SALAM TEMPEL

by - June 15, 2019

Sudah jadi rahasia umum kalau tiap lebaran, kita pasti mikirin ang pao. Waktu aku kecil, aku memang sudah diwanti-wanti sama Papa Mama sih, biar enggak terlalu berharap dapetin ang pao. Karena kondisi tiap orang berbeda, dan pasti semua punya kebutuhannya. Tapi kalau misal dikasih, tetap harus diterima sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih. Biasanya, balasan yang bisa kita lakukan adalah mendo'a kan supaya amal rezekinya selalu lancar.

Nah, ketika kita sudah bekerja, dengan sendirinya kita jadi sadar diri untuk meneruskan tradisi ini. Semacam balas budi dari leluhur untuk ke generasi selanjutnya tanpa terputus. Memangnya buat apa sih? Penting ya? Pertanyaan ini akan mendapat jawaban subyektif tentunya. Ya kalau aku ambil positif nya saja: buat amal dan buat berbagi. Toh niatnya baik. Namun yang perlu digarisbawahi adalah,  penting tidaknya, sebenarnya bisa disesuaikan kemampuan, dan tidak memaksa. Jangan sampai kita kelihatan mampu ngasih ang pao padahal hasil ngutang. Kan enggak lucu.

Btw daritadi ngomongnya ang pao terus ya, kalau di tempatku sendiri namanya: salam tempel.


As you guys know, selama punya anak tentu harus siap disalam tempel juga. Anak kecil seumuran Alya ini target paling empuk buat dapetin banyak salam tempel. Sebenarnya aku sendiri enggak ada masalah, kan nantinya dia bakal kasih ke aku, yang mana pasti buat ditabung. Ditabung buat apa? Jelas terserah dia, paling kalau enggak baju ya mainan. Seputar itu-itu saja sih, standar anak kecil pada umumnya. 

But first of all, Alya menganggap bagaimana cara dapetin uang adalah melalui bekerja. Konsep menerima uang semacam ini sudah sesuai sama apa yang aku ajarkan. Apalagi menyandang status freelancer, yang tanggal gajiannya saja belum tentu. Gimana cara dapetin yang? Ya kerja. Semakin kita malas, uang semakin jauh. 

Selama ini misal Alya minta jajan aneh-aneh, atau beli mainan yang harganya lumayan, kami memberlakukan sistem menabung dulu. Istilahnya enggak segampang itu dapetin sesuatu. Kami tinggal bilang kalau uang kami belum cukup buat beli macam-macam. And it works sih di Alya, walaupun kadang pakai ngotot-ngototan juga. Hahaha.

Hal lain yang membuat Alya jadi agak skeptis menerima uang lembaran adalah karena dia menganggap uang lembaran itu kotor. Entah dapet kosakata dari mana, yang jelas enggak kami ajari  sama sekali lho, beneran. Dia lebih open kalau misal diberi receh, yang nantinya ia akan masukkin di celengannya. Begitu celengan tersebut sudah penuh, ya sudah, bakal dihitung kami bertiga, baru kemudian ditukar dalam bentuk barang.

Oh iya, kelupaan. Kebanyakan salam tempel ini pakai duit langsung dan enggak diamplopin gitu lho. Jadi kelihatan banget lembarannya berapa. Mostly juga bangga kalau uangnya baru dan enggak kelipet. Makin makin deh Alya ngambek.

Kemarin ini Mama sama Adek memberi Alya salam tempel dengan memakai amplop. Diterima jelas, iya pasti. Tapi begitu tahu kalau isinya uang, amplopnya langsung dikasihin ke aku. Untungnya Mama sama adek sudah tahu sifat Alya ini sih. Jadi ya no problem.

Waktu halal bihalal trah keluarga Papa lebih parah lagi. Dia dikasih amplopan gitu, langsung ditinggal di kursi, dan kayak enggak inget lagi gitu lho. Aku sampai diingetin sama sepupuku soal amplopnya Alya, terus malu dong. T.T Amplopnya langsung aku amankan, sampai rumah baru aku tabung ke celengannya.

Tanggapan keluarga menyikapi soal Alya macem-macem. Ada yang maklum karena masih kecil, ada yang bingung dan sakit hati karena enggak mau nerima pemberian, ada juga yang ngira lebay karena kok segitunya sih sampai enggak mau dikasih duit. Nyinyiran itu real, enggak sebatas netizen doang, tapi keluarga pun bisa.

For me, ini hanya soal pemikiran anak kecil yang polos. Belum ngerti macem-macem, dan justru menurutku bagus sih. Enggak bergantung pada pemberian orang. Kalau soal menghargai pemberian seseorang, ya, aku harus melatih Alya lagi, biar enggak segampang itu nolak. But hey, Alya itu cuma enggak mau dikasih duit lho. Coba dikasih receh, atau mainan, atau baju deh gampangnya walaupun itu bekas, PASTI DIA MAU.

Aku sama suami juga ngajarin konsep berbagi kok. Seperti dia harus memberi apa kelebihannya atau sharing apa yang dia punya. Kalau soal barang, Alya sudah mudeng banget ini. Cuma ya gitu deh, soal uang, dia kayak sama sekali enggak mau pegang.

Celengan Alya masih belum terlalu penuh. Biasanya akan kami buka ketika Alya minta sesuatu. Minta sesuatu ini pun juga harus yang wajar dan pakai pencapaian. Sudah jadi bagian dari kami soalnya, urusan berjuang. Terdengar melas enggak sih ngomong gini hehe.

Well, intinya, aku mohon maaf apabila ajaran kami enggak sesuai dengan apa yang kalian pikirkan. Niat kami baik kok, enggak ada keinginan untuk nyakitin. Kalau misal dibilang "halah, besok enggak tak beri lagi lho", ya enggak apa-apa. Memberi itu kan pakai keikhlasan, bukan pakai prasangka. Baik buruk, tetap kami do'akan, yang penting kita selalu sehat dan tak putus rezeki serta amal ibadahnya. :)

You May Also Like

0 komentar