemukan perkampungan. Kampung yang cukup padat dan kendaraan yang cukup ramai. Tepatnya di Kumpai Batu Atas.


Sumpah beneran langsung lega dan plong seketika. Raut wajah yang tadinya pucet, tegang, dan siap siaga, berubah jadi bahagia dan menyanyikan lagu syalalala. Habis off road, kami langsung kelaparaaan. Langsung cari seafood dan sayuran berkuah, woooh mantaps.

Alya sih enggak begitu mudeng, karena ya dipikirnya memang kudu lewat hutan. Dipikirnya ya tetap saja aman. Tapi sepanjang perjalanan kemarin, Alya jadi tahu kalau hutan itu enggak seram. Enggak ada nenek sihir, enggak ada yang perlu ditakutkan. Aku berhasil menjelaskan kalau hutan itu diperlukan agar ekosistem berjalan lancar. Hutan diperlukan agar manusia bisa bernafas. Pepohonan yang rimbun adalah makhluk hidup yang kita perlukan.


Ok sip ya. Semoga tahun depan, Alya bisa selangkah lebih maju lagi, dengan tracking ke hutan. Pelan-pelan ya sist, sambil usaha banget ini. Mohon doanya boleh donk?!
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Cuaca di Pangkalan Bun beberapa hari ini cukup sering hujan. Hujannya bisa yang seharian gitu. Jadi lebih terasa adem ketimbang biasanya. Maklum, sehari-harinya di wilayah hutan hujan tropis, bisa hujan sewaktu-waktu, termasuk pas cuaca terik sekalipun. Bayangin saja, suasana panas menyengat kok tiba-tiba hujan. Yang pakai motor selalu sedia mantol kayaknya ya. Enggak lucu kan, kita basah kuyup kehujanan, begitu di daerah lain ternyata kering kerontang. Haha.

Karena cuaca yang bikin mager itulah, aku sering memilih ngendon di rumah sambil baca-baca buku. Tapi tadi pagi, mumpung cuaca lumayan cerah, aku ngajakin Suami ke pasar beli Pupur Dingin. Kebetulan, Mama Mertua dan Adik Ipar juga mau cari nasi kuning buat sarapan. Ya sudah am, selajuran, kata orang sini.


Tadinya aku enggak niatan mau naik gethek loh. Enggak OOTD juga, plus enggak bedakan, enggak gincuan. Cuma ke pasar ini, dipikirnya kan langsung pulang. Jaga-jaga kalau mendadak hujan, mana ngajak Alya kan. Enggak lama-lama deh perginya, karena Suami juga masih ada kerjaan desainnya.

Kami berangkat dari rumah langsung menuju ke tempat Bu Haji sebelah Kodim. Nama Bu Hajinya lupa, monmaap ya. Tapi...menu sajian khas banjarnya endeus gulindes, semacam nasi kuning, haruan, ayam habang, sampai lontong opor. Kalau kalian ke Pangkalan Bun, cobain deh mampir ke sana, no sponsored post, cuma ya misal nanti aku ke sana lagi, "tolong ya Bu Haji, boleh donk seporsi nasi kuning ayam habangnya". Hahaha.

OK setelah puas makan, baru kami cari Pupur Dingin di Pasar Bawah. Sempat kesusahan cari Pupur Dingin ini karena langganan Mama lagi enggak jualan. Kami sampai nyisir pasar dari depan sampai belakang yang tembusnya Sungai Arut. Alya yang ikutan langsung excited dan teriak-teriak ngajakin naik gethek. "Nak, Mamamu lagi kucel loh ini."

Mama Mertua sih langsung iyain Alya, lha wong cucu yang baru satu-satunya. Mumpung masih di Pangkalan Bun, kalau bisa sih semua wisata dijabanin lah ya. So, kita lets go langsung cari dermaga kecil yang bisa ditemukan di tepian Sungai Arut.


Untuk naik gethek, kita kudu memanggil Paman yang sedang lewat atau berlabuh. Lebih enak kalau naik barengan karena biasanya lebih murah. Aku enggak tahu tarif gethek umumnya ya. Awalnya si Paman pasang harga Rp 50.000 tapi ditawar menjadi Rp 30.000. Lumayan lah, berlima bisa bolak-balik dari Pasar ke Jembatan. Bagi kami yang penting, Alya senang. Daripada enggak diturutin dan ngalem-ngalemnya lama. Nambah gawean jadinya.

Jarak dari Pasar Ke Jembatan enggak jauh kok, cuma sekitar 5 km, dengan durasi perjalanan 10 menitan pulang pergi. Tapi sensasi naik gethek itu memang lebih asik, lebih menantang, dan bikin kita lebih bersyukur. Iya kan ya?

Dan untungnya nih, waktu perjalanan enggak hujan! Enggak mikir macem-macem juga sih soalnya. Kami enjoy naik gethek sambil foto-fotoan. Apalagi lihat Alya heboh banget nanya apa ini apa itu, nyanyi-nyanyi Moana sampai menghayati, dan anteng enggak cranky sama sekali. Paling penting itu boss. LOL.


Buat yang belum tahu, Gethek itu sebutan dari Perahu kecil. Mungkin karena bunyi gensetnya "getek...getel...getek" gitu kali ya. Bedanya sama Klothok, ukuran Klothok sedikit lebih besar. Kalau gethek kan si Paman berada di belakang. Nah kalau klotok, cara mengemudikannya ada setirnya di depan.

Gethek
Kiri: Klothok, Kanan: Kapal Nelayan
Sebenarnya ada 3 jenis perahu yang biasa mengarungi sungai Di Kalimantan, yaitu Gethek, Klothok dan speed boat. Speed jelas lebih cepat dan harganya pun sedikit lebih mahal. Kalian bisa memilih salah satunya kalau suatu saat nanti mau coba menyisiri Sungai. Tapi jangan lupa, pastikan perahunya aman dan enggak bocor sehingga kita juga merasa nyaman.


Di sepanjang Sungai Arut, terdapat banyak pemukiman, perkantoran dan pasar. Orang Pangkalan Bun menyebut daerah sini dengan sebutan "bawah", sedangkan kalau ke atas ke arah Bundaran Pancasila, disebut "darat".

Sungai Arut sendiri melintas di wilayah Kalimantan tengah sepanjang 250 km. Busyet. Tapi Sungai Arut masih termasuk sungai yang pendek dibanding dengan yang lainnya seperti Kapuas, atau Barito. Pokoknya suatu saat nanti, aku mau banyakin travelling di Indonesia gini ah. Mencoba dan berkenalan dengan budaya asli, supaya bisa makin cinta sama negeri sendiri.


Daerah bawah meliputi mendawai, kampung raja, kampung baru. Nah, kalau yang seberang sungainya disebut kampung seberang. Cara menyebutnya bisa juga begini, kampung seberang mendawai, disebut Mendawai Seberang. Berturut-turut, kampung raja seberang, dan kampung baru seberang.

Pasar yang aku datangi ini bernama Pasar Indrasari, terletak di Kampung Baru. Kampung yang letaknya di pinggir sungai, sudah banyak pemukiman penduduk. Mayoritas rumahnya dari kayu ulin gitu. Antara rumah yang satu dengan yang lain, dihubungkan dengan jembatan kayu ulin yang dibangun besar-besaran. Gimana enggak besar ya, bayangin saja, di pinggir sungai ada kampung yang terbuat dari kayu ulin. Yang memang terbukti awet dan kokoh.


Kampung ini ada sudah lama, tepatnya dari masa Hindia Belanda. Masyarakat di sini biasa mandi sampai nyuci ya di Sungai Arut. Dulu zaman Mama Mertua kecil, Sungai Arut bersih dan berwarna merah akar. Namun karena pergeseran zaman dan kotoran yang enggak dikelola dengan baik, jadinya Sungai Arut sekarang kotor. Sedihnya bukan main ya.

Cuma, masyarakat sini memang sudah terbiasa. Lihat deh, anak-anak kecil yang bermain di pinggir sungai, mereka tampak hepi kan ya. Seakan sudah menjadi bagian dari hidupnya. Enggak ada takut atau apa, main di sungai dan ceburan gitu adalah hal yang wajar. Naik kapal kecil yang didayung sambil ketawa-ketawa. Aku tuh ya, kalau misal disuruh ikutan naik perahunya, palingan langsung pucet. Sudah dek, dikatain cemen, aku terima. LOL.


Jembatan yang menghubungkan dengan Kampung Seberang, baru ada di tahun 2000an. Sebelumnya kalau mau nyebrang, kita kudu naik gethek dulu karena belum ada jembatan. Mau beli sayur, perabot, sampai kulkas *ya keleus*, aksesnya ya cuma lewat sungai. Nah, sekarang sudah ada jembatan jadi lebih gampang. Bahkan jalanan sampai Kotawaringin Lama sudah lumayan bisa dilalui dengan rute darat.

Hanya saja yang perlu diperhatikan, kalau hujan dan banjir, maka jalanan darat tersebut bisa hancur atau tenggelam. Bahkan sampai harus menggunakan gethek untuk melanjutkan perjalanan. Iya, jalanan daratnya bisa jadi perairan gitu loh. Gimana dengan kendaraan yang lewat? Motor bisa diangkut dengan gethek, nah kalau mobil entah deh. Mungkin kudu cari rute lain.


Aku sih setiap ke Kalimantan selalu tertarik mengarungi sungai-sungainya. Karena yaaa... Kalimantan kan memang terkenal dengan hamparan Sungainya. Ini saja belum sampai juga ke pasar apung. Maklum, jaraknya ke Banjarmasin lumayan jauh kalau dari Pangkalan Bun. Mungkin nanti direncanain sendiri liburannya. Karena waktu kami di sini juga terbatas.

