YOSA IRFIANA

Powered by Blogger.
Pada nungguin postinganku soal makanan enggak sih? Karena kalau dipikir-pikir, viewers ku soal resep ini banyak juga lho. Sayang kalau enggak dilanjutin. Eh, iya enggak sih? Hahaha.

Oke, langsung aku kasih tahu saja ya resep cemilan yang buatku pribadi super gampang. Kalau yang tadinya mikir bahwa makan gorengan itu mending beli, sekarag jadi mikir dua kali karena ketika aku bikin, enaknya enggak kalah sama tukang jualan. Beneran deh. Tanyain Suami sama tetanggaku coba kalau enggak percaya, hehe.

Yang akan aku share kali ini adalah resep tahu isi. Kalau di daerah Magelang, yang tukang jualan gorengan ada di setiap tikungan, tahu isi akrab disebut dengan tahu susur. Biasanya dijual Rp 2000/ 3 biji gorengan. Bisa mix tahu isi, tempe mendoan, atau pisang goreng. Murah? Tentu saja, wong aku tinggal di desa. 

Tahu isi merupakan cemilan khas yang enak dimakan pas panas-panas. Bisa di pagi hari, atau di siang hari ditemani dengan teh hangat. Beugh, mantap. Nah, ketimbang ngiler, yuk kita bikin, aku kasih contekan resepnya ya. 


Bahan utama:
1. 10 potong tahu kulit dipotong separo menjadi bentuk segitiga. Lalu belah tengah isinya, tapi jangan sampai putus.


Bahan Isi:
1. Kubis setengah iris (Diiris/dicacah tipis-tipis)
2. 3 buah wortel sedang (Kupas dan potong memanjang. Kalau aku parut menggunakan parutan keju)
3. 6 buah udang dikupas kulitnya
4. Taoge secukupnya
5. Daun Bawang dan seledri secukupnya dicacah halus
6. 3 siung bawang putih
7. 5 siung bawang merah (kalau aku suka lebih banyak bawang merah)

Bahan tepung:
1. 1/4 tepung terigu
2. 4 sendok makan tepung beras
3. Sebungkus tepung bumbu kriuk (merek apa saja)


Cara memasak:

- BIKIN ISIAN
1. Kupas bawang merah dan putih. Kemudian cacah kecil biar lebih mudah mencampurnya.
2. Tumis irisan bawang ini ke dalam minyak yang sudah dipanaskan sampai harum.
3. Setelah harum dan layu, masukkan wortel, kubis, tauge, baru daun bawang dan seledri.
4. Campur hingga merata dan semua layu.


- Setelah matang, kita siapin tahunya. Tahunya kan sudah berbentuk segitiga dan sudah dibelah tengahnya tuh. Nah, dalamnya dikasih isian tersebut. Tipsnya jangan terlalu banyak, cukupan saja. Karena kalau kebanyakan akan susah dimasak dan bisa ambyar pas goreng.

- Selanjutnya, siapin tepung. Ketiga bahan tepung di atas, dicampur, dan diberi air secukupnya. Jangan sampai keenceran. Kalau encer, akan susah nyatu dan enggak ngikat isian.

- Tahu yang sudah diisi, lalu dicelupkan ke dalam tepung hingga semua sisi ketutup. Ingat ya, tepung harus cukup kental, dan make sure isian tidak tercecer di mana-mana.

- Kalau mau lebih mantep, coba satu dulu. Seperti pengalamanku, tahu pertama gagal akibat tepungnya keenceran dan isiannya kebanyakan. Setelah aku tambahin tepung terigu, baru deh bisa pas. Tapi resep tepung di atas sudah sesuai revisinya kok.


- Setelah semua siap. Panaskan minyak goreng hingga panas dengan api yang sedang. Baru goreng tahu isi ini. Oh iya, minyaknya yang banyak ya. Dan posisi tahunya harus kerendem semua. Biar lebih enak dibalik.

- Kalau sudah berwarna kecoklatan, segera angkat dan tiriskan.

- Jadi deh.


Beberapa resep ada yang menambahkan kunyit supaya lebih berasa rempahnya. Tapi aku kan pakai campuran tepung bumbu juga, dan aku tambahin bumbu-bumbu lain, jadi ya, menurutku sudah cukup.

Kata Suami dan anakku sih ini enak. Rasanya bahkan lebih mantep ketimbang yang beli di pasaran. Ya gimana ya, wong aku juga tambahin udang kok hehe. Plus aku juga enggak pelit bumbu.

Sebagai tambahan, rasanya enggak lengkap kalau tahu isi ini tidak dimakan bersama cabe rawit. Atau bisa juga bikin sambel kecap. Tergantung selera kalian sih, monggo divariasi sendiri.

Semoga resep ini membantu ya. Kalau kalian berhasil mencobanya, boleh tag aku di Instagram, atau komen di kolom komentar di bawah ini. Senang sekali rasanya berbagi. Sampai jumpa di resep-resep selanjutnya!
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Seneng banget nih, bulan lalu habis belanja di Althea. Ada beberapa produk yang aku beli kayak cleansing oil, concealer, soothing gel, dan sheet mask segepok! Tapi bahasnya satu-satu ya, aku bahas sheet masknya dulu. Kalau biasanya harga sheet mask berkisar Rp 10.000 per pcs, nah di Althea cuma Rp 65.000/ pack. 1 Pack isi 10. Yang artinya, satu pcs cuma Rp 6000 an saja.

Tapi kabar buruknya, sekarang sheet mask-sheet mask tersebut sudah enggak dijual per pack. Jadi belinya satuan, dan itu pun harganya naik. Belum lagi masalah free ongkir. Yang tadinya cuma beli Rp 300.000 sudah bebas biaya kirim, kini berubah jadi Rp 599.000. Busyet, selisihnya lumayan uga ya.

Well, selama beberapa skincareku belum habis, kayaknya enggak dulu deh beli macem-macem di Althea. Kalau cuma mupeng, aku juga sering, tapi masih masuk akal lah, enggak boros-boros amat jajan skincare. Kebutuhanku banyak cuy, mubazir skincare banyak dan berakhir dibuang karena kadaluarsa.

Nah, sekarang aku mau review yang sempat aku beli ya. Ini sudah 2 minggu lebih aku pakai, sampai bosen. Hahaha, 


Aku pilih COS.W karena waktu itu yang ready per pack cuma ini. Ada sih beberapa produk dan varian lain, kayak Boom De Ah Dah Everyday Mask, tapi variannya kayak yang enggak cocok sama jenis kulitku gitu lho. Disuruh nunggu ready ya ogah! Keburu butuh masker, so, none can't prevent me kan hahaha.

Lagian kalau misalnya aku asal-asalan milih varian nih, terus enggak cocok, padahal sepack isinya 10 pcs, sisanya mau dikemanain coba? Di-giveaway-in? Dijual lagi? Atau dikasih ke orang? Iya sih, endingnya selalu yang terakhir. Cuma kalau lagi bokek gini, yang dihalalin adalah: pilih yang bener-bener penting. Dikata medit biar, ketimbang bikin haul besar-besaran tapi ngutang? (emaap julid)

Sekarang, aku ceritain dari satu-satu saja ya, biar kayak beauty blogger pada umumnya.

Sheet Mask ini mereknya adalah COS.W My Real Skin yang diproduksi asli dari Korea. Variannya sendiri banyak, ada coconut, charcoal, coconut, egg white, cucumber, aloe, avocado, coffee, collagen, vitamin C, sampai honey. Nah loh, mupeng semua kan?

Sebagai pemilik wajah berminyak + berjerawat + kusam + bekas jerawat + bopeng, pastinya milih tea tree dong ya. Tea tree memang sifatnya menenangkan, mengontrol minyak berlebih, serta membuat pori tersamarkan. Hal ini dibuktikan setiap kali aku memilih varian tea tree pada produk seperti face wash, essential oil, ataupun gel untuk jerawat. Pokoknya mantep deh. 


KLAIM

Soothing & Pore Care. Minyak pohon teh dapat dengan cepat menenangkan kulit yang sensitif dan bermasalah. Selain itu juga dapat memperbaiki tekstur kulit dan membantu untuk mendapatkan kulit yang bersih nan terawat.

KAPASITAS

23 ml

INGREDIENTS

Water, Dipropylene Glycol, Butylene Glycol, Sodium Hyaluronate, Trehalose, Panthenol, Melaleuca Alternifolia (Tea Tree) Extract, Pueraria Lobata Root Extract, Glycyrrhiza Uralensis (Licorice) Root Extract, Ginkgo Biloba Leaf Extract, Houttuynia Cordata Extract, Arctium Lappa Root Extract, Polyglyceryl-3 Laurate, Chlorphenesin, Carbomer, Arginine, Xanthan Gum Disodium EDTA, Propolis Wax, Lavandula Spica  (Lavender) Flower Oil, Caprylyl Glycol, Asiaticoside.


Untuk template sheet masknya, jujur aku kurang sreg. Lubang mata kecil dan essencenya bakal bisa masuk kalau kita enggak hati-hati. Mana aku tuh kalau pakai masker enggak bisa anteng sambil tiduran gitu. Aku seringnya kalau pakai masker sambil ngerjain macem-macem. Misalnya sambil nonton film, ngetik skenario, berkebun, memacul sawah, atau memetik daun teh (krik).

Sementara untuk jenis sheet-nya sendiri juga cukup tipis. Bikin lumayan susah menyerap essence dan mentransferkannya ke kulit wajah. Jadi ya, butuh waktu lama buat bikin essence meresap.


