Setelah sekian lama berkutat pada asma, dan bolak-balik hampir tiap bulan ke Dokter, sekarang terungkap sudah, bahwa ternyata Alya terkena Bronkitis. Buat aku pribadi, penyakit ini cukup familiar, karena akupun mengalaminya waktu masih kecil. Sedangkan Suami, dia cukup khawatir, apalagi Alya bukan hanya menuruni riwayat asma, namun juga alergi. Seperti asap, debu, angin malam, bahkan beberapa jenis makanan.
Nah, gara-gara kelamaan batuk inilah yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan yang menyerang paru-paru. Saluran bronkus terinfeksi dan mengalami peradangan. Aku enggak tahu jenis bronkitisnya akut atau kronis. Namun kata Dokter yang menanganinya, Alya insyaallah bisa sembuh total, dengan catatan semua harus serba diperhatikan.
Baca dulu: Penanganan Asma Lebih Lanjut
Nah, gara-gara kelamaan batuk inilah yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan yang menyerang paru-paru. Saluran bronkus terinfeksi dan mengalami peradangan. Aku enggak tahu jenis bronkitisnya akut atau kronis. Namun kata Dokter yang menanganinya, Alya insyaallah bisa sembuh total, dengan catatan semua harus serba diperhatikan.
Baca dulu: Penanganan Asma Lebih Lanjut
Lagi-lagi kami semakin mengencangkan ikat pinggang dan berusaha lebih ekstra ketimbang biasanya. Dalam kurun waktu yang lama, selama Alya belum benar-benar sembuh, semua makanan kami buat di rumah, biar steril dan higienis. Selain itu, kami enggak akan mengajak Alya jalan pakai motor malam-malam, dan yang pasti membatasi asap rokok termasuk di luar sekalipun. Lebih baik, Alya beraktivitas di sekolah dan rumah saja, dan enggak ke mana-mana daripada batuknya enggak sembuh-sembuh. Terdengar kayak "segitunya" ya? Baiklah, aku ceritakan detailnya.
Beberapa waktu lalu aku pernah cerita kan ya, kalau kami sampai gonta-ganti Dokter saking bingungnya. Ada yang cocok tapi mahal, ada yang pakai BPJS tapi diagnosanya berbeda, dan ada yang susah ditemui padahal Dokternya terkenal karena sudah professor. Singkat cerita, kami kembali ke Dokter lama dan dirujuk ke Rumah Sakit untuk penanganan lebih lanjut.
Batuk Alya ini paling parah. Sudah sebulanan lebih sejak puasa dan belum sembuh juga. Apalagi kalau mendekati subuh, sekitar jam 3 an. Aduuuh, grok-groknya sampai bikin kami ikutan sesak. Rasanya enggak kuat ngelihat dadanya menderita.
Dokter I yang kini menangani Alya, mengatakan bahwa Alya ini sensitif ketimbang anak pada umumnya, terlebih terhadap makanan. Seperti coklat, ice cream, pengawet, pewarna, atau pemanis buatan. Kalau dipikir-pikir, memang benar adanya. Selama ini kami membiarkan Alya makan snack, coklat, dan ice cream ketika dia sehat. Padahal ya walaupun sehat, hal tersebut bisa memicu alerginya. Kena coklat meses dikit saja, jaminan batuk dan demam sesudahnya. Makanya, makanan di sekolahan pun kudu tetap dijaga.
Setelah drama panjang dan akhirnya ketahuan paru-paru basah, kami dijelasin sama Dokter I panjang lebar. Ditegasinnya soal makanan terus agar jangan sampai kecolongan. Aku awalnya nganggep lebay juga nih, kok straight sampai sebegitunya. Ya banyangin saja, kami harus bikin sendiri semua makanan Alya, karena kita enggak pernah tahu jajanan di luar itu seperti apa. Dokternya sampai lihatin aku serius gitu lho, dan aku sampai kikuk sendiri. Dokter lalu kasih resep anti biotik, suplement, dan obat alergi. Beliaupun bilang, kalau sudah agak mendingan, enggak perlu kontrol lagi.
Nah, habis kontrol kedua yang dibacain rontgen sama cek darah itu, aku masih kasih Alya makanan yang beli di luar seperti roti, kue, dan jajanan pasar. Aku mikirnya, ah kalau roti sama kue kan dikukus, toh ada yang tanpa pengawet dan pemanis buatan. Aman lah. Terus jajan pasar, aku pilih juga seperti nagasari.
Batuk Alya ini paling parah. Sudah sebulanan lebih sejak puasa dan belum sembuh juga. Apalagi kalau mendekati subuh, sekitar jam 3 an. Aduuuh, grok-groknya sampai bikin kami ikutan sesak. Rasanya enggak kuat ngelihat dadanya menderita.
Dokter I yang kini menangani Alya, mengatakan bahwa Alya ini sensitif ketimbang anak pada umumnya, terlebih terhadap makanan. Seperti coklat, ice cream, pengawet, pewarna, atau pemanis buatan. Kalau dipikir-pikir, memang benar adanya. Selama ini kami membiarkan Alya makan snack, coklat, dan ice cream ketika dia sehat. Padahal ya walaupun sehat, hal tersebut bisa memicu alerginya. Kena coklat meses dikit saja, jaminan batuk dan demam sesudahnya. Makanya, makanan di sekolahan pun kudu tetap dijaga.
Setelah drama panjang dan akhirnya ketahuan paru-paru basah, kami dijelasin sama Dokter I panjang lebar. Ditegasinnya soal makanan terus agar jangan sampai kecolongan. Aku awalnya nganggep lebay juga nih, kok straight sampai sebegitunya. Ya banyangin saja, kami harus bikin sendiri semua makanan Alya, karena kita enggak pernah tahu jajanan di luar itu seperti apa. Dokternya sampai lihatin aku serius gitu lho, dan aku sampai kikuk sendiri. Dokter lalu kasih resep anti biotik, suplement, dan obat alergi. Beliaupun bilang, kalau sudah agak mendingan, enggak perlu kontrol lagi.
Nah, habis kontrol kedua yang dibacain rontgen sama cek darah itu, aku masih kasih Alya makanan yang beli di luar seperti roti, kue, dan jajanan pasar. Aku mikirnya, ah kalau roti sama kue kan dikukus, toh ada yang tanpa pengawet dan pemanis buatan. Aman lah. Terus jajan pasar, aku pilih juga seperti nagasari.
Tapi...ternyata, Alya batuk lagi! Tepat seminggu setelah kontrol. Dan ngomongnya tuh pas pulang sekolah, katanya pusing. Habis itu siang pilek, malam demam plus batuk njegris lagi. Ditanyain di sekolah makan apa, tapi kok makanannya ada di tupperware, berarti kan enggak dimakan. Aku mikir ini kenapa, padahal sudah agak mendingan loh, apakah jangan-jangan karena obatnya sudah habis? Apakah karena makanan? Tapi apa? Soalnya semua makanan sudah under control.
Setelah itu, paginya aku balik lagi ke Dokter I. Dokter langsung bilang ini pasti karena makanan. Sewaktu kami jelasin soal makanan yang sudah kami batasin, Dokter enggak percaya. Pokoknya pasti ada penyebab alerginya. Kami pun bingung dan hampir frustasi juga sih. Habis gimana, wong nyata-nyata semua makanan aku batasin dan sudah sesuai anjuran. Oleh Dokter I, kali ini disertai surat pengantar sakit biar enggak sekolah sampai seminggu, yang mana ini bakalan nambahin kerjaan kami.
Terus waktu antri obat, eh tiba-tiba Alya bilang tuh, "Kemarin Alya makan pisang coklat di sekolahan" Gubraaaaak!!! Baru ngaku atau baru inget, yang jelas kami langsung menghela nafas panjang. Pantes batuknya enggak hilang-hilang, makan coklat rupanya.
Jadi ya gitu, setelah tahu bahwa salah satu penyebab alerginya adalah coklat, maka dengan segala jerih payah, segala usaha, segala tenaga dikerahkan, kami memantapkan diri bikin makanan semua sendiri. Wes pokoknya kudu strong!
Literally semua menu makanan Alya kami buat sendiri. Mulai dari snack seperti dimsum, stick kentang keju, pancake, singkong, sampai makanan berat dan minuman kayak jus tomat, wedang jahe kapulaga. Besok coba aku bikin jadwal menu deh biar enakan, ini resepnya dadakan terus soalnya. Almost half of my time aku sibuk di dapur, dan nulis naskahnya jadi malam banget ini. Haha enggak apa-apa deh, yang penting Alya sehat dulu.
Suami subuh-subuh masak, nanti siang giliran aku, nanti malam gantian siapa yang selow. Terus snack juga gantian. Biar enggak masak terus, buah kudu dipenuhin, kayak pisang, pepaya senengannya Alya, buah naga, atau apa deh yang Alya pilih sendiri.
Nah, yang susah memang snack dari sekolah nih. Aku sudah ngobrol dan wanti-wanti sama gurunya, supaya Alya enggak dikasih makanan yang berpengawet, MSG, berwarna, dan coklat-coklatan. *Dijelasin lagi*
Untuk jaga-jaga, nanti kami bakal bekalin dari rumah makanan homemade. Repot sih iya jelas, cuma kami sudah enggak punya solusi lain lagi. Dihindari dulu deh pemicu alerginya, toh sudah ketahuan dengan jelas kok. Enggak perlu tawar menawar lagi.
Well yes, kami semangat 45 dan berjuang terus demi kesembuhan Alya. Makasih atas do'anya ya!