MUDIK 2018

by - June 13, 2018

Bersyukur banget, aku dapat Suami yang berasal dari luar pulau jawa. Ya walaupun keturunan jawa tulen, tapi dia lahir dan besar di kalimantan. Keluarga besarnya mayoritas perantauan semua, jadi bisa dipastikan jika mereka berkumpul, wow bakalan bikin moment yang benar-benar berkesan.


Eyangnya suamiku itu punya 11 anak, 43 cucu, dan 19 cicit. Sedangkan mertuaku sendiri, punya anak 4, nah suamiku adalah anak pertama. Bisa dibayangkan lah kalau sudah berkumpul, hebohnya kayak apa. Selain kudu siap waktu, siap fisik, dan juga siap materi. Semua kudu dipasin jadwalnya biar bisa kumpul bareng, kalau bisa mah tiap tahun. Jarak boleh terpencar, tapi komunikasi kudu lancar.

Mengingat aku berasal dari keluarga yang bisa dibilang kecil, hal ini menjadi menarik ketika aku masuk dalam lingkungan keluarga Suami. Berbaur dengan adat baru, ngobrol dengan berbagai logat yang bikin aku roaming, sampai kudu kembaran baju misal ada acara yang... aduuh, aku baru kali ini sekompak itu. Hahahaha.

Awalnya jelas gagu lah ya. Bahkan kadang aku ngerasa kok aku enggak sreg, aku enggak nyaman, dan susah bergabung. Tapi aku sadar itu adalah bagian dari kekeluargaan. Bagian dari aturan keluarga yang sudah lama dan aku harus mengikutinya. Dan ternyata lama-lama aku sungguh menikmatinya. Malah secara enggak sadar, aku jadi selalu nunggu-nunggu moment keluarga, salah satunya yaitu MUDIK! Yeay. *tiup confetti*

Sejak aku menikah, aku jadi merasakan sensasi mudik yang sebenar-benarnya. Habis gimana ya, sejauh apapun aku merantau ya paling di pulau jawa aja, misalnya jakarta deh! Enggak jauh gimana, bisa ditempuh lewat jalur udara atau darat. Dari yang murah sampai mahal pun ada. Banyak deh pilihan. Paling musuhnya kalau mudik ya itu, harus pesen tiket jauh hari karena semua tumplek blek balik ke kampung halaman. Trus kalau sudah di kampung halaman, beuugh semua kudu diperlihatkan, semua kudu baru, pamer bisa jadi ajang nomor satu.

Magelang itu kota kecil tapi semua sudah gampang dicari dan diakses. Selama aku merantau, aku jarang homesick dan maksa kudu pulang. Wong pas tinggal di Semarang aku tetep jarang pulang kok. Serius nih ya, lebaran dan pulang ke Magelang, rasanya hampir sama saja dan enggak ada yang spesial. Trus sholat ied kami biasa di masjid yang jaraknya selisih satu rumah doank. Jadi ya kadang-kadang pergi sholat itu sendiri-sendiri. Mana papa mama sekarang sudah pisah kan, apalagi kehangatan yang aku rindukan?

Baca: Kemenangan Yang Aku Inginkan

Nah, mudik ke kalimantan seakan jadi 'new home' buat aku. Aku punya kedekatan yang sama melekatnya ketika aku menemukan keluarga baru. Semacam pelampiasan karena aku enggak bisa merasakan kebersamaan dengan keluarga di Magelang.

Ini adalah ketiga kalinya aku ikut mudik suamiku. Sebenarnya kami sudah janjian sebelum nikah, kalau misalnya lebaran, semua kudu selang seling. Misalnya tahun ini di Magelang, tahun depan ke kalimantan. Tapi masalahnya kami kan sekarang tinggal di Magelang, ya mau ke kalimantan tiap tahun mah enggak papa, aku juga enggak keberatan. Yang ada aku justru senang hahaha.

Sama halnya kalian mudik di pulau jawa, kamipun cari tiket mudik sudah dua bulan sebelumnya. Alhamdulillah dapat tiket promo asek kan ya. Rejeki anak sholehah enggak kemana hehehe.

Oiya, kota asal suamiku namanya Pangkalan Bun. Bisa ditempuh dengan kapal dan pesawat. Kenapa enggak pakai kapal? Karena aku takut kalau ada naga di lautan. Hahaha enggak dink. Tepatnya aku enggak mau rempoooong, ajak Alya pula, mana tahan terombang ambing di lautan selama 18 jam. Itupun kalau on time.... Kalau enggak karena faktor cuaca ya bakal lebih lama.

Makanya kami jelas pilih pesawat enggak pake mikir lama. Pesawat dari Yogyakarta ke Pangkalan Bun belum ada, jadi ya kami kudu ke Semarang dulu. Durasi perjalanannya enggak lama kok, sekitar 50 menit, sama kan kayak Semarang-Jakarta?

Bedanya?
Wah jelas, kamu bakal disuguhi pemandangan langit yang menawan ketika nyebrang lewat laut jawa. Nah sewaktu mau mendarat ke pulau kalimantan, coba deh perhatikan langitnya dengan seksama, pasti ada bedanya dibanding langit di pulau jawa.

Iyes, langit di kalimantan cenderung bersiiiih dan minim polusi. Warnanya bagus apalagi kalau sore hari. Awannya pun yang gendut-gendut gemesin gitu loh. Pokoknya sukak deh, makanya besok jangan heran kalau aku bakalan penuhin instagram dengan langit-langit di kalimantan. Hahaha norak biar.

Cuma ya sedihnya, di sini sekarang ladang sawit makin banyak. Kalau dari atas kelihatan banget pepohonan yang dilibas dan dibikin usaha sawit. Mana kalau kemarau bakal musim bakar-bakar hutan kan. Jadi ya, Alya belum bisa tinggal lama di sini. Asmanya bisa menjadi-jadi. Sedih.

Mudik ke pangkalan bun itu selalu menyisakan cerita dan rindu. Enggak habis-habisnya aku eksplor kuliner, belajar sejarah, kenal budaya dayak, madura atau perantauan jawa yang semua membaur di sini. Kalau bisa sih sekalian aku riset kecil-kecilan, siapa tahu bisa bikin dokumenter sekalian. Juga pengen ke Tanjung Puting tapi masih mikirin Alya. Aaaah selalu banyak keinginan begitu sampai sini deh. Hahaha. Semoga bisa tercapai secepatnya.

Sekarang semua anggota keluarga pada sibuk buat prepare hari raya. Sudah banyak makanan dan minuman yang disiapkan. Bersih-bersih, masak gudeg, masak opor, dan... yang pasti besok sholat ied bareng. Trus yang aku tunggu-tunggu adalah jalan ke desa-desa. Dapet another view lah ya. Yang tadinya cuma bisa lihat pulau jawa, aku jadi tahu kalau luas daratan di kalimantan itu hampir 6 kali luas daratan di pulau jawa. Uwow gila ya hahaha. Moga-moga pembangunan infrastruktur kalimantan makin berkembang dan merata ya. Biar kalau lewat jalan darat, jalurnya rata dan nyaman. Amiiin.

Btw, kalian mudik kemana? Boleh cerita di kolom komentar ya. :)

You May Also Like

0 komentar