RESULT

Tapi mau gimanapun minusnya, dipatahkan dengan hasilnya yang wow. Ukuran harga yang murah, essence ini enak, enggak terlalu cair, dan enggak terlalu kental. Seriusan, wanginya fresh plus bikin adem kulit. Percaya enggak percaya, pagi hari sesudah semalem pakai sheet mask, jerawat jadi kalem, pun yang besar-besar.

Saking senengnya sama sheet mask ini, aku pakai hampir tiap malem, apalagi di saat jadwal menstruasi tiba. Pakainya sesudah membersihkan wajah, pakai toner, pakai skin booster, baru deh sheet mask.

Sebenernya aku mau beli varian lain, cuma nunggu yang ini habis dulu. Terpaksanya beli satu per satu varian. Walaupun sebel tapi mau gimana lagi ya kan. Toh beli satu-satu varian malah bisa bikin kita cobain satu per satu enggak perlu langsung segepok gini.

Overall, produk ini worth to buy kok. Aku sama sekali enggak nyesel, dan pasti akan repurchase. :)
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Mendadak keingetan waktu nikah di tahun 2014 lalu. Memang sih, sudah lama banget, kalau mau diceritain juga sudah semacam basi, tapi aku tergugah atas nama "netizen kapan sih enggak julidnya?" Entah itu artis, entah itu tetangga, entah itu teman lama, orang kalau sudah hobby nyinyir ya enggak bakalan ngelihat siapa yang diomongin. Nah, waktu itu aku pun enggak kalah diomonginnya dalam level: 

Satu: "yosa kok enggak woro-woro sih nikahnya?"
Dua: "kok mendadak ngasih tahunya?"
Tiga: "langsung hamil atau sudah duluan isi?"

Level nyinyiran yang harus aku klarifikasi sekarang, ya gimana wong dulu aku enggak punya blog. Nulis di Facebook pun males kalau panjang-panjang. Well, here we go, aku mulai cerita saja.


Menikah bagi aku adalah suatu hal yang sangat sakral dan harus diperhitungkan matang. Kami selalu berpikir panjang (niatnya) karena enggak pengen ngrepotin siapa-siapa. Makanya, walaupun sudah kasih kode serius sejak awal pacaran, selama 4 tahun itu pula lah kami berusaha sekuat tenaga biar siap hati dan siap finansial. Standart orang-orang pacaran serius, kami juga enggak pakai main-main, kenalin langsung ke keluarga, sampai berusaha ngeblend dengan temen-temen satu sama lain. Kami bahkan sudah sering ikut kumpul keluarga, main bareng sama adek-adek, dan kalau liburan ya selalu saja ada yang ikut. Kalau aku ngomong pacaran kami enggak ada yang ditutup-tutupin, lebay enggak sih kira-kira. Haha.

Tapi yang namanya memang niat baik, hal itu kayak gampang saja ngejalaninnya. We enjoy every passed and believe that tommorow is always better. Nyaris enggak ada yang bikin kami mundur dalam hubungan ini, yang susah tuh cuma finansial deh kayaknya. FI-NAN-SI-AL tolong dibold, biar kita sama-sama stand up for love cenah.

Bohong deh kalau bilang enggak stress gara-gara finansial. Kami ketar-ketir banget mikirin total biaya nikah yang sederhana itu berapa, mengingat sanak saudara dan jumlah temen kok banyaknya enggak ketulungan. Dalam hati kadang mbatin juga, iya sih punya banyak temen dan saudara itu rezeki. Hubungan yang harmonis kadang merupakan pintu karir atau another way to get some surprises, apalagi yang mempercayai life is like a box of chocolate kayak aku gini. 

Beneran deh, kita enggak akan pernah tahu apa persis apa yang akan terjadi ke depan. Lha wong Dr Strange saja punya banyak kemungkinan-kemungkinan kok. Makanya, selama kita bisa memprediksi sesuatu, cara tergampangnya ya lakukan yang baik-baik. Apa yang kita tanam, apa yang kita tuai. Misal kita nandur benih buruk, ya jangan berharap banyak biar jadi baik. 

Sesimple itu sih sebenernya, tapi agak susah kalau disangkut-pautin sama sebuah hubungan. Mostly orang-orang sini gimana pun tetep pengen menyaksikan jalinan ke jenjang pernikahan atas nama kedekatan. Jadi box coklatnya biar pun kadang bikin kaget, but we have to enjoy every bite. Kalaupun ada yang bikin gregetan karena enggak sesuai sama prediksi kita, ya sudah, biarin. Selama mereka masih bisa diajak berhubungan baik, enggak perlu dipermasalahin. Tapi misal level nyinyirnya sudah bikin kita ambyar, don't be afraid to eliminate 'em.

Yang ini nih yang mau aku bahas dari tadi.

Nikahan kami tuh memang sudah direncanakan tahun 2014. Sekitar akhir april, Suami sudah nekat nembung ke Papaku, kalau hubungan kami benar-benar serius. Serius dalam artian, rencana pernikahan akan berjalan dalam waktu dekat. Jadi, kami bertekad akan menikah dengan usaha dan jerih payah berdua. Ya paling enggak tunangan dulu saja gitu di tahun ini, buat mengikat satu sama lain, karena hubungan kami sudah lama, plus sudah mentok mau gimana. Kami memang enggak mau nunda lama-lama juga sih, biar misal punya anak, umurnya enggak ketuaan. Segini saja sudah ngos-ngos-an.

Btw jangan bayangin nembungnya serius banget ya, karena waktu itu ngobrolnya santai banget di rumah. Plus mama papa kan masih bareng-bareng tuh, nah, rencana ini ditanggepin baik oleh mereka. Intinya, kami direstui langsung tanpa ada syarat apapun.

Kami berencana menikah sekitar bulan september 2014, dan dirayakan secara sederhana, mengundang teman-teman terdekat. Kalau ditotal, paling enggak nyampai 100 lah, sudah dipepet-pepet banget kok itu. Kami bisa punya rencana begitu, karena kebetulan habis ngurus nikahan temen. Dan nikahan temen itu sederhana banget, sesuai dengan bayangan kami. Mereka nikahnya sore, malam langsung acara. Acaranya di tempat makan unik di Semarang. Konsepnya kami bikin sesimple mungkin dengan make up, gaun, sampai dekor yang enggak neko-neko. Panitianya juga temen-temen sendiri, jadi ya meminimalisir pengeluaran biar enggak bengkak-bengkak amat.

Sudah tuh ya bayangannya kayak gitu, lalu si Pacarku ini (baca Suami), ngomong ke orang tuanya. Well, okay, orang tuanya kaget dong. Dikira akan menikah cepat-cepat dan langsung harus segera. Karena mereka mungkin berpikir kalau Suamiku ini orangnya sak dek sak nyet. Kalau minta kudu diturutin. padahal kan enggak gitu maksudnya.

Kadung salah paham, mertuaku langsung menghubungi keluarga besar. FYI, sekali lagi, hubungan kami enggak ada masalah dari awal, lancar-lancar wae, yang kurang lancar cuma apa? Ya fi-nan-si-al. 

Okay back to topic. Kebetulan juga nih, tahun 2014, keluarga besar suamiku yang mencar kemana-mana, bebarengan mau ada acara haul Eyang. Haul Eyang dilaksanakan pas ulang tahunnya Eyang sekitar bulan juni. Jadi ya gitu, saran keluarga, gimana kalau nikahan kita dibarengin sama Haul Eyang? Kan jarang tuh semua keluarga besar kumpul, belum transportnya, belum nginepnya kalau misal cari bulan lain. Paling enggak pas semua keluarga kumpul jadi satu, nah di situ tuh kami bisa milih tanggal yang baik.

Epic sih ini. Yang tadinya kami masih slow ongkang-ongkang mempeng cari duit, bisa leyeh-leyeh di kost, dan bisa foya-foya nonton film, mendadak semua langsung mak brek harus prepare ini itu. Yes, akhirnya disepakati kami nikah di bulan juni 2014, dengan persiapan hanya 2 bulan. OYE!

Kalau boleh sambat, bagian yang paling bikin ngos-ngosan adalah, ini tuh kan nikahan ya, kami saja belum tunangan, belum ada ketemuan masing-masing orang tua yang formal. Nah, gimana ini rundownnya? Kan enggak bisa yang langsung nikah, harus ada 'ndodok lawang' dulu gitu buat permulaan.

Pada akhirnya, semua acara, termasuk tunangan, termasuk rembugan soal tanggal, dijadiin satu hari, seadanya siapa keluarga yang sudah datang. Mertua dan adek-adek ipar sudah pada di Jogja semua, kalau keluarga yang lain kayak tante-tante, kebanyakan masih di Kalimantan. So, dari keluarga Suami, tetuanya ya mertua. Habis itu kami langsung nentuin tanggal, bayar tukon, dan rencana tempat nikahan. Seperti rencana semula, nikahan akan tetap berlangsung sederhana. 

Malam nikahan, aku malah asik ikut loading properti dekor di Magelang. Sementara Suami, sibuk nyetak foto buat dipajang di depan. Kalau katanya orang menikah harus dipingit, kami enggak. Kami capek luar biasa harus nyiapin ini itu sendiri. Karena gimana lagi, waktunya mepet boss. Oh iya, kami juga desain dan cetak undangan sendiri. Bagiin sendiri. Serba DIY alias keterbatasan dana juga.

Dengan segala keterbatasan itulah kami pun mengundang keluarga dan teman terdekat pada pernikahan tanggal 21 Juni 2014. Undangannya membengkak jadi 200 karena please susah juga ternyata mepet-mepetin jumlah orang. Ini saja enggak pakai ngundang temen kantor mama, enggak ngundang orang kampun se-RW, atau ngundang temen-temen sekolah. Buat yang pernah ngalamin, kita sama-sama tahu lah ya, gimana repotnya. Nah yang enggak tahu dan enggak mau tahu? 

Inilah yang kemudian jadi pertanyaan level pertama tadi "Lho yosa nikah kok enggak undang-undang?"

Memang enggak banyak yang tahu soal rencana pernikahan kami ini. Paling cuma segelintir dan itu temen yang deket-deket saja. Kami beneran enggak mau merepotkan siapapun, termasuk ikut mikirin gimana solusinya. Karena dalam keadaan kepepet seperti itu, kebanyakan solusi malah bikin enggak jadi-jadi. 

Hal kedua yang terjadi setelah pressure dari orang-orang yang ngerasa enggak dianggap gara-gara enggak diundang, adalah, aku kemudian langsung hamil. Hamilnya sih bikin senang, jelas. Life is so wonderful tentunya. Tapi, di sisi lain kehamilanku pun jadi omongan juga. "Baru kemaren nikahnya kok langsung hamil sih?" Kemudian quote diralat: Life is so hard, ternyata ya!

Buat yang mau tahu saja, waktu aku nikah, aku lagi datang bulan. Malam pertamaku diisi dengan mengambil tusuk konde satu-satu, keramas rambut yang njebobok, dan menyisirinya supaya rapi kembali. Beneran yang sampai malem banget sambil cekikan berdua lho itu. Enggak ada adegan ranjang gimana-gimana, kami sudah capek sama konde, dan seharian penuh pakai kebaya.

Makanya, heran juga nih sampai ada yang bilang aku isi duluan. Wong tahu keadaannya ada enggak. Ya walaupun enggak di depanku, tapi kan suara itu tetap sampai ke telinga. Dan sakit juga lho boss.

But as time goes by, omongan-omongan itu menguap dengan sendirinya karena enggak aku tanggepin juga sih, ngapain. Setelah nikah, waktuku selalu banyak tersita buat hal-hal yang penting. Ya kerja, ya ngurus rumah, ngurus janin, bahkan sampai saat ini Alya sudah berumur 4 tahun pun, badan jarang leyeh-leyeh lagi. Ya ada sih waktu buat istirahat, tapi sekali leyeh-leyeh santai keseringan, puyeng juga mikir cicilan hahaha.

Nyambung ke omongan orang tadi ya. Di sini aku enggak mau ngasih petuah ke orang yang hobby nyinyir. Yang aku kuatkan justru kalian lah orang yang punya cerita mirip seperti aku gitu. Entah itu dinyinyirin soal hamil duluan, atau juga dinyinyirin soal lain yang relate sama kehidupan kalian.

Trust me, satu-satunya cara buat nanggepinnya adalah dengan tidak menggagasnya sama sekali. Iya bener, masuk ke hati. But we need to understand bahwa dunia punya beragam karakter orang. Ibaratnya aku lagi nulis skenario nih, enggak asik kalau enggak ada gimmick, enggak bakal jadi cerita kalau enggak ada konflik. Semua itu berpola kok. Jadi ya, dalam tahap penulisan skenario, yang perlu dibikin awal-awal salah satunya adalah karakter. Gimanapun juga peran-peran antagonis akan selalu dibutuhkan. Bukan buat dirinya, justru buat kita-kita yang protagonist begini ini nih supaya lebih sabar dan kuat. Beneran enggak bohong. Alur cerita ada 3 babak kan ya, mungkin kita lagi di klimaksnya nih. Belum nemu antiklimaks alias solusinya saja. Lagian ngapain takut ngadepin mereka, God is a da real director ya kan ya?

Selama kita punya niat baik, berusaha baik, dan selalu berpikiran positif, insyaallah akan selalu ada saja nemu jalannya. Buat diri kita sibuk akan kehidupan yang berwarna, sehingga kita enggak punya waktu untuk menanggapi hal-hal negatif di sekitar kita. 

Well you, hang in there, we stand together for good.
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Setelah 2 tahun ((MENGENYAM)) pendidikan di Kelompok Bermain, akhirnya Alya lulus juga. Wow, kayak sudah kuliah saja ya, pakai kelulusan segala. Haha, enggak apa-apa lah ya, yang penting sebagai orang tuanya, saya bangga dan ketawa sepanjang acara.

Baca dulu: Akhirnya Alya Sekolah Juga


Tadi pagi, ketika menginjakkan kaki di Sekolah Alya, mendadak pikiranku rewind ke 2 tahun sebelumnya. Umur Alya waktu itu 2 tahun lebih 4 bulan. Awalnya dia antusias banget mau masuk sekolah, sampai sepanjang jalan nyanyi-nyanyi girang. Aku seneng dong, dikiranya Alya akan semangat sekali masuk ke sekolah dan aku nungguin di depan sambil senyum-senyum terharu. Tapi mood itu berubah 180 derajat pas dia disuruh baris berbaris masuk kelas. Yang tadinya gembira berubah, jadi rewel. Yang tadinya antusias mau sekolah, berubah jadi "maaa. mau pulang ajaaa".

Alya 2 tahun 4 bulan. Dulu, pro kontra sih, nyekolahin Alya ini. Ada yang bilang bagus supaya disipilin dan bersosialisasi. Ada juga yang bilang kalau ngapain di sekolahin, kasihan masih kecil.

All i know, sebagai orang tua, tentu-harus-selalu belajar untuk memahami karakter anak. Termasuk ketertarikannya, kecerdasan dominannya, sampai kekurangannya. Alya tuh moody abis. Selain itu, dulu dia gampang ngak ngek ketemu orang baru. Disuruh kenalan pasti emoh. Masih mending kalau malu, lha ini dia bisa nolak dan nangis kejer lho. Entah kenapa juga enggak tahu. Kalau sama orang lain mah, bisa kami kasih pengertian ke orang tersebut. Tapi kalau di keluarga? Apa enggak bikin prahara.

Udah gitu pasti orang tuanya dicerca "anaknya kok enggak diajarin sosialisasi?" Well, susah juga kan jadi orang tua. Begini salah, begitu juga enggak bener. Bohong sih kalau aku bilang enggak mikirin omongan orang. Dalam hati aku sakit juga.

Alhamdulillah, ternyata sekolah adalah pilihan tepat buat Alya. Terbukti, sikap Alya lumayan berubah berkat sekolah. Di sana, ketika umur 3 tahun, sudah mulai ditinggal sendiri. Literally sendiri, dan aku cukup antar jemput doang. Selebihnya, pasrah ke guru. Nangis juga biarin, toh dia belajar mengendalikan emosinya. Tapi beruntung sih, ketika ditinggal, Alya justru enggak rewel sama sekali. Nah loh! Aneh kan, giliran ada emaknya, kadang tiba-tiba keluar dan minta dibukain susu/snack. 


Sekarang Alya sudah berumur 4 tahun 3 bulan. Cukup puas buat ngerasain bangku Kelompok Bermain. Ya walaupun ada masa-masa di mana dia mogok sekolah, males karena bosen, atau izin sakit karena kumat sakit asmanya. Tapi beneran deh, umur 3 tahun sudah jauh berbeda dari sebelumnya. Kini makin gedhe Alya tumbuh jadi anak yang komunikatif, cukup-easy-going, dan yang pasti enggak begitu pemalu. Sedangkan untuk pelajaran, dia cukup bisa mengikuti, dan hampir enggak pernah ketinggalan dari teman-temannya alias NORMAL. Hal ini dibuktikan dengan nilai rapor dari gurunya. Certainly, we are proud of it's achievements.


Di antara teman-teman sekelasnya, sebetulnya usia Alya cenderung lebih muda. Ada sih yang lebih muda lagi, tapi cuma 2 anak doang. Yang lain usianya hampir 5 tahun semua. Tapi seneng loh, dia sudah bisa membaur dan ngobrol gitu sama temen-temennya, cerita, dan saling becanda. Bahkan beberapa sampai sering main bareng ke rumah dan jadi temen di luar sekolah.

Kata Wali Muridnya, Alya anaknya enggak ngegap. Ada kan yang cocok sama satu dua anak doang? Nah, Alya enggak. Hampir sama semua anak dia bisa klop. Mungkin karena dia suka becanda kali ya. Sama kan kayak emak bapaknya hahaha.

Mmm... Apa lagi ya, oh iya, kekurangannya masih sama dengan yang sebelumnya. Alya masih dikendalikan sama mood. Kalau lagi oke, dia bakal gampang belajar macem-macem. Lain kalau lagi bad mood, waduh, semua jadi kena imbasnya. 

Sekarang saatnya Alya melanjutkan ke jenjang Taman Kanak-kanak. Aku pindah ke sekolah yang lebih deket sih, supaya lebih gampang menjangkau dan nganterinnya. Rencana mau full day, karena selain memudahkanku bekerja, juga anaknya memang sesuka itu sekolah.

Fiuh, rasanya terharu juga ya. Antara senang, bangga, dan pengen ketawa karena tingkah lucunya. Alya sepanjang acara tuh kayak yang enggak tahu apa-apa, tiba-tiba disuruh maju, terus dikalungin medali. Wajahnya manner sih, tapi dalam hatinya bungah, pasti. Dia tuh nyembunyiin rasa senangnya karena di panggung kan dilihatin banyak orang hahaha.

Ah, apapun lah, yang penting kami bertiga pulang dengan rasa yang membuncah. Dan tentu saja, medali itu dipakai sepanjang hari, lalu dipajang di kamarnya, dengan rasa bangga. 

"Selamat jadi anak TK Al. Ayo lebih semangat lagi"
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Kata orang, 5 tahun pernikahan adalah awal dari kesemuanya, sehingga kalau berhasil melampauinya, niscahya hubungan akan sebagaimana mestinya. 


Aku mau ngomongin ini karena kebetulan nih, hari ini adalah ulang tahun ke-5 pernikahan kami. Yes, kami yang dimaksud adalah Yosa Irfiana dengan Chandra Pradityatama. Tentunya setelah melalui pacaran 4 tahun, setelah banyak adu argumen, setelah banyak mikir-mikir, setelah banyakin bahas finansial, setelah ditempa badai sana sini. Akhirnya kami me-ni-kah juga. Such as a happy ending ya. 

But, in truth, a marriage is also the beginning of every-single-thing. For me lho ini, yang kagetan, karena beneran enggak sama kayak pas pacaran. Habit kami beda. Beda banget. 

Aku bangun tidur pasti ke toilet, habis itu nyapu, ngepel, masak. Kalau Suamiku, bangun tidur langsung buka komputer, dan life is kayak enggak ada apa-apa. How come gitu lho? Padahal sekarang sudah anak 1, mana kudu pagi-pagi ya kan nganter sekolahnya.

Beda lagi pas makan, aku makan tuh kayak 10 menit cukup. Itu udah plus minum air putih dan cuci piring. Suami? Ngunyahnya ampun lama betul. Belum kalau sambil nonton TV dan ngobrol. Alamaaaak. 30 menit ada kali. Lucunya lagi, kalau habis makan terus harus ngapa-ngapain, dia pasti bilang "bentar yang, nurunin makanan ke perut dulu". Okay.

Belum soal kelupaan manasin kendaraan. Suami akan melakukannya pas mau pergi, sedangkan kebiasaanku sejak lama, manasin kendaraan ya tiap pagi. Sampai the most thing yang bikin jengkel adalah ketiduran depan TV. Wow. Ini apaan TV kok malah ditonton? Buat apa punya kamar tidur kalau gitu terus? For me, it's a bad habit. Tidur kan harus kualitas. Tidur yang berkualitas akan mempengaruhi energi kita ketika bekerja. Makanya, sebisa mungkin kalau tidur harus nyenyak, pakai lampu yang temaram, dan suasana hati yang bener-bener relaks. Please tell me, apa faedah dari ketiduran depan TV? Tentu saja, enggak ada, ya kan ya kan.

Habit yang enggak aku lihat pas pacaran tersebut akan melebur jadi satu. Lha wong gimana lagi, sudah satu rumah ini, satu ranjang pula! Rasanya, kadang pengen nge-rewind ke posisi sebelum nikah terus bahas ini sama-sama. Serius deh, memang kayaknya sepele, tapi pening, sumpah.

Enggak cuma habit sih fyi, bahkan kadang dalam memutuskan masalah, dalam memilih barang, aduh ya ampun, super lama. Sampai apa-apa kok harus pakai campur tangan aku? Apa-apa kayaknya kudu ada aku? Aku semua. 4 tahun pacaran, plus 5 tahun pernikahan, mutlak sudah aku mengenal Suamiku luar dalam beserta isi-isinya. 

Today is our 5th wedding anniversary. And we are one now, literally in one rules.

Hari demi hari, kebiasaan-kebiasaan tersebut enggak sadar terus lebur dengan sendirinya. Kayak semacam "ya udah deh mau gimana lagi", Tapi, misal yang nyebelin banget level begadang enggak penting sambil nongkrong, nah, harus dikasih aturan. Harus ada boundaries yang jelas, dan aturan dibikin atas kesepakatan bersama.

Hingga hari ini, hari di mana aku sudah menemui diriku sendiri dalam posisi serba ketularan Suami. Bangun tidur golar-goler nih di kasur, terus dicium. Standart kok, kayak bucin bucin pada umumnya, hahaha. Terus Alya bangun dan ndusel di tengah-tengah kami. Baru habis itu mandi dan beraktivitas. 

Karena hari ini Alya libur, jadi seharian dia maen di komplek. Nah, pas Alya main itu, mendadak Suami cium aku dan bilang "Yang, hari ini ulang tahun nikahan kita lho" Terus buru-buru peluk sambil senyum-senyum wagu gitu lho. Aku ngerasa lucu, ya gimana dia jarang banget bersikap romantis kayak gitu. Sekalinya romantis, aneh kan jadinya. Kami langsung ketawa-ketawa berdua. Terus mikir, tumben nih aku yang enggak inget. Pikun kali ya. Padahal sebelumnya aku sempet buka-buka Facebook dan lihat foto-foto nikahan yang muncul di timeline. Tapi yang namanya lupa kan gimana lagi ya, pertanda itu enggak bikin aku ngeh kalau ini adalah ulang tahun nikahan kami. Hahaha, dongonya memang sudah kemana-mana.

Aku mikir Suami kok tumben so sweet amat. Sudah GR juga, jangan-jangan nanti di-surprise romatis diajakin dinner. Eh ternyata usut punya usut, waktu buka HP.....jeng jeng.... Mama mertua dan adek ipar sudah ngucapin duluan di grup keluarga. Mmmm, ketahuan kan, Suami aslinya juga lupa. Siyaaap, memang lupa itu nular sih ya hahaha.

Btw, di keluarga Suamiku, mengingat hari lahir, mengingat tanggal pernikahan, adalah semacam kewajiban. Bahkan konon, dulu Eyangnya sampai ngerayain Wedding Anniversary Perak, 50 tahun pernikahan. Bayanginnya asik sih, dan relate banget sama aku yang bucin gini haha. Lain sama keluargaku yang cueknya ampun-ampunan. Boro-boro inget tanggal nikahan, tahun tanggal nikahan Mama Papa saja waktu aku mau nikah kok. Tepatnya waktu pinjem Akta Nikah mereka. Berbeda banget ya kan ya.

Jadi ya gitu deh, moment ulang tahun pernikahan seakan sakral banget. Walaupun ada pro kontra, kami sih nyikapi dengan positif saja. Toh bisa buat refleksi, selama ini sudah ngapain saja? Masih ada yang disembunyiin enggak? Masih ada yang bikin sebel enggak? 

Nah, soal harus dirayain kan fleksibel. Ada uangnya hayuk, enggak ada ya enggak apa-apa. Pada akhirnya tadi pagi 5 tahun pernikahan kami, dirayakan dengan biasa saja. Nyaris enggak ada beda sama hari-hari lainnya. Eh bedanya, hari ini aku enggak masak ding. Dan itu sudah bikin seneng ulala.

Yang penting hari-hari ke depan, kami akan selalu berusaha berpikir positif. Enggak melulu semua dipermasalahin. Capek cuy, seharian momong, masak, belum nulis naskah. Gantian sama Suami yang kerjaannya desain sama motret.⁣⁣

⁣⁣
Kami yakin sih, kalau pikiran kita tenang dan baik, pengaruhnya besar ke sekitar. Termasuk ngurus Alya, termasuk ego yang masak siapa. Hahaha. ⁣⁣
⁣⁣
Oh iya, monmaap, kami memang sering ngepost foto-foto bertiga. Monmaap juga kalau IGs nya juga melulu bertiga. Bukan buat nutup-nutupin kalau lagi ada masalah sih. Namun sejatinya, kami tuh memang bertiga terus mau gimana coba.⁣⁣
⁣⁣
Nyambung ke berpositif thinking tadi ya. Kami cuma seneng share yang baik-baik, asal enggak lebay. Supaya nularnya juga baik. Yang jelek, biar jadi bahan pembelajaran. ⁣

Mohon do'anya ya, semoga tahun-tahun ke depan semua cita dan cinta lancar jaya. Sehat kuat terus sampai kakek nenek, Sampai beruban. Sampai menua. Sampai jadi debu.
Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar
Lagi seneng maskeran nih, dan hampir bisa tiap hari. Apalagi kondisi wajah saat ini sedang banyak jerawat besar-besar. Bukan beruntusan lagi lho ya. Kalau beruntusan kan tinggal rutin double cleansing, eksfoliasi, dan dikasih lotion juga cepet ilang. Lha kalau jerawat besar-besar dan kemerahan. Woh ya lama!

Untuk memberantas jerawat seperti ini, aku ganti metode perawatan. Untuk cleansingnya, aku pilih yang mild dan gentle. Pantang yang bikin ketarik pokoknya, karena justru akan menyebabkan kelembapan alami kulit berkurang. Kalau berkurang memangnya berpengaruh apa? Ya kulit akan memproduksi minyak lebih banyak. 

Sedangkan untuk eksfoliasi, aku engga lagi milih yang physical exfoliation seperti scrub. Karena scrub akan memperparah jerawat dan bikin makin meradang. Terus aku juga menghindari lotion yang biasanya dikocok itu lho. Aku prefer using gel, untuk dioles hanya di bagian yang berjerawat saja. Kenapa gel? Karena gel lebih nyaman digunakan, dan biasa digunakan pagi atau malam.

Masih kurang? Jelas! Tadi aku sudah bilang kan kalau aku tiap hari maskeran untuk menumpas jerawat? Salah satu yang paling nampol dan paling sering aku pakai adalah, SARIAYU KREM MASKER JERAWAT PEGAGAN


Monmaap sebelumnya, masker ini sebenarnya sudah ada sejak lama, tapi aku baru kenal sekarang. Dulu aku lebih memilih merek lokal lain yang sama-sama buat jerawat itu lho. Yang dari rempah-rempah juga. Nah, sekarang aku tertarik sama Sariayu ini, karena merek yang biasanya aku pakai itu kerasa panas banget di kulit.

Well, aku enggak mau compare sih, karena aku tahu, kondisi kulit tiap orang berbeda. Maklum sist, habis review sesuatu, pasti ada saja yang bilang,
"Kak, aku pakai ini kok jerawatan"
"Mbak, aku pakai merek itu lebih bagus"
"Sist, kalau kondisi kulitku B, cocok enggak ya?"

MENURUT NGANA?

Aku memberikan review, based on my experience. Review bersifat membantu, bukan jadi patokan. Gitu saja harus dijelaskan ya. Hih.

Daripada marah-marah, balik ke reviewnya saja. 

INGREDIENTS
Water, Aluminum Hydroxide, PVP, Propylene Glycol, Cetyl Alcohol, Magnesium Aluminum Silicate, Bentonite, Titanium Dioxide, Glycerin, Centella Asiatica Extract, Chlorphenesin, Phenoxyethanol, Disodium Lauryl Sulfosuccinate, Citric Acid, Triclosan, Cl 16255, Cl 19140, Sodium Chloride, Sodium Sulfate, Fragrance.

KLAIM
Membersihkan jerawat, mengurangi bekas jerawat, dan mengurangi lemak pada kulit.

ISI
100 gram

HARGA
More or less Rp 40.000


Pegagan dikenal sebagai tanaman yang dapat membasmi jerawat. Punya kandungan antioksidan, anti bakteri, yang bisa meredakan peradangan. Uwow, ketimbang cari sendiri tanamannya, mending beli langsung yang sudah jadi saja kan ya hehe. 

Aku beli masker ini di supermarket. Rasanya gampang kok nemuin SARIAYU KREM MASKER JERAWAT PEGAGAN. Aku cukup sering ngelihat di rak toko kecantikan, atau di supermarket. Lagian, counter Sariayu tuh sudah ada dimana-mana.

Selain masker, Sariayu Acne Care juga punya facial wash dan lotion jerawatnya. Tapi aku enggak sekalian beli itu, karena sudah ada yang cocok. 

First time aku pegang produk ini, adalah gampang banget dipegang dan travel friendly. Beneran deh, serius, aku sering bawa masker kemana-mana soalnya, walaupun ke luar kota. Iyes, kalau ada waktu, maskeran jadi hal wajib. Hahaha.

Terus begitu buka tutup flip topnya, ternyata ada metal sealed di lubang keluar. Ini berguna agar masker tetap terjaga kualitasnya. 

TEKSTUR

Menurutku pribadi, tipe teksturnya memang krem banget. Enggak terlalu kental, juga enggak terlalu cair. Pas deh. Aku enggak butuh kuas lagi buat mengaplikasikan ke kulit wajah, karena gampang buat diratain. 

Hal lain yang aku notice adalah, krem ini mudah kering. Jadi yang pakai kacamata kayak aku, bisa ngerjain sesuatu sambil maskeran. Contohnya, ngetik blog, ngetik naskah, sampai nonton film. Aku enggak bisa maskeran sambil tiduran sist, maklum, sekali tiduran, pasti bablas sejam dua jam, hahaha.

IMPRESSION

Sudah sekitar 2 minggu aku pakai nih. Aku bilasnya pakai air hangat sesuai petunjuk di kemasannya, yang memang lebih gampang ketimbang pakai air dingin. Yang aku suka masker ini enggak bikin kulit kering kayak ketarik. Masih ada kelembapan alami wajah gitu. Tapi, aku harus pakai toner dan hydrating lotion sesudahnya. Gimanapun residu masker, masih ketinggalan di pori-pori wajah aku yang besar.

Aku enggak pakai setiap hari, karena takut jadi kebal. Aku selang-seling sama masker jerawat lain, dan sheet mask buat menghidrasi kulit. Paling banter seminggu 3 kali lah, pakai Sariayu Krem Masker Jerawat.

Cara pakainya gampil banget. Tinggal oles di wajah yang sudah bersih, diamkan 15-30 menit, lalu bilas dengan air hangat. Kulitpun akan terasa lebih bersih dan segar.


RESULT

Butuh waktu agak lama untuk membuat jerawat hilang, terutama jerawat yang besar-besar. Mungkin kalau yang beruntusan, lebih gampang kali ya. Terbukti waktu ada jerawat kecil-kecil, cukup ada perubahan kok.

Jerawat besar-besarku jadi tipe yang makin besar habis dipakein masker ini. But please, jangan dipencet walaupun tangan sudah guateeel banget. Biarkan kering dengan sendirinya will be better. Aku masih harus banyak melakukan perawatan. Dan masker kan sifatnya bukan yang menghilangkan jerawat dalam waktu yang cepat. Tetep butuh proses buat bikin jerawat enyah tanpa bekas.

Satu lagi. Sariayu Krem Masker Jerawat Pegagan tidak terasa panas di wajahku. Ya ada sih sensasi cekat-cekit, tapi masih wajar, dan kulit enggak kayak kebakar. 

Memang aku pakai Sariayu Krem Masker Jerawat Pegagan sebagai selingan. Namun enggak bisa dipungkiri, kalau ternyata cocok. Cocok ditambahkan di rangkaian skincare, maupun cocok sebagai fungsinya untuk merawat kulit berjerawat. Nampoool, enggak bohong.

Aku masih akan pakai Sariayu Krem Masker Jerawat Pegagan sampai habis, dan bakal repurchase kalau habis, sebelum menemukan gantinya. Semoga review ini membantu kalian ya. Mari kita berjuang membasmi jerawat sampai akar-akarnya. Merdeka!!!
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Sudah jadi rahasia umum kalau tiap lebaran, kita pasti mikirin ang pao. Waktu aku kecil, aku memang sudah diwanti-wanti sama Papa Mama sih, biar enggak terlalu berharap dapetin ang pao. Karena kondisi tiap orang berbeda, dan pasti semua punya kebutuhannya. Tapi kalau misal dikasih, tetap harus diterima sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih. Biasanya, balasan yang bisa kita lakukan adalah mendo'a kan supaya amal rezekinya selalu lancar.

Nah, ketika kita sudah bekerja, dengan sendirinya kita jadi sadar diri untuk meneruskan tradisi ini. Semacam balas budi dari leluhur untuk ke generasi selanjutnya tanpa terputus. Memangnya buat apa sih? Penting ya? Pertanyaan ini akan mendapat jawaban subyektif tentunya. Ya kalau aku ambil positif nya saja: buat amal dan buat berbagi. Toh niatnya baik. Namun yang perlu digarisbawahi adalah,  penting tidaknya, sebenarnya bisa disesuaikan kemampuan, dan tidak memaksa. Jangan sampai kita kelihatan mampu ngasih ang pao padahal hasil ngutang. Kan enggak lucu.

Btw daritadi ngomongnya ang pao terus ya, kalau di tempatku sendiri namanya: salam tempel.


As you guys know, selama punya anak tentu harus siap disalam tempel juga. Anak kecil seumuran Alya ini target paling empuk buat dapetin banyak salam tempel. Sebenarnya aku sendiri enggak ada masalah, kan nantinya dia bakal kasih ke aku, yang mana pasti buat ditabung. Ditabung buat apa? Jelas terserah dia, paling kalau enggak baju ya mainan. Seputar itu-itu saja sih, standar anak kecil pada umumnya. 

But first of all, Alya menganggap bagaimana cara dapetin uang adalah melalui bekerja. Konsep menerima uang semacam ini sudah sesuai sama apa yang aku ajarkan. Apalagi menyandang status freelancer, yang tanggal gajiannya saja belum tentu. Gimana cara dapetin yang? Ya kerja. Semakin kita malas, uang semakin jauh. 

Selama ini misal Alya minta jajan aneh-aneh, atau beli mainan yang harganya lumayan, kami memberlakukan sistem menabung dulu. Istilahnya enggak segampang itu dapetin sesuatu. Kami tinggal bilang kalau uang kami belum cukup buat beli macam-macam. And it works sih di Alya, walaupun kadang pakai ngotot-ngototan juga. Hahaha.

Hal lain yang membuat Alya jadi agak skeptis menerima uang lembaran adalah karena dia menganggap uang lembaran itu kotor. Entah dapet kosakata dari mana, yang jelas enggak kami ajari  sama sekali lho, beneran. Dia lebih open kalau misal diberi receh, yang nantinya ia akan masukkin di celengannya. Begitu celengan tersebut sudah penuh, ya sudah, bakal dihitung kami bertiga, baru kemudian ditukar dalam bentuk barang.

Oh iya, kelupaan. Kebanyakan salam tempel ini pakai duit langsung dan enggak diamplopin gitu lho. Jadi kelihatan banget lembarannya berapa. Mostly juga bangga kalau uangnya baru dan enggak kelipet. Makin makin deh Alya ngambek.

Kemarin ini Mama sama Adek memberi Alya salam tempel dengan memakai amplop. Diterima jelas, iya pasti. Tapi begitu tahu kalau isinya uang, amplopnya langsung dikasihin ke aku. Untungnya Mama sama adek sudah tahu sifat Alya ini sih. Jadi ya no problem.

Waktu halal bihalal trah keluarga Papa lebih parah lagi. Dia dikasih amplopan gitu, langsung ditinggal di kursi, dan kayak enggak inget lagi gitu lho. Aku sampai diingetin sama sepupuku soal amplopnya Alya, terus malu dong. T.T Amplopnya langsung aku amankan, sampai rumah baru aku tabung ke celengannya.

Tanggapan keluarga menyikapi soal Alya macem-macem. Ada yang maklum karena masih kecil, ada yang bingung dan sakit hati karena enggak mau nerima pemberian, ada juga yang ngira lebay karena kok segitunya sih sampai enggak mau dikasih duit. Nyinyiran itu real, enggak sebatas netizen doang, tapi keluarga pun bisa.

For me, ini hanya soal pemikiran anak kecil yang polos. Belum ngerti macem-macem, dan justru menurutku bagus sih. Enggak bergantung pada pemberian orang. Kalau soal menghargai pemberian seseorang, ya, aku harus melatih Alya lagi, biar enggak segampang itu nolak. But hey, Alya itu cuma enggak mau dikasih duit lho. Coba dikasih receh, atau mainan, atau baju deh gampangnya walaupun itu bekas, PASTI DIA MAU.

Aku sama suami juga ngajarin konsep berbagi kok. Seperti dia harus memberi apa kelebihannya atau sharing apa yang dia punya. Kalau soal barang, Alya sudah mudeng banget ini. Cuma ya gitu deh, soal uang, dia kayak sama sekali enggak mau pegang.

Celengan Alya masih belum terlalu penuh. Biasanya akan kami buka ketika Alya minta sesuatu. Minta sesuatu ini pun juga harus yang wajar dan pakai pencapaian. Sudah jadi bagian dari kami soalnya, urusan berjuang. Terdengar melas enggak sih ngomong gini hehe.

Well, intinya, aku mohon maaf apabila ajaran kami enggak sesuai dengan apa yang kalian pikirkan. Niat kami baik kok, enggak ada keinginan untuk nyakitin. Kalau misal dibilang "halah, besok enggak tak beri lagi lho", ya enggak apa-apa. Memberi itu kan pakai keikhlasan, bukan pakai prasangka. Baik buruk, tetap kami do'akan, yang penting kita selalu sehat dan tak putus rezeki serta amal ibadahnya. :)
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Ramadan kemaren, aku dapet surprised dari Alya. Sepele sih, Alya akhirnya bisa sepeda roda dua juga, dan ya jelas dong, jadi orang tuanya bangga, wow! Yang tadinya, sudah hampir hopeless karena diajarin enggak mau sampai sedikit dipaksa supaya melepas ban kanan kiri, ternyata dia malah bisa sendiri. Jangan heran, anaknya tipe yang makin dipaksa makin males. Jadi, seperti biasa, biarkan dia bisa dengan sendirinya.


Usia Alya saat bisa roda dua ini, 4 tahun 3 bulan. Ada yang bilang "kok cepet sih bisa roda dua", namun faktanya, di komplek, usia rata-rata anak bisa roda dua ya umur segitu itu. Bahkan ada juga yang umur kurang dari 4 tahun sudah ngacir. Hayoloh, kaget enggak sih?

Rata-rata anak komplek sini, dari setahun sudah dikasih roda 3 sambil disuapin. Roda 3 yang ini fungsinya cuma buat pengenalan. Nanti berangsur roda 3 yang modelnya gampang dikayuh (bukan yang ada dorongannya). Baru umur 2 tahunan dikasih roda 4. Step by step, but hampir semua keluarga memberlakukan hal yang sama. Sudah kayak kebiasaan gitu lho.

Alya sedikit terlambat sebenarnya. Aku baru beliin roda 4 ketika berumur 3 tahun lebih. Alasannya, waktu itu di rumah ada 2 sepeda. Roda 3 semua. Satu hadiah ulang tahun dari mama, yang kedua, model vespa. Sayangnya, model vespa ini susah banget dikayuh. Jadi selama umur 2 - 3 tahun, Alya jarang sepedaan, kecuali dipinjemin temen-temennya.

Oh iya, di sini pada jarang yang pakai balance bike. Kebanyakan orang desa seperti kami mah belum pada ngerti, haha. Susah juga akses beli. Mau memulai tapi kok ya terlambat. Mana tahu balance bike pas sudah beli yang roda 4 lagi. Ya wes, tidak ada alesan buat beralih ke balance bike. Lagian, anak-anak komplek beneran yang dengan gampangnya bisa roda 2 sendiri. Kalau toh jatuh mak gedebug, sudah biasa.

Baca juga: Sepeda Buat Alya

Faktor yang mempengaruhi anak-anak di sini bisa roda dua, jelas adalah faktor lingkungan. Satu karena ngelihat anak lain pada bisa terus yang lain termotivasi, dan dua, jalanan di komplek besar, luas, landai, dan nyaman. Aku sempet ((STUDY BANDING)), eh maksudku ngelihat anak-anak di komplek lain, di kompleknya temenku, banyak anak yang juga sudah bisa roda 2 di umur 4 tahun. Kalau di kampung Mama beda lagi. Jalanannya naek turun, beberapa masih belum diaspal, banyak truk berlalu lalang, dan banyak ular. Mungkin beberapa ada yang nganggep bahwa sepeda itu barang mahal. Jadi ya jarang ngelihat anak seumuran Alya sudah bisa sepedaan roda 2.

Bisa sepeda roda 2 memang bukan patokan kepintaran anak. Enggak bisa sepeda roda 2 bukan berarti Ia susah belajar. Tiap anak kan punya jenis kecerdasan yang berbeda. Ada kecerdasan linguistik, kecerdasan logika, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan musikal, kecerdasan spasial, dan kecerdasan kinetik, kecerdasan naturalis.

Tiap anak bisa memiliki kecerdasan di atas lebih dari satu, namun berbeda antara kecerdasan satu dengan yang lain.

Misalnya gini, si A ini punya tingkatan kecerdasan kinetik, dan musikal yang lumayan. Tapi di bagian kecerdasan logika, dia males banget. Suka sih berhitung, suka sih maen puzzle, cuma ya gitu, punya limit waktu. Enggak bisa yang diem anteng selama itu. Sedangkan SI b punya tingkat kecerdasan logika dan kecerdasan intrapersonal yang tinggi, tapi kecerdasan naturalisnya kurang. Suka lihat gambar dan foto sama alam, tapi begitu lihat gunung yang sebenarnya, ogah diajak main ke sana.

Nah, itu bukan berarti bisa keduanya bisa dibandingkan. Enggak apple to apple kalau orang bilang. Intinya, punya kecerdasan apapun, sama levelnya.

Back to sepeda roda 2 yah. Tingkat kecerdasan ini juga bisa dipicu oleh faktor lingkungan tadi. Mungkin sekarang sudah biasa ya, ketimbang zaman kecil kita dulu. Aku saja bisa roda 2 waktu sudah kelas 3 SD kok. Sangat sangat ketinggalan sama Alya hahaha. Makanya, aku semangatin Alya terus dengan bilang "Wah kamu hebat lho nak. Mama sama Papa dulu bisa roda 2 pas SD".

Terus ada pertanyaan dari temen begini, "kamu punya target enggak sih yos, Alya bisa roda 2 umur berapa?"

Jawabannya, jujur saja nih, tentu I-YA. Aku selalu berharap Alya standart pada umumnya dulu. Ngebandingin juga ini ceritanya, tapi ngebandingin yang baik. Misal rata-rata anak sudah pada bisa roda 2 sementara Alya belum, jelas aku ketar-ketir. Aku berupaya biar Alya bisa mengikuti dulu. Urusan nanti dia bisa lebih dulu, itu bonus.

Seenggaknya umur 5 tahun dia harus bisa memulai roda 2. Karena dari yang aku baca, dengan bersepeda, anak bisa melatih konsentrasi, keseimbangan, keberanian, kekuatan tangan dan kaki, juga beradaptasi. Pokoknya bagus buat daya tahan dan kemampuan berkomunikasi. Lagian kalau dirutinin bersepeda, konon badan ketarik-tarik dan bikin lebih tinggi, ya enggak sih hahaha. Apapun deh aku lakukan kalau buat tinggi badan Alya. Maklum, aku pendek soalnya. Kraaay.

Perlu dicatat, aku memberlakukan hal seperti ini karena melihat Alya sebenernya sudah mulai tertarik sama roda 2. Tapi sifatnya kan mudah pesimis sama hal-hal yang baru. Kudu ke-trigger dulu buat bikin dia mau maju. Aku sudah mengusahakan sebisa mungkin dia belajar roda 2. Dari yang melepas roda kanan atau kirinya, dilepas semua biar kayak balance bike, sampai disuruh main sama yang lebih tua. Tapi nihil, kalau anaknya enggak mau ya enggak mau! Mantep enggak tuh.

Biar ada gambarannya aku jabarin langkah-langkahnya saja deh ya. Bukan tips sih, tapi berbekal pengalaman kemaren saja.

Langkah 1
Kami sempat melepas roda Alya langsung begitu sudah 3 bulan pakai roda 4. Harapannya biar langsung bisa cus, toh dia juga sudah kelihatan gampang banget handle sepedanya. Cuma butuh keseimbangan saja. Terus Alya ngambek dong, enggak mau katanya. Berkali-kali ngayuh terjatuh terus. Kami semangatin kalau naik sepeda memang perlu jatuh supaya bisa bangkit lagi. Ealah, malah makin males. Sempet mogok enggak mau sepedaan lagi, karena capek.

Langkah 2
Kami lepas pedal kanan kiri. Ini kami samain kayak balance bike. Siapa tahu dia mau yekan. Terus begitu dicoba dia bingung, gimana cara jalannya. Habis itu dikasih tahu caranya melalui video anak-anak kecil via youtube, tapi tetep nihil. Anaknya enggak mudeng, lebih memilih dikasih pedal, mungkin kagok kali ya.

Langkah 3
Sudah umur 4 tahun. Alya terus ganti lingkup pertemanan. Walaupun masih sama-sama sekomplek, tapi kali ini dia lebih sering main sama yang seumurannya. Kebetulan yang seumurannya sudah bisa roda 2 lebih dulu, dan badannya lebih bongsor. Sepeda si anak ini roda 3, hanya saja, dia sudah bisa lurus kenceng. Kalau dilihat bahkan sudah bisa roda 2. Roda 3 nya hanya buat bisa sandaran sepeda biar bisa berdiri saja.

Nah, abis main sama si anak ini, Alya timbul keinginan pakai roda 2. Aku enggak tahu awal mulanya gimana, yang jelas, di sini, kondisi roda tambahan kanan kiri sudah jelek, geripis kayak gigi, dan sengaja enggak kami ganti. Niatnya biar langsung roda 2.

Eh bener dong. Kalau enggak salah inget, Alya ini belajar ngayuh dengan cepat dulu. Otomatis kan kalau stabil ngayuhnya, dia bakal seimbang. Jadi istilahnya, sudah siap roda 2.

Akhirnya, surprisngly ya kemarin ini, tiba-tiba dia bawa sepedanya temen dan teriak-teriak kalau dia sudah bisa roda 2. Padahal posisinya sepeda temennya roda 3. Suamiku juga kaget dong, sampai teriak-teriak biar aku keluar rumah. Kami seneng banget pokoknya.

Lalu, Suamiku nawarin buat ngelepas roda bantunya. Alya mau! Tanpa cacicu dicopotlah detik itu juga. Temennya juga minta dicopot. Jadi dua anak ini sudah roda 2 semua. Dan ketika ngayuh.... Alya langsung bisa! Kami sesenang itu jadi orang tua, pakai selebrasi pula. Lebay biar, pencapaian soalnya haha.

Dan oh, ada pertanyaan satu lagi dari temenku: "yosa, Alya pakai jatuh-jatuh enggak sih?"

Waktu langsung nyoba itu enggak jatuh lho. Tapiii... habis itu... Sering jatuh. Seringnya karena kondisi Alya ngantuk, capek, dipaksa sepedaan. Atau kalau enggak ya tabrakan. Makanya, dia aku pakein legging terus. Takut kakinya bondes-bondes. Ini saja sudah banyak noda karena luka. Jangan ditambah-tambah lagi, kasihan kan.

Beberapa hari ini, kaki Alya kerasa kenceng banget, dan sering ngeluh capek. Aku rutinin pijetin seminggu sekali. Ya gimana enggak capek sih, orang dari pagi sampai malam sepedaan terus kok. Mana liburan pula. Selamat!

Jadi buat orang tua yang sedang berjuang supaya anaknya bisa roda dua, yang semangat ya! Kalau memang dia suka, pasti ada jalannya. Tapi yang utama, perlu dilihat dulu basic kecerdasannya apa. Jangan sampai MEMAKSA. Kalau anak memang enggak mau, mungkin memang bukan ketertarikannya. Dalam belajar, pemaksaan itu bukan hal yang dihalalkan loh. Nanti anak malah enggak bisa memilih apa yang dia suka. Ogah kan!

Ya sudah, panjang lebar juga nyeritainnya. Semoga sharingnya bisa bermanfaat bagi kita semua. :)
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Hallo, selamat lebaran ya. Minal Aidzin Wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin. Sudah 10 hari berlalu, ternyata blognya sudah berdebu hehe. Maklumlah, lebaran identik dengan rempong. Walaupun lebaran di kampung halaman, tapi kesana kesini sama wae. Apalagi Alya sempet sakit juga. Jadi ya, buka laptop cuma buat ngerjain deadline doang, sampai kelupaan mau nulis blog. Maafkeun.

Aku mau ngelanjutin cerita tentang sakit gigi lagi ah. Lebih tepatnya penanganan sakit gigi yang membutuhkan waktu cukup lama. Kalau kamu belum baca, silahkan klik link berikut ini:

Drama Sakit Gigi (Part I)
Drama Sakit Gigi (Part II)


Aku sudah bilang kan kalau ngurus penanganan gigi ini akhirnya pakai BPJS. Karena selain sangat meringankan finansial, juga sekarang lebih tertata. I mean, aku sebenernya suka step by stepnya mulai dari prosedural dari faskes 1, maupun rujukan harus kemana, sehingga kita enggak kaget lagi soal biaya. Aku juga pengen ikut antusias ketika Pemerintah sudah mengeluarkan bantuan kesehatan yang terjangkau. Yes, aku suka kemajuan seperti ini.

Jujur, tadinya kan maju mundur ke Dokter Gigi cuma masalah totalannya berapa. Nah, dengan adanya BPJS, kalau pun ada kekurangan kayak kemarin antibiotik yang harus dibeli sendiri, itu juga enggak seberapa dibanding biaya pengobatan yang aku yakin, kalau enggak pakai BPJS akan memakan total lebih dari sejuta.

Prosedural ini juga bisa mengukur tingkatan sakit kita. Sesuai pengalamanku soal gigi, ternyata kasusku enggak cuma bisa ditanganin lewat Puskesmas, harus ada campur tangan Rumah Sakit. Tapi, di sini juga ada dramanya sih. Enggak tahu letak kesalahannya dimana.

Ya sudah, aku langsung cerita dulu ya proseduralnya bagaimana, termasuk dramanya.

Kondisi gigiku saat itu adalah, gigi sebelah kanan bawah sebelum geraham bungsu tuh bolong. Sedangkan gigi geraham kiri dan sebelum geraham, sudah keropos. Jelek habis! Melihat bentuknya saja, yang ini harus dicabut, sudah enggak mungkin ditambal. Cumaaa, yang sakit justru bukan yang keropos ini. Yang sakit adalah yang sebelah kanan sebelum geraham bungsu. Ngerti enggak sih posisinya hehe. Kalau mau lebih jelas, nanti aku sertakan rotgennya. Tapi nanti ya, pas cerita ke Rumah Sakit, biar alur ceritanya ketata.

Terhitung Desember, aku datang ke Puskesmas Jurang Ombo Pusat untuk pertama kalinya. Lokasinya masih di Karet, belum pindah ke Jurang Ombo yang baru. Karena enggak ngerti apa-apa, aku pede datang jam 10.00 an. Heran juga, sampai sana sudah penuh nuh! Tanpa cacicu langsung menuju ke resepsionis. Eh apa sih sebutannya, pokoknya yang di depan itu lah. 

Di situ ada seorang ibu petugas administrasi, dan satu lagi seorang bapak yang mungkin bertugas sebagai Kepala atau apa ya, aku juga enggak begitu paham. Yang jelas, di setiap Puskemas yang pernah aku datangi, pasti ada seorang bapak separuh baya bertugas di depan. Nah, Bapak ini agak ngeselin sih kalau aku bilang. Gimana enggak. Masa' ngetawain aku gara-gara aku datang jam 10.00 dan di situ posisinya aku enggak tahu sama sekali lho. Katanya "mau daftar ke poli gigi kok jam segini" Ya salahku dimana maliiih???

Lalu aku berusaha sabar, tetap kalem, sambil berlagak bego. Berlagak bego kadang penting btw, biar kita dapat info lebih dan justru kadang bikin orang keki sendiri. Eh kok jadi ngomongin si Bapak sih. Terus pokoknya aku dapat info, kalau ke Poli Gigi, harus rela antri sejak subuh. SUBUH BRO. Katanya subuh, padahal jarak rumah ke Puskemas agak jauh. 

Beberapa hari kemudian, Suami ke Puskesmas mruput jam setengah 5 an, ambil antrian. Lega dong. Dikiranya kan sudah dapat nomor antrian, kemudian bersiaplah kami jam setengah 7 ke Jurang Ombo. Ternyata sampai sana, antrian kami hangus. Karena semestinya, habis ambil nomor antrian, langsung stay tune di situ sampai masuk ke daftar pasien. GENGGONG! Okay, tarik nafas, buang.

via GIPHY

Waktu itu, nyeri sakit gigiku sudah enggak tertahankan. Ini sudah di level yang: "Sudah deh, nyerah sama BPJS. Kenapa kok gini amat!!!" Tapi Suamiku nenangin aku biar berpikir positif: mungkin lumrah, karena pasien membludak tiap hari, sampai harus dibatasin. Jadi, yang kami lakukan selanjutnya adalah mencari Puskesmas yang lain. Kenapa tetap Puskesmas? Karena jam itu di Magelang, Dokter Gigi yang praktek belum ada.

Kami segera beranjak ke Puskesmas Magelang Selatan. Di sini lebih dekat sama rumah Papa, dan beberapa petugas ada yang kenal. Petugas di sini ramah-ramah dan informatif banget. Sayangnya, waktu itu tempat Poli Gigi sedang perbaikan, terus dialihkan ke Puskesmas Pembantu. Ngelihat jam, masih jam 07.30, kami langsung ke Puskesmas Pembantu Magelang Selatan, yang tempatnya berada di daerah Nambangan. Sampai Puskemas Nambangan, Petugasnya juga sama baiknya. Namun sayangnya, Dokter Gigi di sana lagi enggak praktek. APA ENGGAK PUYENG!!!

via GIPHY

Aku tampak sudah hopeless! Mungkin Petugasnya tahu, lalu ditelponin Puskesmas lain yang Dokter Giginya praktek. Fiuh lega. 

Oh iya, di Puskesmas Magelang Selatan, baik di Pusat maupun di Puskesmas Pembantunya, aku enggak ngomong kalau pakai BPJS. Baru setelah Petugasnya cari-cari Dokter, aku lalu cerita. Si Petugas langsung ngomong, kalau setiap Puskesmas pasti punya Puskesmas pembantu. Untuk Puskesmas Jurang Ombo sendiri, punya Puskesmas Pembantu di daerah Magersari. 

Merasa dipermainkan dan kesabaran sudah diambang batas, tapi kok dana minim hahaha, kami lalu bergegas ke Puskesmas Magersari. Lagi-lagi nengok jam, belum jam 8. Si Petugas bilang dicoba saja, siapa tahu kuota Poli Gigi masih ada.

Lanjut ke Puskesmas Magersari.

Kami langsung daftar. Di sini Petugasnya juga ramah. Inget ya, bagiku keramahan adalah kunci. Kalau enggak ramah, makin sakit nih gigi haha. Tapi di sana, kuota Poli Gigi sudah habis juga. Aku langsung lemes mes!!! Apa salah hamba ya Tuhan.

Suamiku yang ngelihat aku lungkrah, langsung enggak tega. Dia bilang ke Petugas kalau sakit gigiku sudah akut. Masa' dari dulu cuma dikasih obat terus, paling enggak kan ada tindakan setelah dikasih obat. Iya, rumus permasalahan gigi, misal mau cabut, harus nunggu sembuh dulu baru bisa ditindak.

Finally, di hari itu juga, aku bisa dapat nomor antrian, tepatnya NOMOR 10. Okay, i'm strong!

via GIPHY

Setelahnya, kami nunggu lama. Bener-bener yang harus stay tune, karena kami kadung takut hangus lagi. Sampai makan siang pun kami tunda huhuhu. Akhirnya aku dipanggil jam 1 an, sebagai pasien terakhir dan sumpelan. Hahaha. Aku sama Suami sampai memperkirakan kalau aku pasti dicabut di Puskesmas ini. Ya paling enggak kalau dikasih rujukan, hari itu bisa langsung terselesaikan. Tapi ternyata dugaan kami salah kaprah. Besok lagi, kalau urusan rujuk merujuk, urusan BPJS, jangan ada prediksi diantara kita. SHA-KIT KAK!

Di dalam Poli Gigi, aku ketemu sama seorang Bapak, yang ternyata ini adalah perawat. Di situ ditanyain, yang sakit yang mana. Terus aku jelaskan secara terperinci. Kata Si Bapak, satu-satu dulu. Yang urgent ditanganin ya yang sakit. Lalu aku ditambal, dimatiin syarafnya pada gigi kanan sebelum geraham, plus diresepin obat. Katanya, minggu depan harus datang lagi. Well, aku manut. Aku cuma ingin gigiku sembuh titik.

Habis kelar, kami ngantri obat. Enggak lama sih di sini. Beberapa saat kemudian sudah dipanggil, masih sama dengan penanganan Dokter-dokter sebelumnya: dapet obat nyeri dan antibiotik yang harus dihabiskan. Siyaaap, lagi-lagi obat yakan, tapi enggak bisa nolak lagi. Sudah kadung nyemplung, tetep kudu rampung. Mau enggak mau dilanjutin, karena aslinya penasaran juga, seberapa panjang sih perjalanan BPJS menangani urusan gigi. Aku sabar-sabarin, enggak apa-apa.

Eh kelupaan. Waktu ditambal dan dimatiin syarafnya itu kan posisi aku belum makan siang. Seharusnya, makan siang dulu, karena habis ditambal, ada jeda waktu 1 jam lebih sampai kapurnya kering, enggak boleh ada aktivitas mengunyah. Nah itu tuh, yang gokil. Aku pede makan mie ayam dong saking lapernya. Tapi seingetku nih ya, sudah jeda waktu sejam. Aku make sure pegang kapur tambalannya, ternyata masih lembek, padahal perut sudah keroncongan. Hiadeh, dilema. Lalu aku putuskan makan dan berusaha mengunyah di gigi bagian kiri. Tahu apa yang terjadi? Iyaaak, tambalannya terkikis dengan sukses! (Ngelus dada)

Dah deh, yang penting enggak sakit saja, itu sudah aman. Sampai rumah, obat pun langsung aku minum. Rasanya lebih mendingan. Begitu juga hari-hari selanjutnya selama seminggu, obat aku habisin sampai enggak tersisa, dan siap untuk penanganan berikutnya.

Masih ngikutin ceritanya kan? Lanjut ya. Setelah tahun baru, sekitar tanggal 3 an, aku dateng lagi ke Puskesmas Magersari. Suamiku ambil nomor antrian pagi-pagi jam 6, lalu daftar. Kabar baiknya, pasien di Puskesmas Magersari enggak begitu membludak seperti di Puskesmas Jurang Ombo Karet. Jadi, ketika pagi-pagi datang, nomor antrian masih awal-awal. Terus aku baru datang jam 8 an, setelah namaku tercatat sebagai pasien.

Singkat cerita, aku ketemu sama Dokter Gigi yang namanya Dokter Fitri. Ini tetanggaku di kampung, ya ampuuun. Lucu deh, aku malah enggak hafal, yang hafal Dokter Fitri, Huhu maafkan Dok. Ini salah satunya karena KTP dan alamat BPJS masih nebeng rumah papa, jadi aku masih dikenali sebagai orang kampung sana. Belum mau pindah alamat, sejauh ini masih enak apa-apa di Kota soalnya.

Oke, kelanjutannya gini. Aku baru tahu kedua posisi gigi bungsu bagian bawah tidur. Ini bisa menyebabkan gigi depannya ketabrak dan pelan-pelan keropos. Gigi bungsu yang posisinya tidur, enggak akan berpengaruh apa-apa. Misal dicabut, kita tetap bisa ngunyah kayak biasanya. Nah, masalahnya, gigi yang sakit dan sudah ditambal itu kan yang depannya geraham bungsu. Mau nyabut itu susah, harus dicabut geraham bungsunya dulu, baru bisa nyabut depannya. Sayangnya, di Puskesmas enggak bisa menangani, karena kasus ini masuk ke bedah mulut.

Sama Dokter Fitri langsung disarankan ke Jogja, ke Panti Rapih langsung. Dokter Fitri tuh kayak mengupayakan banget biar aku ditanganin cepet. Tapi sayangnya, prosedur tetap harus berlaku. Enggak bisa dari Puskesmas langsung ke Jogja. Jadilah aku dirujuk ke RSUD Magelang, and bikin cerita selanjutnya masih puanjaaang!!!

Untuk penanganan selanjutnya, aku cerita next episode yah. Eh, next blogpost ding, takut pembaca boring. Pokoknya ditunggu saja, karena makin seru deh pokoknya. Haha. 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

HELLO!


I'm Yosa Irfiana. A scriptwriter lived in Magelang. Blog is where i play and share. Click here to know about me.

FIND ME HERE

  • Instagram
  • Twitter
  • Facebook
  • Google Plus

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  January 2023 (1)
  • ►  2022 (14)
    • ►  December 2022 (1)
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  August 2022 (2)
    • ►  July 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  March 2022 (2)
    • ►  February 2022 (3)
    • ►  January 2022 (1)
  • ►  2021 (60)
    • ►  December 2021 (1)
    • ►  November 2021 (3)
    • ►  October 2021 (3)
    • ►  August 2021 (3)
    • ►  July 2021 (2)
    • ►  June 2021 (3)
    • ►  May 2021 (15)
    • ►  April 2021 (21)
    • ►  March 2021 (2)
    • ►  February 2021 (2)
    • ►  January 2021 (5)
  • ►  2020 (44)
    • ►  December 2020 (5)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  October 2020 (4)
    • ►  September 2020 (5)
    • ►  August 2020 (3)
    • ►  July 2020 (7)
    • ►  June 2020 (6)
    • ►  May 2020 (1)
    • ►  April 2020 (4)
    • ►  March 2020 (2)
    • ►  February 2020 (3)
    • ►  January 2020 (2)
  • ▼  2019 (89)
    • ►  December 2019 (5)
    • ►  November 2019 (7)
    • ►  October 2019 (6)
    • ►  September 2019 (10)
    • ►  August 2019 (6)
    • ►  July 2019 (6)
    • ▼  June 2019 (9)
      • RESEP TAHU ISI SUPER GAMPIL
      • REVIEW SHEETMASK COS.W MY REAL SKIN - TEA TREE BEL...
      • STAND FOR GOODNESS
      • PERPISAHAN KELOMPOK BERMAIN
      • 5TH WEDDING ANNIVERSARY
      • MASKER JERAWAT NAMPOL - REVIEW SARIAYU KREM MASKER...
      • SALAM TEMPEL
      • AKHIRNYA RODA DUA
      • DRAMA SAKIT GIGI (PART III)
    • ►  May 2019 (9)
    • ►  April 2019 (8)
    • ►  March 2019 (7)
    • ►  February 2019 (7)
    • ►  January 2019 (9)
  • ►  2018 (135)
    • ►  December 2018 (21)
    • ►  November 2018 (17)
    • ►  October 2018 (9)
    • ►  September 2018 (9)
    • ►  August 2018 (10)
    • ►  July 2018 (9)
    • ►  June 2018 (12)
    • ►  May 2018 (9)
    • ►  April 2018 (9)
    • ►  March 2018 (9)
    • ►  February 2018 (10)
    • ►  January 2018 (11)
  • ►  2017 (116)
    • ►  December 2017 (8)
    • ►  November 2017 (7)
    • ►  October 2017 (8)
    • ►  September 2017 (9)
    • ►  August 2017 (8)
    • ►  July 2017 (11)
    • ►  June 2017 (8)
    • ►  May 2017 (11)
    • ►  April 2017 (8)
    • ►  March 2017 (12)
    • ►  February 2017 (15)
    • ►  January 2017 (11)
  • ►  2010 (9)
    • ►  November 2010 (9)

CATEGORIES

  • HOME
  • BABBLING
  • BEAUTY
  • FREELANCERS THE SERIES
  • HOBBIES
  • LIFE
  • PARENTING
  • BPN 30 DAY BLOG CHALLENGE
  • BPN 30 DAY RAMADAN BLOG CHALLENGE 2021

BEAUTIESQUAD

BEAUTIESQUAD

BLOGGER PEREMPUAN

BLOGGER PEREMPUAN

EMAK2BLOGGER

EMAK2BLOGGER

Total Pageviews

Online

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose