PENANGANAN ASMA LEBIH LANJUT

by - July 10, 2019

Jadi ya gitu. Kami masih berjuang untuk terus menyembuhkan penyakit asma yang Alya derita. Ada yang bilang, kalau akan sembuh dengan sendirinya di umur 5 tahun, dan akan kambuh lagi ketika sudah tua. Rasanya kok enggak sanggup ya bayanginnya. Actually, aku sering nangis ngerasain batuknya Alya. Enggak tega. Tiap malam apalagi kalau dingin, batuknya pasti makin jadi. Maka, aku bertekad melakukan apa saja buat kesembuhan Alya. Apapun!


Buat yang belum tahu, Alya punya keturunan dari aku. Kata Mama, waktu aku masih kecil, sama kok kayak Alya, hampir tiap bulan ke Dokter karena batuk kering. Bahkan kalau enggak salah ingat, aku  sempat mengidap Bronkitis. Tapi aku kan lupa gimana prosesnya, Mama juga kalau ditanyain sama lupanya. Yang jelas, zaman dulu belum ada alat nebulizer di Dokter langganan. Pengobatannya ya cuma minum resep obat. Terus misal pengen alternatif, cukup beli obat cina di apotek yang sifatnya seperti gurah. Begitu diminum, beberapa saat kemudian lendir akan dipaksa keluar biar plong. Ngeri kan? Kalau orang setua aku gini mah mungkin enggak apa-apa? Lha kalau anak? Apa ya tega?

Kembali ke Alya ya. 

Alya ketahuan asma, di umur 2 tahun-an. Buat meyakinkan, aku sempat berganti Dokter barangkali diagnosanya berbeda, namun kesemua Dokter sepakat bilang asma. Enggak ada yang lain. Awalnya aku ke Dokter M, lalu direkomendasikan ke Dokter anak C, dan kemudian ke Prof N.

Kenapa berganti-ganti?
1. Untuk meyakinkan tentang asma tersebut.
2. Karena datangnya asma bisa kapan saja. Sementara dokter-dokter tersebut prakteknya kan beda jam beda tempat.
3. Alya juga kadang ke UGD juga kalau saking enggak nemu Dokter langganan yang jaga. Nah, kalau di UGD, ketemunya Dokter Umum.


Kadang pengen juga stay di satu Dokter saja. Tapi nyatanya, kadang kan Dokter pakai cocok-cocokan juga. Pernah tuh, suatu hari aku ke Dokter Anak C, yang nyata-nyata pada rekomendasiin loh. Terus batuknya belum sembuh-sembuh, aku bawa ke Dokter M yang prakteknya dekat rumah. Pokoknya waktu itu sembarang Dokter jaga aku jabanin. Terus sama Dokter M, obat-obat dari Dokter C dilihat, ternyata keras semua untuk anak seumuran Alya.

Ini mau kray enggak sih. Kebanyakan Dokter juga bingung T.T

Terus, tiap Alya sakit, sekarang enaknya ke Dokter M. Setelah dipikir-pikir, Dokter M ini juga Dokterku waktu aku masih kecil. Jadi tahu riwayat penyakit keluarga. Tapi... aku ganti Dokter lagi ke Dokter Puskesmas, dengan alasan memanfaatkan Faskes 1 BPJS kurang lebih sejak 3 bulanan lalu.

Baca juga: Pindah Dokter BPJS

Kemudian, hal ini terulang lagi sekarang: Durasi batuk yang sebulanan. Kalau biasanya Alya sakit itu sebulan sekali, dengan durasi sekitar 5 harian juga sudah sembuh, nah, kali ini beda. Bisa sebulan penuh gitu beneran yang batuknya masih ada. Tipe batuk asma itu batuk kering, dan seakan berat, sampai dadanya sesak. Padahal, selama itu pula kami ke Dokter terus, dan obat juga enggak putus. 

Awalnya waktu halalbihalal pas lebaran di Jogja. Level batuknya sudah ngik-ngik. Ada sih, sisa obat Dokter yaitu Salbutamol dan cetirizine, kami selalu sedia ini kok, termasuk buat dibawa kemana-mana. Waktu itu, kami minumin kedua obat ini pas pagi, karena sudah ada pertanda mau batuk dan demam. Lalu siang enggak tampak perubahan berarti. Suamipun langsung beli ambroxol untuk mengencerkan dahak. Malam enggak berubah juga, malah makin parah. Raut wajah Alya sudah benar-benar lemes, demam, dan penuh keringat. Langsung lari lah kami ke RS Bethesda.

Di sana langsung ke UGD dan dinebulizer. Lalu diresepin obat paracetamol, salbutamol dan cetirizine lagi, karena yang lama mau habis. Ambroxolnya boleh diminumin juga. Enggak ada antibiotik sih di resepnya.

Sudah gitu, seminggu juga belum pulih. Justru ngeluh telinganya sakit, matanya sakit. Bingung dong, apakah harus ke THT periksa kuping dan sekalian ke Dokter mata? Tapi ngeluhnya Alya ini juga kadang ngawur juga gitu loh, kadang sambil bercanda, jadi kami ya bingung dibuatnya.

Lalu kami ke Puskesmas untuk periksain sakit telinganya Alya. Diperiksa gendang telinganya oke, enggak ada masalah, juga kondisinya bersih. Terus kami cerita tentang batuknya Alya sejak halalbihalal di Jogja, beserta obat apa saja yang dikasih. Di situ raut wajah Dokter menunjukkan tanda was-was. Beliau takut, saking berat dan lamanya durasi Alya batuk, bisa menyebabkan infeksi telinga. Sejujurnya, saat itu juga kami lemas. Apa lagi sih ini?

Sama Dokter di Puskesmas, diresepi obat pilek yang di dalamnya ada kandungan supaya tidak menjalar ke gendang telinga. Dan diresepi juga antibiotik untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Kami pasrah, sambil berdo'a juga biar enggak kenapa-kenapa.

Selama minum obat tersebut, kondisi batuk Alya belum juga mengalami perubahan yang signifikan. Agak maklum juga cuaca lagi dingin, plus kadang kami kelupaan kasih makan manis-manis seperti jelly dan coklat. 

Akhirnya, malam sabtu tanggal 5 juli, tepat sebulan, Alya batuk njegris lagi. Berat banget deh dengerinnya. Sekali lagi, obatnya belum habis loh! Kami pun enggak bisa apa-apa. Mau ke UGD lagi? Penanganannya pasti biasa-biasa saja. Seenggaknya, kami harus ketemu Dokter M, dan minta saran karena dipikiran kami "gimana kalau beli alat nebulizer aja?"

Esok pagi jam 6 kami ke Dokter Mia. Kondisi Alya lemes, dia sudah hafal sih, kalau batuk gini pasti dinebulizer. Oh iya lupa, setiap Dokter punya takaran buat alat nebulizer yang berbeda-beda. Kalau Dokter M biasanya cukup banyak, pas di UGD Bethesda juga lumayan, tapi kalau di Puskesmas, cuma sedikit. Paling sedikit diantara yang lainnya. Ini mungkin relate sama tadi yang aku bilang, bahwa tiap Dokter punya penanganan yang berbeda.

Kami langsung mengutarakan ke Dokter M, gimana kalau beli alat nebulizer sendiri. Duluuu, Dokter M pernah iyain soal alat ini, cuma waktu itu kami lagi bokek euy, jadi kami tunda. Sekarang dengan  kondisi seperti ini, kayaknya harus kan ya. Nah, kami juga cerita detail kondisi Alya yang sakit selama sebulan ini. Lalu sama Dokter M dilihat riwayatnya dan seketika itu juga, Dokter M  meresepi beberapa obat baru (bukan salbutamol lagi), dan menyuruh untuk rontgen paru-paru plus cek darah di Rumah Sakit rujukkannya.   

Karena kami punya BPJS, Dokter M kemudian memberi surat ke Dokter di Puskesmas untuk membuat rujukan ke Rumah Sakit. Kami enggak mikir panjang sih, setelah dari Dokter M, kami ke Puskesmas dan minta rujukan sekalian.

Dokter di Puskesmas bingung, kenapa Dokter M menyarankan untuk rontgen paru-paru. Karena menurutnya, sakit Alya pure asma, bukan ke paru-paru. Tapi beliau dengan sangat legowo, dan was-was juga, terus membuat rujukan tanpa cacicu. Jadwalpun keluar. Kami harus ke RS hari senin tanggal 7 Juli 2019.

Well, kondisi batuk Alya lumayan membaik berkat obatnya. Namun masih ada sedikit suara grok-grok di paru-parunya. Singkat cerita, senin kemaren kami ke Rumah Sakit. Oleh Petugas, kami disuruh ke Dokter Anak dulu sesuai prosedur, karena tidak bisa kalau langsung tindakan tanpa ada Dokter.

Ya sudah, kami langsung mengantri untuk Dokter Anak inisial "I" ini. Dokter ini ternyata Dokter senior, sudah tua, tegas, dan lucu. Seperti biasa, kami cerita sedetail-detailnya. Dokter I langsung menjelaskan panjang lebar, kalau Alya ini EXTRA.

Jangan makan makanan pengawet, berwarna, pemanis buatan, mengandung micin, dan mending yang homemade. Misal jajan, beli jajan pasar yang sifatnya mudah layu, tapi teteup kudu steril. Kalau perlu, orang tua nya icip dulu.

Dokter I juga dengan tegas menyuruh kami agar menghindar dari perokok. Karena kondisi Alya sudah tidak memungkinkan dekat dengan asap. Dia bilang "kalau ada orang ngeyel merokok di sebelah anakmu, langsung tegur saja. Berantem enggak apa-apa, toh mereka enggak ngerasain gimana rasanya sakit asma?"

Habis itu Alya diperiksa, dan bilanglah dia: "Alya ini  pneumonia". Dokter langsung menyetujui rontgen paru-paru dan cek darah. Yah, seperti yang kalian bayangkan, kami lemas.

Tapi kami semangat berkat Rumah Sakit yang ramah dan baik-baik bener. Kami enggak nyangka juga sih padahal pakai BPJS. Ya walaupun ada beberapa tindakan yang tidak dicover, tapi harap dicatat, bahwa pelayanannya sama. Mau kamu pakai BPJS atau tidak, semua ramah. Obat dan alatnya pun sama.

Alya lalu dirontgen paru-parunya, yang cepet banget ternyata prosesnya. Habis itu cek darah. Semua TANPA MENUNGGU LAMA. Btw, mau ekspos nama Dokter dan Rumah Sakitnya, tapi besok saja ya ketika sudah ada hasil lab nya.. Hehehe.

Nah, terus, Dokter I ini tidak meresepi obat sama sekali. Baru nanti hari sabtu, kami disuruh ambil rontgen dan hasil cek darah untuk segera Dokter I tindak lanjuti. Semoga hasilnya enggak kenapa-kenapa ya. Semoga dengan penanganan asma lebih lanjut ini, Alya jadi makin kuat dan sehat. Kasihan, sudah mau TK. Imunnya harus makin dikuatin kan.

Mohon do'a nya ya teman-teman buat kesembuhan Alya. Untuk nanti cerita selanjutnya, bagaimana hasilnya, tunggu di blog ini ya. Terimakasih,

You May Also Like

1 komentar

  1. Kalau anak sakit itu bikin sedih kita ya, sebagai orang tuanya :(
    Anak saya pilek engap hidung aja sediiiih banget
    Untung dokter puskesmas dan dokter I ini cooperative meski pakai BPJS, kan ada dokter yang nganggap enteng peserta BPJS gitu

    Cepet pulih yah Alya, Mba Yosa dan keluarga juga semoga selalu diberi kesehatan :)

    ReplyDelete