Oiya, kalau kalian mau ajak anak naik gethek kayak gini, pastikan anak sudah di-sounding berkali-kali ya. Ajak boleh, tapi jangan dipaksa. Karena enggak semua anak mau dan tertarik naik gethek. Nah, kebetulan Alya memang sudah lama senang sama hal-hal yang berhubungan dengan masa kecil Papanya. Jadi mau naik gethek, berenang di sungai, sampai masuk ke hutan, dia sudah siap duluan. Ya gimana enggak siap, orang sejak kecil sudah diceritain tentang kondisi di Kalimantan. Hehehe.

Oke segitu dulu ya ceritanya. Alhamdulillah sampai rumah baru hujan, dan Alya langsung pules tidur siang. Kalau kalian pernah naik gethek, atau pengen naik gethek, boleh share di kolom komentar ya?

Bye.
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Nulis ini bukan cuma sekedar sharing loh, tapi buat reminder juga. Sekarang sih lagi fine-fine wae karena wish list tahun sebelumnya terpenuhi yakni: kerjaan lancar. Gimana caranya tiap bulan harus ada gawean, project selalu jalan tanpa putus. Memang sih pemasukan masih pakai termin. Bahkan beberapa malah ada yang belum dibayar. Tapi setidaknya aku enggak lagi pengangguran. Disyukuri pakai banget kok. Enggak ada berhenti ngucap Alhamdulillahirabbil alamin.

Diambil pukul 06.49 WIB
Tapi semakin lama kita banyak tawaran, otomatis pula kita jadi berani menaikkan harga. Yang paling susah adalah ketika dari awal kita sudah mematok harga sekian, itu yang akan mempengaruhi ke harga selanjutnya. Boleh dibilang mending kita cari harga awal yang aman dan nyaman saja, jangan terburu-buru cari harga rendah biar payunya lumayan. Atau sebaliknya, juga jangan tergesa-gesa matok harga tinggi sedangkan skill masih biasa saja. Dunia freelancer lebih sadis cuy, banyak yang diam-diam sudah profesional.

Cuma permasalahannya di sini. Saking kita melayang gara-gara nama baik dan jam terbang yang makin tersohor, kita sering lupa diri. Dipikir-pikir project yang gedhe-gedhe itu enggak makan waktu banyak apa? Malahan kalau mau ditotalin, sering loh, jatuhnya sama dengan yang kecil-kecil. Tapi ya itu... project gedhe seperti film layar lebar misalnya, lebih terlihat bonafide, berkelas dan berilmu pasti. Paling enggak, walaupun gajinya terhitung sama, tapi sosok kita enggak lagi dipandang sebelah mata.

Lebih berkelas mana sih antara Raffi Ahmad sama Nicholas Saputra? Nah, situ tahu kan jawabannya.

OK, yang aku akan bahas di sini adalah kita yang masih pas-pas-an. Kita yang masih sama-sama merangkak. Kita yang masih belum punya nama besar. Ketakutan terbesarku adalah suatu saat nanti aku bakal nganggur nulis naskah, nganggur enggak ada shooting-an, nganggur enggak ada tawaran kerjaan. Ya jangan sampai sih...gimana pun, menjadi freeelancer menuntut kita lebih peka dan lebih menerima. Termasuk jika kita salah sikap sedikit saja, itu bakal berakibat fatal dan justru jadi boomerang buat diri kita sendiri.

Salah satu sikap yang kadang kita lalai tersebut dijuluki dengan ANGKUH.

via GIPHY

Aku punya beberapa teman yang sering sharing soal pekerjaan. Bukan cuma satu saja loh, bahkan aku punya lima grup lintas bidang seni. Wow ya hahaha. Maklum, aku orangnya semakin banyak teman, hati juga makin senang. Apalagi yang klop, seiman, seiya, sekata. Bagiku teman juga adalah rezeki yang tak ternilai harganya.

Tanpa diduga nih ya, hampir semua punya cerita yang mirip. Jujur, termasuk aku dan Suamiku. Dalam benak kami, kami selalu pengen terima pekerjaan yang sreg, baik segi selera maupun output hasilnya. Mau ditayangkan/atau dipajang dimana, manfaatnya apa, dan yang utama fee-nya cocok atau enggak. Sedangkan kalau blogger, biasanya kesusahan nentuin rate card. Ada loh yang maunya kita cepat dilihat professional, padahal effort-nya setengah hati. Mintanya produk gratis buat di-review, tapi tulisan masih acak-acakan, belajar foto malas-malasan.

Intinya, kadang kita kesulitan menyelaraskan antara skill sama penghasilan.

PELIK YHAAA SIST!

Ngomong-ngomong, tapi kan, freelancer itu bebas nentuin apa saja? Dimana sih letak kesulitannya?

Lah justru itu say, saking bebasnya, kalau kita enggak punya kontrol, kita bisa jadi semena-mena. Kadang kalau lagi hectic, suka lupa bahwa sama do'a dan ratapan kita pas lagi nganggur. Sedih loh.

Kalau kamu bilang serba salah, ya memang benar adanya. Aku beberapa kali ngobrol sama teman-teman yang seprofesi maupun dari bidang lain, mereka cenderung punya rate card sendiri-sendiri. Enggak bisa disamaratakan. Karena pekerjaan kan bukan cuma dipengaruhi soal selera, melainkan juga soal kecepatan, maupun kualitas. Obrolan ini sungguh banyak persepsinya. Pengen dikatakan mahal sekalian atau berani murah, monggo disesuaikan saja. Terserah njenengan, adanya komunitas cuma mewadahi aspirasi. Toh sesungguhnya, menjadi freelancer juga harus bisa tegas menentukan gaji kita sendiri. Tanpa campur tangan pihak manapun.

Baca juga: RINDU ORDER

Semua kerjaan kan ada poin plus minusnya. Makanya, tak jarang waktu di tengah jalan, kita menemukan tawaran nan menggiurkan tapi enggak sesuai dengan porsi dan hati kita. Ancang-ancang pakai jurus apa nih enaknya? Tolak atau terima? Di sinilah kita bimbang, kita ragu, mau pilih kok hati enggak tentram, mau nolak kok butuh.

Dalam dunia freelancer, boleh kok kamu jual mahal, boleh kok nolak, enggak ada yang ngelarang, karena kadang memang perlu. Tapi jangan lupa banyak faktor yang kamu butuhkan kalau kamu mau sombong. Kamu yakin sudah punya ilmu tinggi belum? Kamu yakin selalu ada kerjaan belum? Kamu yakin danamu selalu cukup belum? Kamu percaya bahwa teman itu penting atau enggak? Dan banyak lagi faktor lain. Pikir sendiri deh, biar sama-sama refleksi.

Buat yang mungkin sudah memenuhi kriteria di atas, kalian boleh angkuh. Tapi buat yang belum dan masih yaaa gini-gini saja sih yaaa... Mending kalian terima dulu saja. Enggak usah malu bila kita masih dikatakan belajar. Enggak usah gengsi kalau kita sebenarnya juga butuh.

Masa' kita SUDAH ANGKUH TAPI BUTUH?
Apa sih maunya?
Kok enak-enakan saja?
Repot ya jadi manusia hahaha.

Contoh terdekat:
Suamiku punya klien dari Amerika. Eits jangan salah sangka dulu, di belahan dunia manapun, sifat klien juga macam-macam. Enggak ada yang bisa menjamin, klien enak dari negara apa. Semua negara sama, ada klien yang enak, ada juga yang enggak enak. Enak enggak enaknya ya tergantung klien tersebut, BUKAN DILIHAT DARI DAERAH MANA.

Suamiku sempat bimbang, jika si klien ini nawarin kerjaan, katanya pasti ribet, briefnya enggak jelas, harganya murah, dan revisinya makan waktu lama. Hanya ada dua pilihan kan ya, tinggal atau terima. Masalahnya gini, si klien ini cukup rutin kasih Suamiku kerjaan. Ya kalau dirupiahin, jatuhnya lumayan lah buat jatah bulanan.

Kalau misal kita bandingin kenapa dia enggak hire orang terdekatnya saja buat kerjasama, mungkin ini akan menimbulkan pemikiran sepihak bahwa si klien cuma pengen harga murah tapi kualitas seimbang. Selayaknya kita tahum charge desain aslinya kan memang mahal ya. Makanya, dia hire orang dari negara yang masih berkembang, karena dollar-nya bakalan jadi worth it begitu sampai ke negara si klien ini.

Namun yang perlu dipikirkan lagi adalah, apakah kalau Suami menolak, ia bisa dapat klien lokal dengan upah yang sama? Apakah tingkat kerewelan klien jauh berbeda? Apakah dompetnya aman damai sejahtera?

Satu kasus lagi dari aku yang mirip.
Sumpah ya, aslinya malas cerita, tapi enggakpapa deh, sebagai bahan referensi saja.

Jadi aku masih beberapa kali menerima tawaran kerjaan walaupun gaji kadang mengenaskan. Sudah dikit, lama pula cairnya  Lengkap mirisnya. Dapat dikatakan ini semacam gembling karena kerjaannya ada terus. Gaji yang masukpun bisa tiap bulan. Enak enggak enak sebenarnya.

Kalau aku berpikir bahwa aku dirugikan, woya jelas. Fee-nya dibawah standar loh. Tapi, kalau aku lagi enggak ada kerjaan, baru berasa kalau ternyata...berpenghasilan itu lebih utama.

Menuntut klien enak, gaji besar, minim revisi? IN YOUR DREAM!

Gini loh, freelancer itu menuntut kita berpikir dua kali lebih logis ketimbang yang terbiasa punya rutinitas tiap harinya. Memutuskan buat menerima dan menolak pekerjaan itu jangan dipikir serta merta, perlu waktu yang cukup lama. Sehingga negosiasi pun terasa sama-sama menguntungkan. Klien dapat enaknya, kita nya juga enggak rugi.

1000 banding 1 punya klien yang manut-manut saja dan gampang keluar duitnya.

via GIPHY

Ingat, dia punya dana, tapi kita punya skill. Jual beli kan jatuhnya. Iya? Iya! Pokoknya kudu seimbang. Kalau aku sih sebisa mungkin kasih yang da best selagi kita bisa. Mayan buat portfolio tambahan. Di portfolio enggak didetailin fee-nya berapa kan? LOL.

Mungkin terdengar munafik, tapi aku selalu bilang ke banyak teman, kalau jam terbang semakin banyak, kita bisa sambil belajar dari situ. Aku ya, yang tadinya mau kursus skenario lagi, pelan-pelan malah sudah bisa sendiri kok. Karena apa? Ya sambil menyelam, minum air itu tadi. Hitung-hitung aku juga dapat nama dan dapat ilmu.

Poinnya begini kalau mau tahu standar dirimu sendiri:
❤ Cari tahu harga pasaran
❤ Jangan malu berteman
❤ Jangan malu belajar
❤ Jangan anggap diri kita sudah paling besar

Masalah terpelik dalam dunia freelancer adalah, kalau ada tawaran pekerjaan: kadang menggiurkan, kadang mengenaskan, kadang menyakitkan. Tinggal kita itu gimana, mau terima atau tolak saja? Kalau tolak jangan sampai menyesal, kalau terima kudu berani ambil konsekuensinya. Apalagi ketahuan kalau kita itu cuma angkuh tapi jebul masih butuh.

Aku pernah loh nemuin orang yang sudah terkenal tapi humble minta ampun. Dia menerapkan ilmu padi. Padahal mah kalau dipikir-pikir, zaman sekarang mana ada yang mau rendah hati ya kan?

Aku cuma mau diam-diam kita adalah orang yang hebat. Aku mau kinerja kita dinilai baik  oleh orang lain. Aku enggak perlu susah payah ngomong kalau kualitas sudah bicara. Dari klien A, kita bisa dipercayai bekerjasama dengan klien B. Dari klien B merambah ke klien C. Lalu beruntun ke klien yang lain dan yang lainnya.

Aku enggak malu lagi kalau ada yang bilang, "kamu masih ajaran sih ya yos?" Terserah. Bebas.

Atau ini, Suamiku pernah bilang ke aku, "kamu kok sekarang lebih suka merendah sih?" Trus ya aku jawab kalau aku memang masih merangkak. Aku belum bisa berdiri sendiri. Masih banyak hal-hal yang harus aku pelajari. Entah sampai kapan aku enggak akan bosan.

Kepercayaan itu mahal harganya. Jangan sampai kita menyia-nyiakan kesempatan kalau kita bisa. Jangan gunakan angkuhmu selagi kamu masih butuh.

Lagian masa' mau nurutin idealisme terus sih? Apalagi sudah punya anak, PENGHASILAN TETAP juga harus dinomorsatukan. Realistis saja say, jangan kebanyakan pakai hati, nanti jatuhnya gengsi.

Hidup itu perjuangan. Tak ada hasil tanpa proses cukup panjang. Yok sama-sama saling menguatkan!
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Karena di Kalimantan hawanya sangat panas bin terik menyengat, maka, pakai rangkaian skincare-pun kudu pilih yang tepat. Dari mulai make up remover, facial cleanser, toner, dan sunscreen, itu aku sudah prepare sejak di Magelang. Aku enggak mau kulitku break out karena cuaca dan lingkungan yang berbeda. Maklum sist, aku punya kulit yang rewelnya minta ampun.

Nah, yang sempat dilupakan, bahwa exfoliating dan masker juga merupakan skincare yang enggak kalah penting. Bener-bener lupa bawa yang ada di rumah. Huh, enggak irit kan jatuhnya. Hahaha. Masker sih aku bisa pakai pupur dingin, tapiii... cari scrub wajah? Mau sok-sok an DIY pakai bahan alami kok ribet. Jadi ya... mending beli aja. Dan bertemulah aku pada Lulur Wajah Purbasari.


Aku sudah kenal Lulur Wajah Purbasari sejak lama. Tapi entah kenapa setiap nemu di rak toko, aku enggak tertarik buat nyobainnya. Tertariknya ya pas di Pangkalan Bun ini. Padahal mah buat dapetinnya gampang banget, dimana-mana ada. Harganya terjangkau pula. Karena itulah, waktu di sini aku justru memantapkan hati buat beli. Wes lah daripada mikir lama-lama, angkuuut ke keranjang belanja.

Kalau misal enggak cocok, trus enggak kepakai nih, toh bisa aku manfaatin buat luluran di badan. Gimana caranya tetep bermanfaat donk, sayang kan sudah beli tapi cuma ditaruh gitu saja. Sudah jadi Ibu pantang menyia-nyiakan apapun. *sikap*

Selama kurang lebih 10 hari kemarin, aku pakai Lulur Wajah Purbasari ini. Bebarengan dengan masker. Jadi scrub dulu baru maskeran. Nunggu hasilnya dulu kan, biar tahu cocok enggaknya. Buat yang pengen tahu hasilnya gimana, simak pelan-pelan ya.

PACKAGING

Purbasari yang terkenal dengan gambar putri raja, pasti akan sangat kental dengan produk lulurnya. Kalau kosmetik kan desainnya sudah agak berbeda alias aura putri rajanya enggak terlalu kentara. Tapi produk lulur, desainnya ya masih klasik dan enggak banyak perubahannya.

Seingat aku, Lulur Wajah ini dari dulu ya kayak gini. Bentuknya botol plastik ala facial scrub pada umumnya. Trus enggak dikasih plastik/sticker pelapis ataupun kardus. Jadi packagingnya super sederhana dan biasa saja.

Semua info ada di kemasan produk. Kita pun bisa memilih varian yang dapat disesuaikan dengan kondisi wajah. Ada 3 pilihan, yakni:
- Cucumber with rice untuk wajah normal.
- Aloe Vera with rice untuk wajah kering.
- Green tea with rice untuk wajah berminyak.

Woiya, kesemuanya pakai rice ya ternyata hahaha. Karena kandungan beras memang terbukti mencerahkan plus membuat wajah tampak bersih nan halus. 

Kenapa aku pilih greentea? Ya jelas karena tipe wajahku sensitif dan berjerawat. Lagian aku juga sudah kecanduan sama yang nama greentea. Mau minuman mau skincare, pokoknya i love greentea. *penting*


Tutup botolnya flip top, gampang dibuka, dan gampang juga ditutup. Kenceng pula. Aku enggak takut tumpah deh. Mana lubang lulurnya lumayan besar, jadi pastikan kita ambil secukupnya ya. Jangan sampai kebanyakan. 


KLAIM


Aku kutip dari webnya Purbasari ya.

Dengan ekstrak teh hijau dah whitening yang membantu untuk regenerasi sel kulit. Kandungan Asam Tannic pada Green Tea bermanfaat untuk membantu mengurangi produksi minyak secara berlebih. Sangat cocok untuk jenis kulit berminyak. Butiran Scrub yang bulat sempurna dan formula aktifnya sangat efektif untuk membersihkan komedo dan mengangkat sel kulit mati.



SCENT & TEKSTUR


Walaupun terbuat dari greentea, tapi baunya enggak yang greentea banget. Seger sih, tapi nuansa tradisional. Kalau kalian tahu produk Viva Greentea, nah mirip kayak gitu. Mungkin ini ya yang membedakan sama produk luar negeri. Karena produk lokal kadang wanginya ya gitu-gitu saja.

Neeext!

Soal tekstur, produk ini layaknya lulur badan, namun lebih lembut lagi. Butirannya enggak kasar dan enggak banyak. Ketika dioleskan ke kulit lalu diratakan, dia akan mudah digosokkan tanpa membuat kulit perih. Ini bukan cuma aku yang ngerasain, Suamiku juga loh. Dia kan paling sebel kalau dipakaiin scrub wajah, pasti meringis karena perih. 

Bedanya, Lulur Wajah Purbasari ini sangat disukainya. Setiap 3 hari sekali aku suruh pakai lulur wajah karena di kulit wajah Suamiku sekarang timbul milia. Cukup besar pula. Huhuhu. Makanya dia mau pakai si Lulur Wajah, kalau enggak ada milia mah, boro-boro mau scrubbing, cuci muka saja jarang.

Aku gunakan Lulur Wajah ini sebagai gantinya peeling. Kalau biasanya aku pakai peeling buat menumpas komedo yang super bandel, kini aku lebih mempercayakan pada Lulur Wajah karena teksturnya lebih soft dan enggak pikin pedih. Serius. Yang punya mata sensitif boleh buktikan sendiri.


RESULT


Karena aku cinta produk lokal, jadi aku suka! Worth to try, kudu punya. Beli Lulur Wajah ini enggak ada salahnya. 

Setelah sekitar 4 kali pemakaian, kulit aku lebih halus dan komedo pelan-pelan berkurang. Jerawat gimana? Jerawatku sekarang enggak terlalu banyak, cuma komedo putih kecil-kecil itu yang paling njengkelin. Mungkin mirip sama jerawat pasir. Nah, produk ini cukup ampuh bikin kulit tampak halus dan merata.

Tapi aku sarankan banget, jangan pakai Lulur Wajah sebagai single use, sekalian saja maskeran, karena bakal lebih nampol. Apalagi yang jerawatan. 

Sekarang ini aku jelas sekarang lebih pilih Lulur Wajah ketimbang peeling yang kadang bikin kulit kemerahan. Ada kan ya peeling wajah yang butiran scrub-nya geday dan kasar. Baru oles saja sudah membahana, gimana kalau gosoknya enggak pelan coba. Makanya, aku senang sama Lulur Wajah karena dia temenan banget sama kulitku.

Well aku kemana saja sih yaaa... Hahaha.


Tertarik buat beli? Tenang, harganya hanya sekitar Rp 20.000, tapi ingat, beda wilayah bisa beda harga ya. Aku lihat di toko online, harganya Rp 18.000. Sedangkan aku beli di Pangkalan Bun seharga Rp 24.000. Entah kalau di Magelang.

Produk ini kayaknya juga bakal lama habisnya. Isi 100 gram dipakai barengan sama Suami pula. Sungguh ku ibu yang bijaksana, bisa merawat diri dengan produk hemat. *pengen nampol ya*hahaha*

Oke deh, semoga ke depannya kulitku bakalan lebih baik lagi. Kalau terbukti gini, aku kan jadi makin rajin perawatan. Pokoknya kudu rutin biar tetep awet muda. Siapa yang enggak mau kan? 31 tahun belum terlambat kok... beluuum.... 

Yang penting aku sudah sadar diri, bahwa skincare adalah untuk sekarang dan nanti. Kalau kita enggak tahu kulit kita sendiri, lantas siapa lagi? Kalau ada produk lokal yang terbukti, ngapain beli yang harganya bikin sakit hati. Ya kan ya?
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Tradisi kecantikan setiap wilayah di Indonesia udah ada sejak zaman nenek moyang kita. Para wanitanya memanfaatkan rempah-rempah alami sebagai bahan merawat diri. Beberapa resep tersebut masih bisa kita temui bahkan hingga hari ini. Beruntung ya, karena banyak keluarga yang masih mewariskannya secara turun terumurun.

Termasuk yang mau aku bahas kali ini, yaitu Pupur Dingin.


Aku dan kebanyakan orang jawa lainnya, mengenal produk ini dengan sebutan Bedak Dingin. Tapi beda daerah, ternyata beda penyebutan dan beda bahan bakunya. Kalau di jawa, aku masih bisa menemukan bedak dingin, khususnya di daerah Yogyakarta dan Solo. Udah deh, tinggal dateng ke pasar tradisionalnya pasti nemu ini produk. Misalpun malas ke pasar, toh ada Mirota Batik. Malas jalan juga? Beli gih online, sekarang banyak banget varian bedak dingin, bahkan ada pula Merek Ovale yang menyajikan bedak dinginnya. 

Tapi aku yakin, biarpun banyak produk perawatan canggih dan skincare ala orang luar, bedak dingin yang tradisional tetap ada peminatnya sampai kapanpun. Yak, tentu saja contohnya aku sendiri. Rasanya beda sih ya sist, lebih adem dan enggak bikin kulit iritasi. Maklum, bahannya emang alami, literally!


Lantas, apa sih bedanya Bedak Dingin dan Pupur Dingin?

Beda nama aja boss hahaha. Pupur itu ya bedak. Bedak itu ya Pupur.

Cuma yang bikin aku merasa heran dan sedikit aneh, orang Kalimantan menggunakan Pupur Dingin itu enggak kenal tempat. Setahuku, di jawa, orang pakai Bedak Dingin itu enggak yang bisa dilihat secara umum. Tapi mengingat fungsinya yang juga sebagai pelindung efek buruk sinar matahari, Bedak Dingin ataupun Pupur Dingin sebenarnya wajar kalau dipakai di siang hari yang terik dan jalan ke luar rumah.

Nah, di Kalimantan, aku lihat banyak Acil yang jualan wadai dan oh iya, pernah juga aku lihat tukang sapu jalanan pakai Pupur Dingin. Jadi wajahnya yang bener-bener kayak orang maskeran gitu. Jujur aku ngerasa aneh. Tapi kata Suamiku, hal tersebut merupakan hal yang biasa aja sih, enggak usah lebay hahaha.

Toh terbukti kulit mereka cantik flawless nan kempling. Beda sama aku. *lalu ngaca* ho'oh iya ternyata* *Kraaaay*

Ok. Demi memperkinclongkan kulit wajah, mari kita sama-sama ketahui bahwa Pupur Dingin dan Bedak Dingin ini bahkan manfaatnya pun sama. Terbuat dari sari pati beras yang dicampur dengan bahan mempercantik kulit lainnya seperti kunyit. Nah, setahuku, Pupur Dingin di Kalimantan ada juga yang ditambahkan dengan daun kukang, biji selasih atau pandan.

Sama halnya dengan Bedak Dingin, Pupur Dingin juga mempunyai dua pilihan, yaitu putih dan kuning. Malah biasanya ada yang dikhususkan untuk kulit yang berjerawat ataupun flek hitam. Tinggal sesuaiin sama jenis kulit aja sih. 

Masing-masing ada plus minusnya tentu aja. Sepanjang uji coba ku dalam merasakan berbagai macam bedak dingin dari berbagai daerah, misalnya Saripohatji, Bedak Dingin Berastagi yang besar-besar dan bedak dingin yang enggak ada mereknya, aku paling suka Pupur Dingin tradisional dari Kalimantan ini. Yang paling utama, adalah letak dari serbuk yang enggak gampang tercecer, plus cara bilasnya gampang. 

Kurang meyakinkan? Begini loh. Kalau aku pakai yang bedak dingin dari jawa, aku cenderung sensitif karena bubuknya bisa masuk ke hidung. Mana kalau kering bakalan bikin muka keset dan ketarik. Daaan waktu dibilas juga susah. 

Tapi Pupur Dingin beneran berbeda. Cuma poin minusnya adalah, dia bakalan bikin kulit kita kuning sekuning-kuningnya. Buat yang warna kulitnya enggak rata macam aku, hal ini cukup fatal. Gimana enggak, kulitku kelihatan banget kuning sampai kadang ngeblok semuka gitu. Kelihatan banget loh. Mungkin karena kandungan kunyitnya terlalu banyak. Padahal hasil dari pemakaiannya aku sangat cocok. Sayang banget kan.

Nah ternyataaa... aku agak salah mengaplikasikan Pupur Dingin ini ke wajah. Pupur Dingin tidak sama dengan masker. Melainkan seperti bedak aja gitu, tinggal olesin tipis ke wajah. Pantesan, kulitku jadi kuning enggak kira-kira.

Mau tahu cara orang kalimantan memakainya?
Caranya, ambil Pupur Dingin maksimal 3 butir lalu dicampurkan dengan air bersih. Akan lebih bagus juga kalau dicampur dengan air mawar. Setelah itu pakaikan tipis-tipis ke wajah. Boleh pakai kuas, boleh juga pakai tangan langsung. Enggak usah lebay ngolesinnya, serius. Karena Pupur Dingin ini juga bisa dipakai TIAP HARI! Gunakan aja selayaknya bedak.


Aku dapat Pupur Dingin ini dari Mertuaku. Beliau beli di Palangka Raya, di pasar tradisional gitu. Banyak banget, ada kali sampai sekresek hitam besar. Nah, waktu aku kesini, aku disuruh milih dan dibagiin bersamaan dengan adek-adek iparku yang lain.

Ada dua pilihannya, yaitu jerawat sama flek hitam. Enggak perlu nanyalah ya, aku pastinya pilih yang buat jerawat. Ternyata emang adem. Sedikit berbeda dengan yang biasa Mertua beli di pasar Pangkalan Bun, Pupur Dingin dari Palangka Raya ini lebih besar butirannya dan lebih kuning. Kalau yang dari Pangkalan Bun warnanya cenderung kuning gading.

Tapi soal mengeringkan jerawat, Pupur Dingin dari Palangka Raya ini ciamik. Jerawatnya gampang kering, dan kulit wajah jadi lembap. Gimana ya jelasinnya. Hahaha. Jadi yang kering itu bagian jerawatnya aja. Kalau wajah tetep lembap dan malah bercahaya.


Pada foto di atas, aku pakai Pupur Dingin sejumlah 2 butir aja dan kuningnya sempat enggak ketulungan. Help hahaha. Kurang tipis lagi kali ya. Aku pakai selama 30 menit dan langsung bilas, trus masih aku pakaiin toner. Make sure aja biar enggak ada kuning-kuning yang tersisa.

Selama aku di kalimantan, kalau pas siang terasa terik, aku biasa pakai Pupur Dingin. Ya biar nge-blend sama orang sini lah. Siapa tahu ketularan cerahnya ya kan ya. Produk ini hampir tiga hari sekali aku pakai. Masih selang-seling sama produk lainnya. Jatuhnya ya sama kayak masker sih. Cuma enggak tebelan. Habis mana berani aku pakai tebel-tebel di siang kara? Kuningnya ampun booowk. Enggak nahan.

Yang jelas, jerawatku jadi cepat kering. Enggak yang perlu jadi mateng dan bikin nanah. Trus wajah juga makin bersih, jerawat yang mau datengpun cepet kempes. Aku bisa bilang, Pupur Dingin juga bisa mengantisipasi jerawat datang keroyokan. Apalagi kalau dipakai siang hari ya.

Aku masih punya banyak lagi Pupur Dinginnya. Rencana, aku mau beli lagi yang berwarna putih. Jadi pakainya dicampur gitu, biar hasilnya enggak terlalu kuning.

Beberapa buat temenku yang pesen karena tergiur sama kulit wajahku yang enggak jadi break out karena kepanasan. Beneran loh, kalau aku enggak merawat kulit di cuaca yang panas ekstrim gini, aku bisa bruntusan dan jerawatan. Makanya, sempat pada nanya kenapa muka aku baik-baik aja.

Nah, sekarang kalian tahu kan apa salah satu rahasianya? 
Share
Tweet
Pin
Share
7 komentar
Sebagai anak gunung *eh gimana*, maksudnya Magelang kan termasuk dataran tinggi, nah, berwisata ke pantai adalah salah satu destinasi mewah bagiku. Benar, Yogyakarta banyak pantai dan bisa ditempuh sekitar 2 jam perjalanan dari Magelang. Tapi, pengen donk sesekali lihat pantai dari kawasan lain. Masa' seumur hidup tahunya cuma jalur selatan dan pantura? Gregets nya mana?

Sebuah doa yang lama aku panjatkan itu akhirnya terkabul pelan-pelan. Aku mulai mengenal pantai bukan cuma di pulau jawa saja. Namun merambah ke Bali dan Kalimantan. Baru sedikit sih memang, tapi kusudah bahagia. Alalala.


Kalau bukan karena Suami, mungkin aku enggak akan pernah sampai sini. Makanya, buat kalian yang berniat cari pasangan, enggak ada salahnya cari yang jauh dari tempat asal kalian. Niscahya kalian bakalan dapat banyak pengalaman dan cerita. Curhat tipis-tipis boleh lah ya. Hahaha.

Dari sejak pertama kali aku melihat pulau Kalimantan dari udara, Suami udah banyak kasih spoiler tentang wisata yang ada di sini. Namanya juga daerah pesisir, jadi kebanyakan potensi wisatanya adalah pantai. 

Pantai di Pangkalan Bun terhubung langsung dengan Laut Jawa. Sayang seribu sayang, semua Pantai pelan-pelan mengalami abrasi sehingga sekarang air laut makin mendekat ke daerah pemukiman. Pemerintah setempat sudah membuat barrier, tapi rupanya belum bisa mengatasi cepatnya abrasi yang terjadi. Konon, 17 tahun yang lalu, bibir pantainya masih 10-15 meter menjorok ke laut. Wah enggak kebayang ya, dulu kerennya kayak apa.


Ada dua pilihan untuk menikmati pantai. Satu kalian harus bangun pagi, atau dua kalian ambil waktu di sore hari. Karena kedua waktu tadi, biasanya gosong timbul dan kita bisa naek perahu kesana. Nah, niat awal kami memang cari sunrise, tapi ternyata bangunnya kurang pagi. Udah pagi sih, tapi kurang subuh buta gitu loh. *halah alesan*

Kami start dari rumah sekitar pukul 05.30. Jalanan aspal yang dilalui udah cukup bagus kok, mana pagi pula, jadi perjalanan pun terasa cepat dan menyenangkan. Alya sendiri masih ngantuk, sepanjang perjalanan cuma diem seakan nge-charge tenaga biar bisa maen di pantai sepuasnya. Trus dia bilang enggak mau renang, dia cuma mau mandiin boneka baby-nya. Iyain ajalah ya, daripada lama ya kan. LOL.

Menempuh 40 menit perjalanan, awalnya kami mau menuju ke Pantai Kubu. Namun karena pengen ke pantai yang bisa buat ceburan, kami lalu lanjutin perjalan ke Tanjung Penghujan. Kalau dari Kubu, jaraknya sekitar 15 km, ditempuh dengan 30 menit perjalanan. Jalanannya agak naik turun, dengan suguhan pemukiman penduduk yang mostly berupa rumah panggung dan terbuat dari kayu. Menyenangkan!


Tanjung Penghujan berada di Desa Bogam, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kobar. Buat kalian yang enggak punya saudara di sini, kalian bisa juga cari tour karena enggak ada angkutan umum buat kesana. Intinya, berlibur ke Kalimantan lebih enak kalau punya kenalan. Hahaha.

Sampai di Tanjung Penghujan, kami sengaja nyari spot yang teduh biar mobil bisa parkir langsung tepat di pinggir pantai. Seingatku, dua tahun lalu waktu masuk ke sini, kita bisa turun langsung di parkiran dan nemu tempat yang asyik buat berenang. Tapi kemarin ini, tempat yang dimaksud tersebut, airnya sudah naik. Otomatis kalau mau ceburan ya susah.

Kami beranjak nyari spot lain dan mobil pun harus melewati jembatan kayu. Wah lihatnya ngeri-ngeri sedep donk. Takutnya rompal atau gimanaa gitu. Dengan segala rasa dag dig dug diiringi do'a, Alhamdulillah bisaaa! Trus diikuti beberapa mobil lain di belakang kami. Yang... yaaah biasanya aja ya ternyata hahaha.


Tak jauh berbeda dari kawasan pantai selatan. Di Bogam Raya ini, sampah pantainya sangat memprihatinkan. Padahal kalau mau dibersihkan dan dikelola lebih baik lagi, pastinya akan lebih bagus dan keren. 


Oke, tadi aku udah cerita kan ya kalau Alya sesumbar enggak mau renang? Maunya mandiin baby aja? Nah, tahu enggak, gimana ekspresinya waktu lihat pantai langsung di depan mata?

Woyajelas dia malah enggak sabar buat lari ke air. Waktu aku gantiin bajupun, maunya pake daleman aja gitu. Padahal niatnya biar kulit enggak gosong-gosong amat kan, aku agak paksa pakein legging sama kaos. Yang kaos dia enggak mau, kekeuh pake daleman. Yasudah, dia langsung berlarian ke pantai dengan amat senang!

Yang katanya enggak mau berenang, JELAS LUPA!

Dia sangat menikmati suasana pantainya. Berbeda dengan Kubu, Tanjung Penghujan masih punya pasir putih dan bisa buat mandi-mandi kecil. Ombaknya enggak yang besar banget walaupun air sudah pasang.


Selain itu, di sini kalian juga bakal ketemu dengan nelayan langsung. Artinya, kalian bisa beli hasil laut semacam kepiting, udang, dan aneka ikan. Udangnya besaaar besaaar... Tapi pas kami kesana, kepitingnya cuma ada rajungan. Banyak kepiting besar yang sudah diborong rumah makan dan jumlahnya enggak terlalu banyak.


Oiya, di pinggir pantai sini, banyak ditemukan binatang laut yang terdampar. Nih ada kerang besar, ada ekornya pula. Cuma aku sarankan, kalau misal nemu binatang laut yang masih hidup, ada baiknya kita kembalikan ke laut. Biar habitatnya enggak punah dan ekosistemnya terjaga.


Ada juga kepiting kecil yang berjalan di pinggir pantai. Biasanya mereka bikin gorongan buat rumahnya. Jadi hati-hati jika mau bermain di pinggir pantai ya.


Kayak kami yang sedang asik main dan duduk santai di pinggir pantai. Tiba-tiba Alya langsung bilang "Pa, apa itu pa?" sambil nunjuk sosok ubur-ubur atau Jelly Fish di depannya. Bentuknya lucu sih, kenyal-kenyal transparan gitu, tapi ya namanya binatang laut, kami cukup was-was. Takut menganggunya, toh siapa tahu masih hidup.

Antara ngakak dan takut kami langsung kabuuur. Alya juga ikutan lari sambil ketawa-ketawa. Makin lucu deh polahnya. Dia malah senang dipikirnya ada mainan. -__-"

Btw, Jelly Fish ini ternyata sudah mati. Mungkin karena laut yang tercemar atau mungkin juga karena susah dapat makanan. Sekali lagi, meskipun lucu, mending jangan menyentuh ubur-ubur ini ya, takutnya bisa bikin ruam di kulit. 


Waktu kami sibuk mainan di pantai, tiba-tiba Mertua panggil kami karena kepiting rajungan sudah matang. Kepitingnya beli di nelayan Rp 150.000 satu setengah kilo, lalu dimasak di warung pinggir pantai. Itu loh, warung yang jualan es kelapa muda, minuman sachet dan pop mie. Nah disitu kita juga bisa numpang mandi sekalian.

Wah aku baru pertama kali makan seafood langsung kayak gini. Masaknya cuma direbus biasa, enggak ditambahin bumbu macam-macam, karena rasanya sudah asin. Asinnya bener-bener alami. Yang punya kolesterol, harap hati-hati ya. Jangan kebanyakan, aku aja yang habiskan hahaha.

Trus yang perlu diingat, jika kalian punya alergi sama seafood macam gini, makan kepitingnya jangan heboh. Nanti lidahnya kelu, habis asinnya juga berasa banget.


Daging dari kepiting rajungan ini memang enggak banyak, tapi the art of makan kepiting sampai belepotan dan nyesepin tulang-tulangnya itu yang bikin laziiis ya kan. Berasa anak pantainya. Habis itu liyer-liyer sambil gegoleran tidur aduhaai nikmatnya. Hahaha.

Kalau kalian punya uang lebih, boleh deh mampir di rumah makan dekat pantai. Yang banyak ada di Pantai Kubu. Tapi kalau di Tanjung Penghujan, cuma ada satu dua. Trust me, seafood di sini besar-besaaaar... ampun dah! Pengen bawa ke Magelang tapi repot eiym.

Sekarang mumpung di Pangkalan Bun aku mau puas-puasin makan seafood sama wisata sungai dan pantai. Gosong biaar, tandanya aku sukses liburan! Yes yuk.
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Cara suatu daerah menyambut bulan Ramadan selalu punya keunikannya ya. Beruntung kami dapat tiket mudik beberapa hari menjelang lebaran, jadi masih ada sisa waktu terakhir biar bisa menikmati puasa di sini. Yang artinya, aku bakal puas ngicip kuliner khas pangkalan bun terlebih saat Ramadan. Yes, karena di kalimantan terkenal akan Pasar Wadai! 





Emangnya apa sih keunikan pasar wadai?

Wadai itu merupakan bahasa banjarnya kue. Pasar wadai juga berarti pasar kue. Pasar ini bisa disebut pasar musiman, dan hanya ada di bulan ramadan. Jajanan yang disuguhkan di pasar wadai kebanyakan adalah kue tradisional khas banjar. Seperti bingka, bingka barandam, bebongkok, kicak-kicak, untuk-untuk, pais, bubur sagu, agar-agar, sampai lauk buat makan besar semacam ayam masak habang. 

Kalau hari biasa, kue basah maupun makanan khas tersebut bisa sih dicari, cuma lebih lengkap dan lebih banyak dijual pas ramadan tiba. Seakan semuanya tumplek blek apa-apa ada gitu.


Pasar Wadai ini dapat ditemui di seluruh daerah di kalimantan. Kalau di pangkalan bun sendiri, pasar wadai bisa berpindah-pindah tempat. Nah, lebaran 2018, pasar wadainya terletak di Lapangan Tugu.

Masyarakat menganggap pasar wadai sebagai jujugan kalau mau beli takjil sambil menunggu waktu berbuka. Pokoknya kemana beli makanan, ya mendingan sekalian di pasar wadai. Enggak perlu repot ke tempat satu ke tempat yang lain, kalau di satu tempat aja kita bisa menemukan berbagai macam masakan. 


Berbeda dari ramadan beberapa tahun yang lalu, kini di pasar wadai, kita bukan cuma bisa menemukan kue tradisional saja, namun juga makanan kekinian kayak sosis, telur gulung, minuman rasa, sampai ais kepal. Sebel enggak sih, dimana-mana ada ais kepal hahaha.

Tapi mau sebanyak apapun makanan kekinian, buatku makanan tradisional tetap di hati. Lagian ngapain jauh-jauh ke kalimantan kalau akhirnya beli yang di jawa juga ada. Enggak memanfaatkan situasi dan mubazir namanya.

Buatku, makanan khas banjar itu hanya ada dua, yaitu enak dan enak banget. Hahaha. Maklumlah aku mah apa-apa doyan.


Orang banjar biasa menyebut orang yang jualan dengan sebutan Acil, yang berarti tante. Kalau bicara harga, semua barang di kalimantan tentu lebih mahal di banding jawa. Tapi segitu emang wajar dan pas. Harga jual kue mulai dari Rp 1000. 

Kata suamiku, kalau ada makanan enak di sini, mau harganya semahal apapun ya tetep di beli. Tetep laris gitu. Orang kalimantan cenderung menomorsatukan rasa, harga baru deh nomor dua. Terbukti dengan banyaknya makanan enak di sini yang terkenal, pasti kebanyakan harganya mahal. Jadi kalau berlibur ke kalimantan, aku udah pasti prepare duit berkali-kali lipat ketimbang liburan di jawa. 

Nah gimana dengan kuliner yang harganya lebih murah?
Aku nih ya, ngerasa wadai yang harganya standar pun itu udah enak gitu loh. Yang dijual di pasar-pasar itu enak semua. Misalnya Bingka. Tapi kalau orang banjar sendiri punya standar lain yang mungkin berbeda. Pastinya mereka merasa ADA YANG LEBIH ENAK. 

Mau nge fly enggak lo! Hahaha.


Senangnya, Mertuaku hafal betul mana kue yang enak dan mana yang kurang pas. Punya banyak referensi kuliner dan paham dimana makanan yang da best. Aku yang tadinya mau beli makanan di pasar wadai dan bawaannya udah pengen beli aja, langsung diarahin ke tempat yang lebih variatif dan nyaman. Nyaman dalam bahasa banjar, berarti enak. Misalnya, "wah kuenya nyaman di sana" yang artinya "wah, kuenya enak yang di sana". Gitu.

Aku mah ayo aja, maklum semua tampak menggiurkan. Lalu kami beranjak ke wadah nenek yang ada di Mendawai.

Di tempat ini, sebenarnya mereka jualan juga pada hari biasa. Namun pada saat ramadan, makanannya jadi tambah variatif dan banyak. Nah, yang sudah lama aku idam-idamkan adalah kue lapis india dan lapis pengantin.

Bedanya apa?

Lapis india, bentuknya berlayer semacam lapis kayak di jawa. Rasanya dominan manis dan beraroma pandan. Dibanding lapis pengantin, tekstur lapis india lebih lembut.

Sedangkan lapis pengantin terdiri dari dua lapis aja. Yang bawah berwarna putih itu ketan kelapa dan yang bagian atas warna hijau itu tepung beras. 

Tapi menurutku, kedua lapis tadi sama enaknya. Hahaha.

Di tempat ini, kue lapis didisplay dalam keadaan masih utuh gitu, belum dipotong-potong. Nah ketika kita beli, tinggal bilang aja mau beli berapa. Baru deh Acilnya potong lapis sesuai dengan harga. 


Ok kita beralih ke wadai selanjutnya yang enggak kalah ngangenin.

I'm sorry fotonya blur. Tapi mau enggak aku masukkan, kok sayang. Jadi ini adalah wadai bebongkok. Ketika disendok, bentuknya agak cair dan rasanya manis. Enggak perlu adegan nguyah karena langsung telen aja gitu. Semacam bubur sumsum dikukus daun pisang, cuma apa ya, lebih enak dan legit gitu. Aku susah mendefinisikan rasanya. 


Lanjut ya. Kue ijo ini dinamakan Balungan Hayam.
Katanya sih kue ini mirip jengger ayam, yang memang pada sejarahnya dipersembahkan buat upacara sesajen buat melambangkan ayam.

Kue ini terbuat dari tepung ketan. Rasanya hampir mirip sama kue tok/ kue mata kebo/ kue ku yang biasa ada di jawa. Isinya berupa kelapa diramu dengan gula merah. Bedanya adalah cara makannya. Orang kalimantan biasa memakannya dengan santan yang dicocol. Serius ternyata rasanya tambah nikmat.


Trus ada lagi aneka macam puding. Yang coklat itu puding lumpur dan yang hijau kue lumpur. Rasanya manis enak tapi enggak eneg. Biasa dikemas dalam bentuk cup yang langsung bisa dimakan.


Dari semua kue yang pernah aku coba, kebanyakan rasanya memang cenderung manis, cuma manisnya masih bisa ditolerir. Selain itu, masih banyak kue-kue lain yang belum aku coba. Habis banyak juga loh variannya. 

Dan lama-lama aku sadari, beda kue di banjar dengan di jawa adalah bentuk dan rasanya. Kalau di jawa, bentuk kuenya kan kecil-kecil, sedangkan di banjar itu biasanya lebih besar. Selain itu, soal rasa, kue di banjar jelas lebih pekat dan berasa. Bukan cuma kue, tapi juga lauknya. Rempahnya lebih banyak yang bikin rasa nomor satu.

So, buat kalian yang pengen travelling ke kalimantan, pokoknya kamu kudu coba kue-kue tradisionalnya. Apalah arti jalan beribu kaki tanpa singgah dan mencicipi rasa khas daerah. Karena semakin kita tahu banyak rasa, semakin besar pula alasan untuk kita menikmati indahnya hidup di dunia.

Yak sip ya.
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Bersyukur banget, aku dapat Suami yang berasal dari luar pulau jawa. Ya walaupun keturunan jawa tulen, tapi dia lahir dan besar di kalimantan. Keluarga besarnya mayoritas perantauan semua, jadi bisa dipastikan jika mereka berkumpul, wow bakalan bikin moment yang benar-benar berkesan.


Eyangnya suamiku itu punya 11 anak, 43 cucu, dan 19 cicit. Sedangkan mertuaku sendiri, punya anak 4, nah suamiku adalah anak pertama. Bisa dibayangkan lah kalau sudah berkumpul, hebohnya kayak apa. Selain kudu siap waktu, siap fisik, dan juga siap materi. Semua kudu dipasin jadwalnya biar bisa kumpul bareng, kalau bisa mah tiap tahun. Jarak boleh terpencar, tapi komunikasi kudu lancar.

Mengingat aku berasal dari keluarga yang bisa dibilang kecil, hal ini menjadi menarik ketika aku masuk dalam lingkungan keluarga Suami. Berbaur dengan adat baru, ngobrol dengan berbagai logat yang bikin aku roaming, sampai kudu kembaran baju misal ada acara yang... aduuh, aku baru kali ini sekompak itu. Hahahaha.

Awalnya jelas gagu lah ya. Bahkan kadang aku ngerasa kok aku enggak sreg, aku enggak nyaman, dan susah bergabung. Tapi aku sadar itu adalah bagian dari kekeluargaan. Bagian dari aturan keluarga yang sudah lama dan aku harus mengikutinya. Dan ternyata lama-lama aku sungguh menikmatinya. Malah secara enggak sadar, aku jadi selalu nunggu-nunggu moment keluarga, salah satunya yaitu MUDIK! Yeay. *tiup confetti*

Sejak aku menikah, aku jadi merasakan sensasi mudik yang sebenar-benarnya. Habis gimana ya, sejauh apapun aku merantau ya paling di pulau jawa aja, misalnya jakarta deh! Enggak jauh gimana, bisa ditempuh lewat jalur udara atau darat. Dari yang murah sampai mahal pun ada. Banyak deh pilihan. Paling musuhnya kalau mudik ya itu, harus pesen tiket jauh hari karena semua tumplek blek balik ke kampung halaman. Trus kalau sudah di kampung halaman, beuugh semua kudu diperlihatkan, semua kudu baru, pamer bisa jadi ajang nomor satu.

Magelang itu kota kecil tapi semua sudah gampang dicari dan diakses. Selama aku merantau, aku jarang homesick dan maksa kudu pulang. Wong pas tinggal di Semarang aku tetep jarang pulang kok. Serius nih ya, lebaran dan pulang ke Magelang, rasanya hampir sama saja dan enggak ada yang spesial. Trus sholat ied kami biasa di masjid yang jaraknya selisih satu rumah doank. Jadi ya kadang-kadang pergi sholat itu sendiri-sendiri. Mana papa mama sekarang sudah pisah kan, apalagi kehangatan yang aku rindukan?

Baca: Kemenangan Yang Aku Inginkan

Nah, mudik ke kalimantan seakan jadi 'new home' buat aku. Aku punya kedekatan yang sama melekatnya ketika aku menemukan keluarga baru. Semacam pelampiasan karena aku enggak bisa merasakan kebersamaan dengan keluarga di Magelang.

Ini adalah ketiga kalinya aku ikut mudik suamiku. Sebenarnya kami sudah janjian sebelum nikah, kalau misalnya lebaran, semua kudu selang seling. Misalnya tahun ini di Magelang, tahun depan ke kalimantan. Tapi masalahnya kami kan sekarang tinggal di Magelang, ya mau ke kalimantan tiap tahun mah enggak papa, aku juga enggak keberatan. Yang ada aku justru senang hahaha.

Sama halnya kalian mudik di pulau jawa, kamipun cari tiket mudik sudah dua bulan sebelumnya. Alhamdulillah dapat tiket promo asek kan ya. Rejeki anak sholehah enggak kemana hehehe.

Oiya, kota asal suamiku namanya Pangkalan Bun. Bisa ditempuh dengan kapal dan pesawat. Kenapa enggak pakai kapal? Karena aku takut kalau ada naga di lautan. Hahaha enggak dink. Tepatnya aku enggak mau rempoooong, ajak Alya pula, mana tahan terombang ambing di lautan selama 18 jam. Itupun kalau on time.... Kalau enggak karena faktor cuaca ya bakal lebih lama.

Makanya kami jelas pilih pesawat enggak pake mikir lama. Pesawat dari Yogyakarta ke Pangkalan Bun belum ada, jadi ya kami kudu ke Semarang dulu. Durasi perjalanannya enggak lama kok, sekitar 50 menit, sama kan kayak Semarang-Jakarta?

Bedanya?
Wah jelas, kamu bakal disuguhi pemandangan langit yang menawan ketika nyebrang lewat laut jawa. Nah sewaktu mau mendarat ke pulau kalimantan, coba deh perhatikan langitnya dengan seksama, pasti ada bedanya dibanding langit di pulau jawa.

Iyes, langit di kalimantan cenderung bersiiiih dan minim polusi. Warnanya bagus apalagi kalau sore hari. Awannya pun yang gendut-gendut gemesin gitu loh. Pokoknya sukak deh, makanya besok jangan heran kalau aku bakalan penuhin instagram dengan langit-langit di kalimantan. Hahaha norak biar.

Cuma ya sedihnya, di sini sekarang ladang sawit makin banyak. Kalau dari atas kelihatan banget pepohonan yang dilibas dan dibikin usaha sawit. Mana kalau kemarau bakal musim bakar-bakar hutan kan. Jadi ya, Alya belum bisa tinggal lama di sini. Asmanya bisa menjadi-jadi. Sedih.

Mudik ke pangkalan bun itu selalu menyisakan cerita dan rindu. Enggak habis-habisnya aku eksplor kuliner, belajar sejarah, kenal budaya dayak, madura atau perantauan jawa yang semua membaur di sini. Kalau bisa sih sekalian aku riset kecil-kecilan, siapa tahu bisa bikin dokumenter sekalian. Juga pengen ke Tanjung Puting tapi masih mikirin Alya. Aaaah selalu banyak keinginan begitu sampai sini deh. Hahaha. Semoga bisa tercapai secepatnya.

Sekarang semua anggota keluarga pada sibuk buat prepare hari raya. Sudah banyak makanan dan minuman yang disiapkan. Bersih-bersih, masak gudeg, masak opor, dan... yang pasti besok sholat ied bareng. Trus yang aku tunggu-tunggu adalah jalan ke desa-desa. Dapet another view lah ya. Yang tadinya cuma bisa lihat pulau jawa, aku jadi tahu kalau luas daratan di kalimantan itu hampir 6 kali luas daratan di pulau jawa. Uwow gila ya hahaha. Moga-moga pembangunan infrastruktur kalimantan makin berkembang dan merata ya. Biar kalau lewat jalan darat, jalurnya rata dan nyaman. Amiiin.

Btw, kalian mudik kemana? Boleh cerita di kolom komentar ya. :)
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Dunia kreatif memang rentan dengan yang namanya penjiplakan. Mau kita punya karya sebagus apa, kalau kita tidak pernah menunjukkan dan mengakuinya, bisa loh dicuri orang. Serem kan? Tidak terkecuali blogging. Ada banyak kasus blogger yang copy paste tulisan maupun comot karya foto, atau mungkin blogger yang tidak sadar bahwa karyanya dijiplak. 

Sounds familiar? Yes, itu dikarenakan kita tidak begitu paham apa itu copyrights.

Aku sedikit paham mengenai hak cipta, karena waktu kuliah aku sempat mempelajari Hak Atas Kekayaan Intelektual yang disingkat menjadi HAKI, dan sekarang dikenal sebagai HKI. Tapi itu was so long ago, sampai lupa donk hukumnya bagaimana hahaha. 

Buat aku pribadi, yang namanya ide kreatif merupakan aset penting jangka panjang. Kalau kalian sadar, di blogku sekarang sudah dipasang script anti copas. Karena aku pernah dicopy paste plek ketiplek sampai bikin mumetz. Pengennya sih nyenggol orangnya, tapi kok kasihan. Siapa tahu orang tersebut tidak sadar telah melakukan kesalahan. 

Kalau di industri kreatif media atau film, kita biasa daftarin karya kita untuk perlindungan hak cipta.  Istilahnya, tidak didaftarinpun, kadang sanksi sosial lebih menyakitkan ketimbang dijerat pasal. Kita bisa diblacklist, dikucilkan dan tidak dipercaya lagi ke depannya.

Nah, kalau blogger sendiri bagaimana, mengingat nternet sangat sensitif untuk sebuah karya. Beberapa pertanyaan yang ada di otakku, banyak terjawab di Ngopi Cantik yang diusung oleh Beautiesquad sabtu lalu.

Pemateri kita kali ini adalah Laudita Cahyanti yang merupakan blogger juga seorang lawyer. Leci, begitu ia akrab disapa, banyak memberikan wawasannya tentang Hak Cipta. Mantap! Sangat berguna!

Buat yang ketinggalan, berikut rangkumannya ya.


APA ITU COPYRIGHT?


Copyright atau Hak Cipta, dari pengertian, apa hak kalian dan apa saja yang dilarang berdasarkan UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Copyright alias hak cipta memang suatu hal yang masih dikesampingkan dan dianggap remeh oleh banyak orang di Indonesia, kenapa? Karena Hak Cipta bukan suatu benda yang “kelihatan” sehingga tidak dianggap berharga, padahal sebenarnya tidak sesimpel itu. Untuk memulai, mari kita telaah dulu pengertian hak cipta terlebih dahulu yaa. 

Pengertian Hak Cipta Berdasarkan pengertian pada UU Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sesuai dengan pengertian di atas, kita dapat simpulkan bahwa hak cipta itu timbulnya OTOMATIS setelah setelah kalian menciptakan sesuatu dalam bentuk NYATA, baik secara fisik maupun elektronik. Kalo ciptaannya masih di angan-angan ya jelas nggak bisa kita klaim. 

Sedangkan untuk Pencipta, yang dianggap sebagai Pencipta adalah Orang yang namanya: 
a. disebut dalam Ciptaan;  
b. dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan;  
c. disebutkan dalam surat pencatatan Ciptaan; dan/atau  
d. tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta. 

Dalam UU Hak Cipta terdapat dua istilah, yaitu Pencipta dan Pemegang Hak Cipta.  

Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah. Jadi, kalau Pencipta sudah pasti pemegang hak cipta, namun dalam beberapa kasus, kalian bisa memberikan hak cipta kalian kepada orang lain sehingga dia bisa disebut Pemegang Hak Cipta. 

HAK CIPTA UNTUK BLOGGER


Untuk para bloggers, biasanya pada platform blogging kita seperti blogger atau wordpress sudah otomatis menyebutkan nama Pencipta ketika kita posting di blog tersebut. Sedangkan untuk foto, akan lebih baik kalau diberi watermark seperti ini supaya menunjukkan bahwa itu adalah benar ciptaan milik kita. 

Apa saja ciptaan yang dapat dilindungi hak ciptanya? 

Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas: 
a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;  
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya; 
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;  
d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;  
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;  
f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;  
g. karya seni terapan;  
h. karya arsitektur;  
i. peta;  
j. karya seni batik atau seni motif lain;  
k. karya fotografi;  
l. Potret; 
m. karya sinematografi;  
n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;  
o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;  
p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;  
q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;  
r. permainan video; dan 
s. Program Komputer. 

Tulisan yang kita buat sebagai blogger tentu sudah masuk ke dalam kategori poin a sebagai karya tulis lainnya, foto-foto produk kita yang aesthetic juga masuk ke dalam poin k. Jadi jangan khawatir, kalian sudah dilindungi dengan baik oleh Hukum Hak Cipta ini. 

Pelindungan hak cipta ini sudah termasuk pelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut. 

Misalnya nih kalian sudah menuliskan review lipstick di Ms.Word, tapi belum diposting ke blog. Lalu ada teman kalian yang mengcopy file kalian lalu mempublish di blognya sendiri. Itu sudah masuk pelanggaran hak cipta dan kalian bisa menuntut teman kalian atas perbuatannya tersebut. 

Namun, ada beberapa kegiatan yang tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta! 

Penggunaan, pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan suatu Ciptaan secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan:  
a. pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta; 
b. keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;  
c. ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau  
d. pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta. 

Notes:
Hal ini tidak dianggap pelanggaran hak cipta ASALKAN SUMBERNYA DISEBUTKAN ATAU DICANTUMKAN SECARA LENGKAP dan DIGUNAKAN UNTUK KEPENTINGAN PENDIDIKAN ATAU AKADEMIK. 

HAK CIPTA PRIBADI


Lalu untuk hak cipta sendiri, apa sih hak-hak yang termasuk didalamnya? Apa saja yang menjadi hak kita sebagai Pencipta? Sebagai Pencipta atau pemegang hak cipta, kita mendapatkan Hak Moral dan Hak Ekonomi atas ciptaan kita. 

Hak moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk:  
a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;  
b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya; 
c. mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;  
d. mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan  
e. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya 

Sedangkan Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan. Hak ekonomi terdiri dari hak untuk melakukan: 
a. penerbitan Ciptaan;  
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; 
c. penerjemahan Ciptaan;  
d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;  
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;  
f. pertunjukan Ciptaan;  
g. Pengumuman Ciptaan;  
h. Komunikasi Ciptaan; dan  
i. penyewaan Ciptaan. 

Nah ini juga penting untuk kita para bloggers! Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi WAJIB mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dan Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial suatu Ciptaan. 

IZIN ITU PENTING


Hal ini juga berlaku untuk kita sebagai pembuat konten, apabila kalian mengambil gambar dari internet, akan lebih aman untuk mengambil gambar dari sumber yang legal dan gratis seperti Freepik karena kita tidak perlu izin kepada Penciptanya karena kalau di platform penyedia gambar gratis sudah jelas gambar yang kita unggah akan menjadi milik umum, namun tentu saja kita wajib untuk  menyebutkan sumber dan penciptanya. 

Kalau kalian ambil dari blog orang lain atau instagram orang lain, akan lebih baik kalau kita kontak pemilik blog atau bisa dm akun instagramnya, biar lebih etis gitu. 

Jadi perlindungan hak cipta itu ada jangka waktunya. jangka waktu Hak moral Pencipta untuk tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum; menggunakan nama aliasnya atau samarannya; dan mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya berlaku tanpa batas waktu. Sedangkan Hak moral Pencipta untuk mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;  dan mengubah judul dan anak judul Ciptaan berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan. 

Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan:  
a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;  
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;  
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;  
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;  
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;  
f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; 
g. karya arsitektur; 
h. peta; dan  
i. karya seni batik atau seni motif lain.  
Berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. 

Sedangkan untuk Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan: 
a. karya fotografi;  
b. Potret;  
c. karya sinematografi;  
d. permainan video;  
e. Program Komputer;  
f. perwajahan karya tulis;  
g. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;  
h. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;  
i. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer atau media lainnya; dan  
j. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli. 
Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman. 

Note: Perwajahan karya tulis sebenernya cuma format penulisan karya tulis aja. jadi susunan karya tulisnya seperti apa, seperti susunan pendahuluan, latar belakang, dan lain-lain itu duluan yang mana. Mungkin karena dia hanya berbentuk format maka ditentukan jangka waktunya lebih pendek.

JIKA KARYA KITA DICOMOT ORANG

Sikap blogger yang baik apabila ada yang mencomot konten kita tentu saja kita harus pakai cara damai. Kita kontak si pelakunya, minta diturunin baik-baik. Pokoknya jangan langsung drama di sosial media. Sebenarnya di sistem hukum indonesia juga tidak segala-gala harus langsung kasih pasal-pasal, kita harus mengusahakan penyelesaian dengan cara damai dulu kayak musyawarah dan negosiasi.

Kalau nggak ada kesepakatan baru deh kita masuk ke pengadilan. Ada juga efek jera, sebenarnya kalo orangnya cukup tahu diri kalau kita kontak minta turunin saja, dia pasti malu donk. Tapi misalnya enggak tau diri ya di gertak saja pake peraturannya. 

HAK CIPTA LAGU DI INSTAGRAM


Pakai lagu itu kan termasuk menggunakan hak ekonomi dari pemilik hak cipta lagu tersebut ya. Lebih amannya kita ganti aja pake lagu yang no-copyright. Banyak kan ya lagu no-copyright? 

Pernah ada kasus begini, ada brand bikin iklan pake jasa agensi, lalu si agensi ini bikin iklannya pake lagu yang diunduh secara ilegal. Nah, pemilik lagu ini menggugat si brand. jadi  kita cari aman aja ya dengan mengganti lagunya dengan yang legal dan no-copyright. Takutnya kalo kita menang banding, tapi artistnya yang bawel kan makin panjang urusannya. 

LAGU DARI NO COPYRIGHT BERUBAH ADA LISENSINYA

Bisa coba mengajukan banding, karena dalam kasus ini kita enggak tau dan nggak salah kan? Tapi menurut Leci ini cukup aneh, karena kalau dia udah klaim no-copyright sound, harusnya sih enggak kena. Untuk antisipasi, coba kasih judul lagu dan penciptanya, buat berjaga-jaga saja supaya sama-sama aman dan nyaman.

Tenyata pengetahuan tentang Hak Cipta seperti ini sangat dibutuhkan agar kita sama-sama bekerja dengan damai ya. Kalau kita peduli dengan Hak Cipta, itu tandanya kita juga menghargai karya orang tersebut. Secara tidak langsung kita bisa ikut mensupport orang lain misalnya dengan memberikan backlink maupun mencantumkan sumber karya.

Yuk ah, sebagai orang yang sama-sama bekerja di dunia kreatif, alangkah baiknya jika kita sama-sama menjunjung tinggi Hak Cipta. Saling mendorong daya kreativitas, jangan pernah menjiplak karya secara sadar dan jangan segan untuk saling mengingatkan. Karena kalau bukan kita sendiri lantas siapa lagi.

Oke ya, segitu dulu rangkuman materi kali ini. Semoga berguna untuk wawasan bersama. Thanks Beautiesquad, thanks Leci, thanks semuanya.

Muach.
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Newer Posts
Older Posts

HELLO!


I'm Yosa Irfiana. A scriptwriter lived in Magelang. Blog is where i play and share. Click here to know about me.

FIND ME HERE

  • Instagram
  • Twitter
  • Facebook
  • Google Plus

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  January 2023 (1)
  • ►  2022 (14)
    • ►  December 2022 (1)
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  August 2022 (2)
    • ►  July 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  March 2022 (2)
    • ►  February 2022 (3)
    • ►  January 2022 (1)
  • ►  2021 (60)
    • ►  December 2021 (1)
    • ►  November 2021 (3)
    • ►  October 2021 (3)
    • ►  August 2021 (3)
    • ►  July 2021 (2)
    • ►  June 2021 (3)
    • ►  May 2021 (15)
    • ►  April 2021 (21)
    • ►  March 2021 (2)
    • ►  February 2021 (2)
    • ►  January 2021 (5)
  • ►  2020 (44)
    • ►  December 2020 (5)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  October 2020 (4)
    • ►  September 2020 (5)
    • ►  August 2020 (3)
    • ►  July 2020 (7)
    • ►  June 2020 (6)
    • ►  May 2020 (1)
    • ►  April 2020 (4)
    • ►  March 2020 (2)
    • ►  February 2020 (3)
    • ►  January 2020 (2)
  • ►  2019 (89)
    • ►  December 2019 (5)
    • ►  November 2019 (7)
    • ►  October 2019 (6)
    • ►  September 2019 (10)
    • ►  August 2019 (6)
    • ►  July 2019 (6)
    • ►  June 2019 (9)
    • ►  May 2019 (9)
    • ►  April 2019 (8)
    • ►  March 2019 (7)
    • ►  February 2019 (7)
    • ►  January 2019 (9)
  • ▼  2018 (135)
    • ►  December 2018 (21)
    • ►  November 2018 (17)
    • ►  October 2018 (9)
    • ►  September 2018 (9)
    • ►  August 2018 (10)
    • ►  July 2018 (9)
    • ▼  June 2018 (12)
      • OFF ROAD DADAKAN
      • NAIK GETHEK DI SUNGAI ARUT
      • ANGKUH TAPI BUTUH
      • REVIEW PURBASARI LULUR WAJAH - GREENTEA
      • PUPUR DINGIN
      • PAGI DI TANJUNG PENGHUJAN
      • PASAR WADAI
      • MUDIK 2018
      • NGOPI CANTIK - UNDERSTANDING COPYRIGHTS FOR BLOGGER
      • TEMPAT BUKA PUASA FAVORIT
      • UNBOXING #SOCOBOX, SOCIOLLA X BRUN BRUN PARIS
      • NYOBAIN SUNSCREEN BUAT KULIT SENSITIF - REVIEW LAT...
    • ►  May 2018 (9)
    • ►  April 2018 (9)
    • ►  March 2018 (9)
    • ►  February 2018 (10)
    • ►  January 2018 (11)
  • ►  2017 (116)
    • ►  December 2017 (8)
    • ►  November 2017 (7)
    • ►  October 2017 (8)
    • ►  September 2017 (9)
    • ►  August 2017 (8)
    • ►  July 2017 (11)
    • ►  June 2017 (8)
    • ►  May 2017 (11)
    • ►  April 2017 (8)
    • ►  March 2017 (12)
    • ►  February 2017 (15)
    • ►  January 2017 (11)
  • ►  2010 (9)
    • ►  November 2010 (9)

CATEGORIES

  • HOME
  • BABBLING
  • BEAUTY
  • FREELANCERS THE SERIES
  • HOBBIES
  • LIFE
  • PARENTING
  • BPN 30 DAY BLOG CHALLENGE
  • BPN 30 DAY RAMADAN BLOG CHALLENGE 2021

BEAUTIESQUAD

BEAUTIESQUAD

BLOGGER PEREMPUAN

BLOGGER PEREMPUAN

EMAK2BLOGGER

EMAK2BLOGGER

Total Pageviews

Online

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose