YOSA IRFIANA

Powered by Blogger.
Mungkin postingan kali ini, akan sangat bertolak belakang sama kebiasaan orang tua kami sendiri. Eh sorry, bukan mungkin lagi sih kayaknya, tapi hampir 100 persen yaqin. Soalnya gimana enggak yakin ya, wong mertua sama orang tuaku sendiri saja punya kebiasaan kompak kok. Tahu apa? Yes, nyimpen barang (yang menurut mereka) berharga. Well i know, definisi berharga memang beda-beda ya. 

Permasalahannya adalah, semua barang tampak berharga kalau kita enggak bisa pilah pilih mana yang berguna. Alhasil kalau mau dibilang semua yang mereka simpan itu berharga, sebenernya, enggak juga loh ya...


Kalau dirunut, Mamaku masih paling mending. Agak berbeda, nyimpen barangnya pun termasuk yang masuk akal. Mama lebih suka buang barang kecil-kecil yang bertumpuk, saking seringnya bahkan barang yang masih kami senangi dibuang gitu saja. Sampai pernah Mama kasihkan baju kesayanganku ke tetangga, padahal menurutku itu masih bagus, tapi menurut Mama, bajuku tersebut sudah enggak muat lagi.

Itu belum seberapa. Pas adekku wisuda, dia diselametin temennya pakai MMT besar bertuliskan "CONGRATULATION DIAS SENJA", lengkap sama wajahnya tertampang nyata. Nah, MMTnya itu sudah lama disimpen di gudang rumah Mama, karena adekku lalu kerja di Semarang. Eeeeh waktu beberes barang, MMTnya dibuang dong, tanpa adekku tahu.

Beberapa hari setelahnya, waktu adekku pulang ke Magelang, dia lewat di sebuah kampung. Tahu enggak, itu MMT bertuliskan nama dan wajahnya yang segedhe gambreng, terpasang di tempat orang jualan gorengan! Dan adekku sendiri yang nemuin, BAYANGKAN!


Ya untungnya adekku maklum sih, namanya juga Mama. Memang sudah dari dulu seperti itu, enggak bisa diubah lagi hahaha.

Okay, sudah cukup jelas kan Mama suka beberesnya gimana? Nah, tapi ada kok beberapa barang yang Mama eman-eman banget, dan itu enggak tanggung-tanggung. Contohnya, buffet, lemari, dan kasur, semua serba kayu. I mean gini, Mama kan sekarang rumahnya lebih kecil, tipe 38, Kenapa masih bertahan  nyimpen barang yang memenuhi ruangan sih. Mbok ya dijual saja ketimbang sumpek. Ini enggak loh!  Beliau kekeuh enggak mau jual dengan alasan sayang.

Cuma, hal tersebut bisa diakali karena Mama pintar ngatur barang. Jauh berbeda dengan Papa. Tingkatan nyimpen barangnya juga jauh melampaui Mama. Kebanyakan perkakas kalau aku bilang. Ya masa' rumah kecil tapi beli kursi jati nagrong-nagrong gedhenya? Padahal barang lain kayak buffet, sisa etalase tokonya Papa, sampai meja kursi dapur sudah cukup bikin rumah penuh. Lha ini ketambahan kursi ukiran, tambah sumpek tuh rumah. Mana masih banyak pernak-pernik jarang kepakai kayak speaker, onderdil, dll yang enggak diberes-beresin. Rumah Papa tambah sesak. Dan giliran ditanyaian buat apa nambah barang, katanya ada orang butuh, terus Papa enggak enak.

Keleeeuuus. Lebih enggak enak mana sih, sama buang duit buat barang percuma kayak gitu?

Eits tapi ada yang tingkatannya di atas Papa, siapa lagi kalau bukan: Mertua. Tingkatannya sudah beyond galaxy. Kalau mau dipersempit lagi istilahnya, akan menunjukkan tanda-tanda tipe hoarder aka penimbun barang. Masih mending deh, kalau yang disimpen kaset, foto, atau buku. Lah ini sampai barang-barang lama macam kompor, oven, kardus bekas kulkas, kardus bekas magic com, semua ada. Mungkin kalau mau uplek di gudang, ada kali peninggalan sejarah megalitikum!

Mertuaku memang hobi nyimpen barang di gudang hingga seabreg-abreg. Bisa jadi karena rumah mereka luaaas, dan barang-barang yang bertumpuk enggak kelihatan sesak.

Tapi heran juga, karena pernah nih, beberapa waktu lalu, mungkin karena habis buka-buka barang di gudang, mertua lalu ngirimin kami baju-baju lama Suami dan adek ipar waktu masih kecil. Literally baju model oldskool terus agak disko 80-an gitu loh. Ada juga baju renang, model lawas yang ada roknya berlipit-lipit. Oh enggak cuma itu, bahkan ada baju masa kecil Suami di mana itu juga seragam acara keluarga. Berwarna hijau yang sudah agak pudar dan ada tulisannya "JAKARTA 1987". 

Kata mereka, sayang kalau dibuang, kan kenangan, siapa tahu bisa dipakai sampai cucunya. Well, finally yes for now, Alya pakai baju masa kecil Papanya. Agak kepaksa juga sebenernya.

Jujur ketika beberapa barang tersebut sampai rumah, reaksi kami kayak: "wow busyet! ini nambahin tumpukan barang kami atau gimana?". Alih-alih ngerasa nostalgic, yang ada malah takjub! Ya kok bisa sih, bertahun-tahun lamanya disimpen rapi, dan ini dipakai ke generasi selanjutnya. Okelah mungkin kalau dibikin konsep foto bakal keren, tapi enggak gitu juga kan. Wong dulu Suamiku enggak ada fotonya juga. T.T

Habis itu masih mikir, "ini kalau Alya sudah enggak muat lagi, ya masa' mau disimpen lagi sampai cicit?" 

Bayangan kami, baju tersebut pasti bakal makin pudar. Apa enggak sekalian saja dilaminating biar jadi warisan turun temurun? T.T

Maka, akhirnya kami mau enggak mau simpan barang tersebut di kardus, dengan maksud, supaya enggak nyakitin orang tua kami. Nanti kalau pas ke sini, terus nanyain dan barangnya enggak ada, wuah, berabe! Bisa perang Baratayuda.

Yes, perbedaan pemikiran kami dengan orang tua, karena kami sekarang menganut paham, hidup minimalis. Pelan-pelan sih, belum bisa semuanya.


Beberapa minggu lalu, kami beneran bongkar barang serumah. Menyortir, membersihkan, dan menata kembali perabot rumah supaya lebih ringkas dan longgar. Apalagi Alya kan sudah tidur sendiri, dan kamarnya pun kudu enggak pengap biar asmanya enggak gampang kambuh. 

Sortir barangnya berasa enggak habis-habis deh. Dulu pernah boneka sampai 3 dus sendiri akhirnya dihibahkan ke anak-anak kecil lain yang lebih membutuhkan. Alya sih kalau beberes rumah kayak gini sudah ngerti, nanti ada barang yang harus dipilah, and its okey for her. Dia sudah ngerti konsep berbagi.

Nah, awalnya memang cuma pengen nata kamar Alya saja kan, tapi setelah dipikir-pikir, kenapa enggak sekalian saja. Soalnya barang-barang di kamar belakang juga banyak, jadi harus disingkirin karena kasurnya juga tukeran sama Alya. 

Ternyata secara enggak sadar, selama ini kami tinggal sama sampah loh, huaaa. Iya, beberapa barang yang enggak kepakai akhirnya jadi rusak dan enggak bisa dipakai lagi. Kalau sudah begini, sudah enggak sayang lagi kan. Makanya, besok-besok begitu tahu ada barang layak pakai tapi sudah enggak kami pakai, mending dihibahkan saja deh, beneran. Daripada jadi enggak berguna?

Baca juga: Ngomongin Koleksi


Buku-bukupun juga kami pilah pilih, mana ada yang sudah dimakan rayap pula hiii. Ini mau enggak mau diberesin. Lalu perabot di kamar dipilih yang paling minim biar kelihatan luas. Sementara meja yang agak besar, kami jadikan meja makan. Maklum kami selama ini makannya di bawah, meja cuma berfungsi buat meletakkan menu saja.



Seharian rasanya enggak cukup buat beberes rumah. Tapi seenggaknya kami sudah siap mengumpulkan barang enggak terpakai buat disetor ke Bank Sampah Komplek. Hehehe. Kompleknya sudah punya Bank Sampah jadi ku sungguh senang.

Oh iya, kami berhasil memanfaatkan perabot besar tanpa membuangnya sama sekali. Yang kami buang hanya pernak-pernik yang penting semacam vintage stuff yang sudah buluk, mainan rusak, baju, tas, sepatu, botol, dan seabreg-abreg barang warisan zaman ngekost.

Alhasil, rumah kecil kami terasa longgar yeeee!!!

Anyway, beberes kayak gini bikin kami bersyukur. Karena selama ini, kami justru berlebihan.. Dan percaya enggak percaya, lihat tumpukan barang yang terbuang, bikin mikir dua kali kalau mau beli barang lagi. Mau sepatu, mau baju, mau perabot dapur, beneran, besok-besok pasti mikir ini penting enggak?

Sekarang kami cuma sepatu yang ya dipakai saja, wong artis bukan, selebgram juga bukan. Jadi ya enggak keharusan. Outfit sehari-hari cuma hasil mix and match. Misal pengen beli lagi, harus relain beberapa buat orang lain. Lemari sekarang sudah enak banget menatanya. 

Baju-baju Alya juga gitu kok. Mana seumur Alya kan gampang gedhe ya, jadi baju dan sepatu yang ketat langsung dihibahkan. Kadang Alya sendiri dapet lungsuran dari kakak-kakak sepupunya. Dan ya kayak gitu di keluarga kami.

Kami percaya gini, setiap barang punya tuannya, dan tuannya bisa silih berganti, enggak cuma satu dua saja. Maka, jika ada barang yang enggak kepakai, kalau masih bagus kami hibahkan, sementara kalau enggak kepakai, disetor ke Bank Sampah.

Alhamdulillah, pelan-pelan mengurangi hasrat menjadi impulsif buyer. Beli barang semampunya, sebutuhnya. Enggak usah ngoyo, enggak perlu gengsi. Karena yang nikmatin ya kita sendiri. Bener enggak sih? Hehehe.
Share
Tweet
Pin
Share
7 komentar
Memutuskan bekerja kantoran atau freelancer, sebetulnya punya banyak kesamaan, terlebih soal cara bekerja. Perbedaan mencoloknya cuma soal waktu dan tempat. Iya sih, kalau bekerja di rumah, kita enggak perlu macet-macetan ke kantor, enggak perlu bangun pagi-pagi buta, sambil sarungan pun juga bisa.

Namun, kalau dipikir-pikir, misal mau membandingkan, kadang malah bikin jadi blunder dan bikin kita enggak relevan. Makin kita ((UDUR-UDURAN)) soal lebih enakan yang mana, pasti nanti ngaruh ke kinerja kita. Lagian pilihan kerja kan disesuaikan sama kondisi, genggeus amat pakai iri-irian.


Contoh sederhana. Ada temen yang ngelihat IGs ku waktu aku nulis naskah di rumah. Mungkin dipikirnya, "wah enak ya, yosa bisa kerja di rumah sambil monitoring anak". Lalu temenku tersebut reply message dan bilang "kapan ya aku bisa kerja seenak kamu". Padahal faktanya, di rumah aku susah konsen, kadang sampai harus nitipin Alya ke Mama barang sejam dua jam demi tulisan yang cepet kelar. Soal inspirasi, mbuh gimana caranya kudu ada. Aku sudah terbiasa sama tekanan kali ya.

Akan tetapi sahabat, perlu aku kasih tahu ya.

Pertama, siapa yang bilang kerja itu gampang? Mau kerja ngantor, mau kerjaannya nulis sambil ngopi di cafe, mau bikin bisnis, semua punya perjuangannya sendiri-sendiri. Aku enggak bisa bilang freelancer itu pilihan paling baik. Aku juga enggak pernah tuh, maksa kalian buat sama-sama kerja sebagai freelancer. Wong kalau keinget asyiknya punya teman di kantor saja, aku kangen kok!

Kedua, apakah pekerjaan kamu merupakan pilihan dari lubuk hati yang terdalam? I mean, seenggaknya kalian sudah berdamai dengan diri sendiri. Kan ada ya yang bekerja karena kebutuhan, dan ada juga yang bekerja sesuai dengan passion. Masalahnya, kalau semua disangkutpautin sama enak enggak enak dan efek 'kelihatannya', beneran deh, enggak akan ada habisnya. Yang ada, kita malah jadi nglokro sama kerjaan kita sekarang.

Ketiga, sudahkah kamu berani memutuskan keluar dari zona aman? Atau sudah kadung enggak mau ambil risiko, sehingga menyebabkan kamu terlalu buang waktu buat mencari yang baru. Karena gini nih, ada beberapa orang yang selalu iri sama kerjaanku, tapi di sisi lain dia juga enggak cari tahu sendiri. Gimana caranya jadi freelancer yang baik, gimana konsisten ada kerjaan, gimana nagih fee yang lama enggak kebayar. Yang gitu-gitu apa sudah dipikirkan?

Oke sekarang kita bahas ya!

Perlu diketahui, segala pilihan, pasti punya sesuatu yang dikorbankan. Ada kalanya kita harus berambisi memenuhi hasrat buat nyari passion dan harus mengorbankan waktu buat keluarga. Ada juga yang harus menahan egonya karena harus cari uang semata.

Intinya adalah: BUAT APA KAMU BEKERJA?

Karena seperti pengalamanku selama 5 tahun bekerja freelance, tantangan kerjaan lebih riskan dan lebih gila loh. Beberapa sudah aku tuliskan di blog. Dari yang soal fee yang enggak sesuai, brief yang enggak jelas, sampai revisi seabrek-abrek. Baca deh: Fee, Brief, dan Revisi

Misal nih, kalian kaget sama situasi setelah kalian resign, apakah kalian siap? Kalau sakit terus siapa yang mau menjamin? Sudah punya asuransi? Atau sudah ada BPJS? Duh, mikirnya harus panjang loh.

Biar enggak rancu. Sesuai pengalamanku saja ya, kenapa aku bisa bertahan menjadi freelancer. 

Waktu pertama kali memutuskan aku resign, aku sudah ada tabungan untuk hidup beberapa bulan ke depan. Ambil contoh buruknya nih, kalau aku enggak ada callingan, paling enggak ada duit buat bertahan. Ya buat makan, ya buat bayar kost, inipun aku irit-irit.

Disamping tabungan uang, aku juga punya tabungan "punya banyak teman". Maksudnya, banyak teman bagiku banyak jalan untuk dapat kerjaan. Soalnya, freelancer tetap butuh orang untuk bertukar pikiran. Aku sampai gabung di beberapa komunitas dan SKSD teman baru lewat media sosial. Yaaa, ngobrol yang ringan-ringan dulu, nanti sepik-sepik manja, baru melipir cari info kerjaan. Kelihatan ngemis ya, ya enggak sih hahaha. Namanya juga usaha.

Satu lagi yang penting, aku bikin bisnis kecil-kecilan. Sebelumnya sudah kebayang kalau jadi freelancer itu penuh tantangan dan aroma persaingan makin tajam. Makanya, aku bikin usaha yang kira-kira ada pemasukan harian. Seperti jualan baju, produk kecantikan, sampai aksesoris lucu, juga harus pinter-pinter cari pasar.

Iya, freelancer mengajariku banyak hal terlebih soal keberanian. Mungkin nih ya, kalau aku masih bertahan jadi pegawai, aku enggak bakal banyak pengalaman yang bikin aku bisa rutin nulis blog kayak gini. Mungkin aku juga enggak bisa punya banyak kenalan dan terpatok sama itu-itu saja. Mana kantorku dulu gajinya juga enggak seberapa. Wah, sakit lah pokoknya.

Aku percaya, jalan itu enggak cuma satu dua, ada banyak ruas jalan. Tinggal kita mau pilih mana.

Kembali ke pertanyaan temenku di atas tadi. Kalau ditarik garis korelasi, mungkin pertanyaannya jadi begini "aku pengen resign, ada saran enggak biar aku bisa jadi freelancer kayak kamu?"

Jangan pikir pendek deh. Jangan karena kamu bosan sama ritme kerjaan, sakit hati gara-gara omongan bos, atau gaji yang enggak seberapa bikin kamu nglokro. Kecuali nih, kamu berani keluar dari zona aman itu tadi. The decision is in your hands. Seberapa niat kah kamu mencari apa yang menjadi hak mu.

Tapi misal kamu kesusahan untuk bergerak karena ada sesuatu yang tertambat, ya sudah, berdamailah dengan keadaan dulu. Jalanin yang sudah ada, toh kalian tiba-tiba resign juga belum tentu jaminan lebih baik. NAH LOH!

Aku sih mau ngasih saran saja. Kalau kalian sudah punya tabungan, sudah punya pandangan, apalagi yang masih sendiri belum punya tanggungan, go a head. But on the contrary, misal kalian masih bingung mau kemana, uang sudah limit, mana punya tanggungan, duuuh, mending enggak usah ngorbanin nyawa deh. Masih banyak yang perlu dipikirin ketimbang ego doang. Beneran.

Cara terbaikya adalah, dimanapun, kapanpun, apapun kesempatannya, buat diri kamu berkualitas. Serius! Hal-hal kecil saja, kayak jangan terlambat bekerja, kerjaan harus cepat dikelarin, bikin usaha kecil-kecilan, atau bikin suasana kerja yang asyik. Siapa tahu sih, di balik itu semua kalian dapat promo kerja, dan ditawarin kerjaan lain yang lebih bonafit.

Sekarang ini, yang enggak dapat kerjaan saja banyak. Syukuri dulu coba apa yang menjadi tanggungjawab kamu. Enggak semua orang punya kesempatan sama, namun semua orang punya waktunya masing-masing.

Kalau kalian belum berani, mungkin belum saatnya. Ingat, teruslah berusaha, berkarya, hidupkan passion, karena kamu itu berharga.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Sudah lama rasanya di blog enggak cerita soal perkembangan dan fase yang sedang Alya alami saat ini. Kadang suka ngerasa capek karena banyak kerjaan, bikin lupa daratan hingga ternyata sadar "loh Alya mau 4 tahun saja". Dan otomatis, fasenya pun berubah, ada yang baru, ada juga yang perpanjangan (lu kira STNK) fase sebelumnya. 

Seperti biasa, setiap awal fase, rasa kaget dan gregetan selalu menghantui. Mana kalau kadang sudah nemu cara ngakalinnya, timbul lagi fase baru. Gitu terus ritmenya, mbuh sampai kapan. Jadi kalau ada yang nanya, "kapan Alya punya adek lagi", ya memangnya gampang apa ngedidik anak dengan baik. Bikinnya sih cincai, mau tiap hari juga oke. Lah kalau jadi padahal kami belum siap, terus apa enggak budreg ni kepala. Sorry, kami lebih mementingkan kualitas daripada kuantitas.

Aku juga enggak mau diajak berdebat bahwa anak itu rezeki. Bagiku kekeuh, cari rezeki bukan berarti harus bikin anak. Banyak kok cara lain, seperti cari kerja sampingan, bikin bisnis, atau perbanyak teman biar jalan dan pikiran untuk kerjaan semakin lebar.

Well, intinya bukan urusan kalian maksa aku punya anak lagi. Kesiapannya kapan, lihat situasi nanti. Nah daripada mencak-mencak, sekarang aku mau cerita tentang fase Alya menjelang umur 4 tahun saja, biar lebih banyak yang ngerasa samaan, bisa kompak dan banyak temannya. Yok merapat!


Seperti yang sudah diketahui dan sering aku ceritakan, Alya sudah masuk PAUD sejak umur 2 tahun. Tapi itu masih sering bolos dan semau gue. Kalau hatinya lagi seneng minta sekolah, dan kebalikannya, kalau lagi bad mood, pengennya di rumah. Belum kalau aku lagi ke luar kota dalam waktu yang lama, mana Mama waktu itu belum pensiun, jadi Alya aku ajak sekalian biar aman dan nyaman. Intinya, bagi kami, sekolah murni untuk sarana bermain dan bersosialisasi.

Masuk umur 3 tahun kemarin, Alya lebih rajin. Di sini dia sudah paham betul, bahwa sekolah itu menyenangkan. Habis kalau di rumah terus dia bosan, dia juga bingung kalau enggak ada yang diajak main. Anaknya rempong banget, enggak ada temen susah, ada temen enggak mau yang banyak-banyak. Kami harus pinter-pinter memberikannya aktivitas yang memforsir tenaga dan pikirannya, biar nanti dia juga bisa tidur nyenyak dan makan banyak. 

Enggak bisa dipungkiri, ini sangat berpengaruh besar loh buat Alya. Misalnya tenaganya masih ada, dia bakalan susah tidur dan rewel ngeluh main terus. Sementara kami harus tetap kerja. Gimana ya, durasi PAUD masih 2 jam an. Sampai rumah kudu main sampai jadwal tidur siang. Nanti begitu bangun main lagi sampai malam. Enggak bisa deh kayaknya terus-terusan kami handle gantian?

Makanya, rencana ke depan, TK mau aku full-day in. Seenggaknya yang sampai jam 1. Biar aku bisa manage kerjaan. Pagi buat kerja, sore sampai malam main sama Alya.

Oke, aku petakan dulu deh perkembangan anak di usia 4 tahun. Antara lain:

Perkembangan Fisik
Terbagi menjadi dua, yaitu motorik halus dan motorik kasar. Supaya lebih jelas, aku jabarin dulu deh. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh, yang dipengaruhi oleh usia, berat badan dan perkembangan anak secara fisik. Misalnya gimana cara dia duduk, menendang, berlari, atau naik turun tangga. 

Sedangkan motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi mata-tangan. Berbeda dengan motorik kasar, saraf motorik halus dapat dilatih dan dikembangkan melalui kegiatan dan rangsangan secara rutin. Seperti bermain puzzle, menyusun balok, memasukan benda ke dalam lubang sesuai bentuknya dan semacamnya.

Di usia 4 tahun, anak biasanya sudah bisa berdiri dengan satu kaki, meloncat, memasang kancing baju, sampai berjalan di atas kayu. Untuk kemampuan menggambar, coba deh dilatih menggambar garis lurus, lingkaran, atau persegi. Karena ini bisa ngelatih kepekaan dan konsentrasi anak meniru apa yang harus dikerjakan secara detail. 

Perkembangan Perilaku
Pada tahap ini, anak sudah bukan tahap mencontoh perilaku lagi, melainkan sudah ke tahap negosiasi dan membuat aturan baru. Batasan-batasan yang diberikan kita kadang dilanggar, makanya, kita harus pinter-pinter membuat anak terbuka untuk mengungkapkan kenyamanannya.

Aku enggak bilang ini gampang, wong bikin peraturan kan harus ada persetujuan kita sebagai orang tua, dan anak tentunya. Mengikuti perintah dan keharusan mungkin menjadi hal yang sulit buar anak, jadi ya kalau mau ngasih tahu anak, harus dilakukan perlahan dan TERUS-TERUSAN.

Oh iya, lingkungan juga memengaruhi sikap anak. Penting banget membatasi anak dan memberitahu baik buruk yang ia lakukan. Kalau perlu, awasi waktu mereka bermain. Ketika ada interaksi negatif, di sinilah peran kita diperlukan.

Aku sendiri masih selalu ngawasin Alya. Mau dibully, atau ngebully temannya, aku selalu ada dan pasang tameng. Aku berusaha adil. Kalau Alya salah, Alya harus legowo minta maaf. Kalau temennya salah, Alya harus ikhlas memaafkan. Perkara temennya minta maaf atau tidak, semua harus kembali dulu ke Alya. Yang penting Alya baik saja aku sudah bahagia.

Perkembangan Bahasa

Pada umumnya, anak usia 4 tahun mampu berbicara dengan jelas, walaupun kadang ada huruf yang sulit untuk diucapkan, seperti R, S, atau TH. Tapi rata-rata ya sudah enggak cadel lagi. Cuma kalaupun cadel, enggak usah ngeper, karena itu masih dalam tahap wajar hingga usia 6 tahun. Alias masih bisa ditolerir kok. Intinya berikan semangat dan latih terus untuk mempelajari kata-kata baru.

Sudah sejak umur 2 tahun, aku ngelatih Alya bercerita sendiri. Gampangnya gini, aku selalu nanya "tadi ngapain saja sama teman-teman?" Nah gitu terus, biar Alya juga bisa terbuka sama orang tuanya. Sekarang, perkembangannya sudah jauh banget. Alya sudah bisa ngarang cerita saking suka ngomongnya. Dia kayak punya tokoh fiktif di dunia imajinasinya, namanya Mbak Ellen. 

Kalau versi Alya, Mbak Ellen itu enggak mau berbagi, enggak suka mandi, enggak mau sekolah. Nah, beda sama Alya. Alya jadi semangat gitu loh, dan tahu baik buruk sikap yang biasa anak kecil lakukan.

Nah, itu baru perkembangan ya. Alhamdulillah perkembangan Alya normal dan enggak banyak PR-nya. Tapiiii, itu belum perilakunya yang ya ampooon. Kelakuan Alya ini unpredictable dan susah buat ngeredain emosinya. Oke deh daripada lama-lama, aku rekap saja kelakuan Alya yang mungkin kita samaan bundaaa...

1. Gonta ganti baju masih saja berlaku. 
Tiap bangun tidur, habis mandi, mau ngaji, mau sekolah, yang dipikirannya adalah "pakai baju apa?". Kami sampai bingung sifat ini nurun dari mana? Wong kami itu seadanya, paling banter ya mix and match biar enggak kelihatan pakai itu-itu saja. 

Alya ini parah deh. Kalau diturutin, sehari bisa gonta-ganti baju sampai 5 kali. Padahal yang biasa pun kami cukup sering ganti bajunya. Pulang sekolah, ganti baju. Nanti habis mandi ganti. Sebelum tidur pakai piyama. Nah, itu menurut Alya masih kurang tuh. Kadang masih seenaknya saja ambil baju dan pakai sendiri. Ya iya sih, sudah bisa pakai sendiri wong umurnya saja sudah mau 4 tahun. Tapi kan siapa yang nyuci dan setrika. Berjibun loh bundaaa.

Baca juga: Selera Berpakaian Alya

Jadi di sini akan kusimpulkan saja, ini bukan fase melainkan sifat aslinya. Hiya hiya.

2. Alya sudah bisa tidur sendiri dan merasa sudah besar. 
Sudah aku ceritain ya, kalau Alya berhasil tidur sendiri. Ini murni karena ketidaksengajaan dan tidak direncanakan. Baca dulu deh ceritanya di sini.

Sepanjang malam, paling kalau kebangun, minta pipis atau minta minum. Selebihnya nyenyak nyak. Itu poin plus-nya. Point minusnya, aku jadi enggak bisa lagi pakai acara ngancem-ngancem segala kalau Alya rewel. Dulu kan ngak ngek dikit aku hitungin. Kalau sampai 5 kali lebih, tidur sendiri. Di situ Alya takut tuh, takutnya karena dia enggak nyaman kalau enggak bobok ditengah antara Papa dan Mama.

Nah, sekarang dia ngerasa besar karena berhasil melawan ketakutannya. Dan berimbas ke segala sesuatu yang dia lakukan. Iya, saking ngerasa mandiri dan sudah bisa apa-apa sendiri, jadi ya dia kadang makin semaunya.

3. Alya masih tantrum.
Enggak sering sih aslinya. Cuma kalau sedang mbuh-nya kumat dan maunya apa enggak diturutin, biasanya strategi ini yang akan dilakukan. But sekali lagi, dia sudah bisa mengelola emosinya sendiri. Aku paling bilang "Alya kenapa nangis? Mau nangis dulu?" Lalu dijawab Alya, "Maaaa... peluuuuk". Baru setelah dia ngerasa tenang, akan bercerita, apa yang dia rasakan, dan maunya apa.

Soalnya aku juga memberlakukan delay gratification. Enggak semua yang dia minta simsalabim langsung ada di depan mata. Bahkan terkadang, kita harus merasakan kecewa karena apa yang kita minta, enggak tercapai sepenuhnya.

Mungkin bagi sebagian orang, ini adalah hal yang 'enggak dilakukan enggak apa-apa kan bunda, wong ngasih apa yang dia minta kan enggak ada salahnya'. Tapi, kalau bagi kami, keinginan itu bukan cuma sekadar barang loh, bisa jadi soal cinta, sampai kepuasan. Yang susah nih yang kayak gini. Aku enggak mau nantinya Alya jadi anak yang maksaan dan ngebully orang tuanya. Kalau enggak diturutin marah. Marah ngamuk.

Ada kan yang maksa minta motor, begitu enggak diturutin ngamuk sampai tega bakar rumah keluarga?

Ini saja Alya kalau ngamuk ngeri kok. Sampai kami ngejulukinya Venom. Kelihatannya diam, anteng, ramah, padahal senggol dikit, langsung keluar monsternya.

Aku sih masih berusaha banget supaya dia bisa melampiaskan emosinya ke hal lain. Seperti menguras tenaganya dengan olahraga, main sepeda di komplek, bikin ketrampilan tangan, atau ngajak dia turut mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

4. Alya jadi rebutan
Yang cerita malah dari tetangga. Dia bilang, kalau beberapa kali ngelihat Alya diajak ngegap sini ngegap sana. Mau ngakak tapi kok gimana. Dipikir-pikir, Alya kan mood-nya gampang berubah, terus sikapnya jadi enggak jelas, kadang baik, kadang juga nyebelin. Aku enggak tahu letak di mana Alya disenengin teman-teman. Kemungkinan terbesar, karena Alya enggak pelit berbagi mainan atau makanan, dan bisa ngelucu.

Aku pernah sih lihat sendiri. Alya sama teman-teman mainan tenda-tendaan, dan salah satu temannya nyuruh Alya jadi hantu. Beneran itu Alya mau dan enggak ada masalah gitu loh. Yang penting semua senang, semua ketawa.

5. Bullying
Pernah dibully, pernah juga ngebully. Kalau dibully, sekarang dia bisa speak up, kadang bales ngomongin tanpa harus fight back. Sementara kalau ngebully, lebih sering karena dia ngerasa diganggu duluan. Enggak jarang deh, Alya berani bentak, pukul, cubit, dan itu tadi yang mengerikan: VENOMnya keluar.

Masih jadi PR juga nih, mengingat anak-anak itu ritme bermainnya ya kayak gitu. Yang lebih lucu lagi, misal pagi berantem, nanti siangnya juga baikan lagi. Mungkin yang perlu ditekankan malah orang tua kali ya. Jangan baperan dan harus bisa mengatasi bullying ini secara tepat.

Oh iya, selain sama teman, Alya bisa dikatakan satu dua kali hampir mau ngebully kami. Semacam: "Mama ambilin minuuum" atau "Papa temenin Alya aja enggak usah kerja". itu pakai ngebentak masa'.

Untung kami kompak, jangan sampai kami kalah set. Hal-hal yang kayak gini yang harus segera mungkin diluruskan. Okelah kalau dia lagi lemes, bangun tidur, atau ngomongnya baik-baik, lah tapi kalau nyuruh-nyuruh kasar seperti itu, apa kami enggak terpancing emosi. Duh biyuuung.

Sekali kami lengah dan ngebiarin Alya ngebentak kami buat ngambilin sesuatu yang dia minta tadi, balik lagi nanti jadi kayak poin 2. Alya kudu bisa berdamai dengan dirinya. Lagian dia juga bisa sendiri, ngapain harus minta tolong? Males? Walah, baru kecil sudah males gimana besarnya coba?

Masih banyak yang harus aku kejar selain perkembangan fisik. Sosio emosi dan kognitifnya juga penting loh. Jangan tertekan pada "oh anakku sudah bisa loncat lari, padahal mengungkapkan emosinya saja belum bisa". Ini beneran loh, mengenalkan emosi juga harus selalu dilakukan, jangan bosen-bosen sounding. Karena sesuai kata orang, punya anak itu harus sabar dan ikhlas. Enggak tahu deh sampai kapan endingnya.

Jadi intinya, anak satu saja masih selalu bikin aku belajar kok, gimana anak dua, apa enggak makin emosi jiwa, hehehe. Anak itu tanggungjawab kita, otoritas pun ada ditangan kita. Samaan kok, aku juga pengen, Alya jadi anak yang baik dan sehat, sesuai dengan perkembangannya.

Sebagai penutup, nih yang bilang Alya termasuk anak yang gampang diatur dan enggak rewelan. Enggak ada sih aslinya, yang bikin anak, mak bedunduk bayi sudah dalam keadaan baik dan pintar. Semua tuh butuh usaha bundaa.

Salam!

Share
Tweet
Pin
Share
4 komentar
Barang kali ada yang masih bingung sama warna coral? Memangnya warna coral itu warna yang gimana sih?

Oke aku jelasin dikit ya. Warna coral merupakan hasil dari warna orange dicampur dengan sedikit warna pink, yang hasilnya menjadi orange ke pink-pink-an. Warna coral sebenernya adalah representasi warna karang laut (coral) dan resmi ditetapkan sebagai warna pada tahun 1513. 

Warna coral punya bangsanya sendiri, jadi warnanya pun bermacem-macem. Ada coral pink, coral red, coral light, sampai coral dark. Di tahun 2019 ini, warna yang ditetapkan sebagai color of the year-nya adalah Living Coral.

Nah loh, bingung enggak sampai ubun-ubun?!


Kalau dalam dunia desain, cincay lah nentuin warna dengan kode pantone. Atau milih cat tembok, rasa-rasanya jauh lebih gampang dan banyak varian ketika kita pengen warna coral.

Tapi, bagaimana dengan make up? Duh mak, mau nyerah tapi kadung menerima tantangan, hahaha.


Jujur saja, aku sempet kebingungan sama warna coral. Baik koleksi lipstick maupun eyeshadow, semua enggak ada warna coral-coralnya. Ya seeenggaknya yang mendekati lah, ini beneran enggak ada. Padahal kalau dipikir-pikir, warna ini cakep juga ya. Mungkin aku terbiasa default make up itu-itu saja, pol mentok smokey eyes, jadi ya enggak banyak koleksi warna aneh-aneh.

Maka aku putuskan beli satu lipstick yang menurutku cukup merepresentasikan Living Coral. Lipstick apakah itu? Mizzu Valipcious Velvet Matte Shade Glee! Tenang, aku enggak dalam keadaan terpaksa kok beli lipstick ini, karena pas dipakai uwaaaw aku langsung syuka!

Baiklah, seperti biasa, dengan alat yang seadanya -dan aku bisanya cuma make up simple, anyway- aku bikin saja look ala-ala korea. Make up sederhana, flawless dengan nuansa coral.

Bagaimana prosesnya, mari kita simak bareng-bareng.


Pertama, aku kondisikan dulu kulit wajah bersih dan minim komedo, ini penting bowk, karena buat menghasilkan make up flawless itu cukup susah. Aku exfoliating wajah dulu supaya tekstur kulit lebih licin. Setelah ritual bersih-bersih wajah, baru deh pakein PHTE-nya Avoskin. 

PHTE Avoskin kerap kali jadi based make up, tapi kali ini aku tetep tambahin Baby Skin Pore Eraser Maybelline ke seluruh wajah. Aku cocok pakai si Baby Skin karena bikin pori kulit kelihatan mengecil. Asal tidak di zoom loh ya hahaha.

Setelah itu baru deh aku pakai Make Over Ultra Liquid Foundation. Aku pilih yang liquid, soalnya aku enggak suka tampilan matte. Gimana ya, dempul banget dan sumuk gitu. Kalau berkeringat bisa crack huhuhu.


Sebenernya sampai sini kondisi wajah sudah lumayan kok. Sudah bisa menghasilkan tampilan flawless apalagi buat kalian yang punya kondisi kulit normal dan enggak jerawatan kayak aku. Cuma karena ada beberapa bagian yang terlihat berminyak, jadinya aku tap tap pakai Fanbo Acne Loose Powder.

Langkah selanjutnya adalah menghias alis -seperti biasa- dengan Viva! Aku enggak tebel-tebel makenya. Cukup dipulas sekali dua kali, terus diarsir pakai brus. Kalau biasanya aku alisnya on fleek, kini kalem saja, sudah paling bener. Wk.

Nah, giliran mata nih. Biar agak glossy, aku olesin dulu Vaseline Repairing Jelly. Baru aku pulaskan Mizzu Valipcious Velvet Matte shade Glee ke seluruh kelopak mata. Ratain saja sampai bawah alis. Terus pulaskan juga sebagai blush on di bawah mata seperti kamu sedang bikin igari make up.


Karena aku ngerasa kurang di bagian mata, maka aku tambahkan Wardah EyeXpert Optimum Hi-Black dan pakai bulu mata palsunya Sulamit Twinkle Twin Faux Eyelashes. 

Terakhir bagian bibir. Aku pakai Vaseline Repairing Jelly plus diolesin Mizzu Valipcious Velvet Matte shade Glee ini, karena Mizzu teksturnya matte, sedangkan aku pengen agak glossy. Terus ternyata hasilnya enggak secoral yang aku bayangkan. Mungkin karena pengaruh bibirku yang gelap kali ya. Nah, aku tambahin Brun Brun Paris Lip Cheek Eye Color - Seduce tipis-tipis aja. Kemudian, diblend and, voila!

Hasilnya lumayan kok, warna coralnya jadi lebih menyala dan enggak terlalu doff.

Awalnya aku ngerasa, wah mau jadi apa ini prok prok prok. Tapi setelah aku madep mantep enggak banyak cing cong buat make up an sendiri, eeeh ternyata hasilnya leh uga ya kak! Mungkin diantara kalian yang samaan? Mau make up an tapi banyakan mikir? Habis kebanyakan mikir, terus malah asal poles sana poles sini? Sini toss dulu kita. Biar nanti ada grupnya hahaha.

Oh iya, aku rekap saja ya aku pakai apa saja. Ini dia diantaranya:


FACE
Avoskin Perfect Hydrating Treatment Essence
Baby Skin Pore Eraser Maybelline
Make Over Ultra Liquid Foundation (shade nude silk)
Fanbo Acne Loose Powder (shade transcluent)

EYEBROW
Viva Eyebrow Pencil Dark Brown

CHEEKS
Vaseline Repairing Jelly
Mizzu Valipcious Velvet Matte – Glee
Focallure Trio Blusher & Highlighter Palette Original

EYES
Vaseline Repairing Jelly
Mizzu Valipcious Velvet Matte – Glee
Maybelline Magnum Volume Express
Wardah EyeXpert Optimum Hi-Black
Sulamit Twinkle Twin Faux Eyelashes

LIP
Vaseline Repairing Jelly
Mizzu Valipcious Velvet Matte – Glee
Brun Brun Paris Lip Cheek Eye Color - Seduce


Surprisingly, wajahku yang galak kelihatan lebih anteng dan kalem (ngareep). Aku suka nih tampilan seger kayak gini. Dibikin demam tapi masih kelihatan softnya. Besok-besok pasti jadi andalan ngalahin smokey eyes hahaha.

Kalian pengen inspirasi coral make up lainnya? Coba deh, kepo-in si Eka Apriliana Dewi. Bold Looknya cakep bener, aku enggak kepikiran bikin kayak dia hehehe.


Oh iya, namanya juga collab, jadi pesertanya juga banyak. Ini dia mereka.




Adakah kalian di sana? Atau belum pernah gabung sama sekali? Nah, kalau kalian tertarik, coba deh gabung sama make up collabnya Beautiesquad, yang diadakan rutin tiap bulan. Enggak rugi, serius. Yang ada kalian malah bakal bisa ngembangin skill make up, tambah temen, dan belajar disipilin bikin postingan. 

Sudah ya, segitu dulu. Sampai jumpa di collab selanjutnya. Aku tunggu ya!
Share
Tweet
Pin
Share
10 komentar
Boleh dibilang, keluhan di sekitar wajahku hanya berkutat soal jerawat dan bekasnya. Lainnya, ummm, kayaknya kok enggak ada. Salah satu yang mungkin enggak kalian sadari dan menjadi kebanggaanku selama ini adalah, aku nyaris enggak punya kantung mata. Ada sih samar, tapi enggak kelihatan. Jadi, perawatan mata sering kali aku abaikan.

Dulu, waktu masih sering syuting kejar tayang -yang mana pulang jam 10 malam saja sudah prestasi- aku pernah pakai produk hits merek G, yang bentuknya roll on. Cuma biar mencegah mata panda saja sih fungsinya, enggak lebih. Namun nahas, bagiku model roll on sama dengan menyusahkan diri sendiri, yang cukup ceroboh memakai barang. Gimana enggak? Orang dari lipgloss, deodorant, sampai minyak angin aromatherapy, bentuknya sama, roll on semua.

Enggak sekali dua kali aku salah pakai. Ya masa lipgloss taruh di bawah mata. Apa enggak berabe ceritanya. Intinya, waktu itu aku enggak tertarik sama produk untuk merawat area sekitar mata. Antara ngerasa memang enggak punya masalah sama kerutan, dan juga belum menemukan produk yang pas. Sampai akhirnya di umur 30-an tahun ini, aku baru sadar, loh ternyata kerutan area mata timbul juga? Nah, perjalananku mencari eye cream pun dimulai kembali.


Kalau boleh menobatkan salah satu produk lokal yang cukup konsisten akan kualitas dan banyak menuai kesan positif, aku pasti bakal nyebut Avoskin. Strateginya keren, pakai the power of social media, website resmi yang aktif, dan menggaet beauty influencer yang tepat. Sebagai orang dibalik layar audio visual, aku bergumam sendiri, "wah lama-lama iklan televisi bisa enggak laku nih hahaha".

Well, skip saja soal kerjaan biar nanti jatuhnya enggak curhatan. Walaupun memang perlu diketahui, kerjaanku ini mau enggak mau berdampak pada pola hidup. Begadangan, kebiasaan minum manis, makan seenaknya, maupun jarang olah raga, rasanya orang film memang seperti itu semua ya. Nah, untungnya nih, pelan-pelan mampu aku perbaiki.

KONDISI AREA MATA


Kembali lagi soal mata. Umur 20 tahunan ya mana kerasa ada kerutan atau enggak. Asal senyum enggak ada kerut, aku anggap aku enggak punya masalah apa-apa. Sekarang ini berbeda. Aku ngerasa, bawah area mata bawah sudah mulai terlihat kantungnya. Terus kalau senyum, di bagian luar mata, kerutan sudah makin jadi.

Selanjutnya mau digimanain nih, dicuekin saja atau sudah waktunya memulai perawatan mata?

Ya jelas aku pilih yang kedua. Karena enggak mungkin aku nyaman akan kerutan dan bikin penampilan enggak segar. Aku enggak mau pakai make up terus-terusan buat nutupin kekurangan. Aku maunya, make up enggak make up, aku tetap percaya diri kemanapun aku pergi.

So, inilah dia yang aku pakai selama hampir sebulan ini, AVOKSIN INTENSIVE NOURISHING EYE CREAM.

Nomor BPOM :
POM NA 18170103379

Berat Bersih :
10 gr


KLAIM


Avoskin mengklaim produknya ini mengandung minyak esential, memberikan sensasi kesegaran, dan formula ringan untuk berfungsi menjaga kelembapan area mata selama 24 jam. Avoskin Intensive Nourishing Eye Cream juga membantu mengurangi lingkar hitam, mengurangi kantung mata, menjaga area kontur mata agar tetap sehat dan lembap.



INGREDIENTS


Aqua, Ethylhexyl Olivate, PEG-4 Olivate, Phytosteryl/Octodecyl Lauroyl Glutamate, Tocopherol, Aloe Barbadensis Leaf Extract, Cucumis Sativa (Cucumber) Fruit Extract, Collagen, Acrylates/Acrylamide Copolymer, Phenoxythanol, Mineral Oil, Pachyrrizus Erosus Root Extract, PEG-12 Dimethicone, Coffee Arabica Seed Powder, Macadamia Ternifola Nut Oil, Algae Extract, Triethalomine, Anthemis Nobilis Flower Oil, Tea Tree (Melaleuca Alternifolia) Oil, Hyaluronic Acid, Vitis Vinifera (Grape) Seed Oil, Kojic Acid, Polysorbate 85


TEKSTUR & SCENT


Berbeda dengan Eye Cream lainnya, tekstur Avoskin Intensive Nourishing Eye Cream cukup kental tapi juga ada kayak jellynya. Aduh gimana ngejelasinnya ya, yang jelas kalau diambil tuh enggak lengket dan bisa nempel kenyal kayak slime.

Begitu diaplikasikan di area mata, akan langsung terasa lembapnya. Ada yang bilang, kalau akan terasa mak nyes di kulit. Tapi kalau aku pribadi, enggak ngerasainnya. Pertama, mungkin karena aku pernah pakai merek G yang bener-bener langsung nyes, dan dua, sekarang aku lebih sering pakai produk kulit wajah yang menyegarkan. Jadi begitu dipakein Eye cream ini terus enggak kerasa efek cooling nya. 

Lalu soal scent, aku ngerasa enggak terlalu menyengat dan wangi tipis-tipis saja. Agak susah mendeskripsikan wanginya sih. Yang jelas, enggak terlalu menyengat, lembut, dan nyaman digunakan.

Aku pakai Eye Cream dua kali sehari. Pagi sebelum beraktivitas dan setiap malam sebelum tidur sebagai pelengkap perawatan wajah. Colek dikit saja langsung bisa diratain di area mata. Dan cakepnya lagi, produk ini gampang menyerap dan enggak perlu waktu yang lama.


Dengan harga Rp 149.000, i think it's worth a try. Habisnya bisa cukup lama loh, mungkin sekitar 2 bulanan. Ini aku sudah pakai sebulan saja masih sisa setengah kok. Jadi aku enggak bisa bilang produk ini murah, ataupun mahal. Karena semua kan dibalikin sama kondisi budget wkwk. Yang penting, aku pribadi, masih aman di kantong.


CARA PAKAI

Aku punya beberapa tips buat kalian yang pengen nyobain si Eye Cream dari Avoskin ini. Karena jujur saja sih, kadang-kadang kita lupa kalau aplikasikan Eye Cream enggak bisa yang sembarangan juga.

1. Taruh Avoskin Intensive Nourishing Eye Cream di kulkas.
Ini aku tahu dari IGs nya Avoskin langsung. Disitu dibilang kalau Avoskin Intensive Nourishing Eye Cream dan Hydrating Treatment Essence lebih baik disimpan di kulkas. Karena ada kandungan aktif yang bisa mengubah tekstur bila keseringan terpapar perubahan suhu ruang.

2. Aplikasikan Avoskin Intensive Nourishing Eye Cream dengan jari manis.
Kenapa jari manis? Karena kekuatan jari manis dianggap paling lembut dibanding jari lainnya. Daerah area mata sebenarnya sensitif, jadi penting untuk mengaplikasikannya dengan tepat. Jangan digosrok terlalu keras, dan diusrek semau gue. Nanti malah efeknya enggak maksimal kan sayang. Oles tipis dan pijat perlahan dari area mata dalam ke bagian luar. Asal telaten, hasilnya pelan-pelan terlihat kok.

3.  Bisa dipakai pagi ataupun malam hari
Di bagian packaging tertulis untuk memakai Eye Cream setiap malam sebelum tidur. Tapi aku sendiri memakainya dua kali sehari demi merawat mata yang agak terlambat ini. Hehehe. Untuk step by step nya kira-kira seperti ini:

Pagi:
Double Cleansing - Toner - Avoskin PHTE - Eye Cream - Moisturizer- Sunscreen
Malam:
Double Cleansing - Toner - Avoskin PHTE - Eye Cream - Spot Treatment

4. Enggak ada hasil yang instan
Aku yakin banget, diantara kalian pasti ada yang mendambakan hasil yang instan. Baru pakai sebulanan saja kadang pengen cepet-cepet kelihatan bedanya. Padahal, kinerja Eye Cream akan lebih maksimal jika kita juga mengubah ke pola hidup sehat. Ya istilahnya, Eye Cream itu butuh dukungan, enggak bisa kerja sendirian.

Hasilnya enggak bisa dinikmatin sekarang, tapi nanti kalau umur sudah makin bertambah. Artinya apa? Aset jangka panjang.


RESULT


Setelah sebulanan aku pakai, ini hasilnya. Beberapa kerut mata sudah samar, dan kantung mata perlahan memudar. Memang kantung mataku enggak yang tipe hitam dan panda gitu, namun cukup menggantung dan bikin jelek kalau di foto.

Untuk bagian pinggir area mata, garis senyumnya juga sedikit terasa beda. Kalau yang biasanya sudah ketahuan umur, ini agak lumayan bisa menipu lah hehe.


Over all, sejauh ini aku suka dan nyaris enggak ada keluhan sih. Aku telatenin dulu saja tiap hari, karena aku yakin, pengaruh banget buat masa tua nanti. Kalau enggak sekarang kapan lagi, mumpung masih bisa dioptimalisasikan dan dicegah, kenapa nunggu ada masalah. Eaaa, cakep.

Ya sudah, sekian review kali ini. Semoga membantu kalian dalam mencari Eye Cream idaman. Sampai jumpa di label review selanjutnya. Dadaaah!
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Hari terakhir di Desa Sembungan, rasanya keburu lekas pulang karena.... kami enggak mandi selama 2 hari hahaha. Jadi bener-bener pengen pulang terus lekas luluran gitu. Soalnya di Dieng ini, paling banter cuma gosok gigi, cuci muka, tangan dan kaki. Pakai skincare mah bablas akibat malas. Terus  buat bebersih diri, biar afdol, gosok-gosokkin badan pakai tissue basah. Selebihnya, ganti baju daleman. Sudah.

Sebelum kami pulang, kami sempetin berburu oleh-oleh dulu. Beberapa teman yang tahu nitip macem-macem, mulai dari carica, teh, sampai apa deh makanan khas Dieng. Nah, kebetulan kemarin kami lihat ada cabe khas Dieng yang namanya cabe bendot. Harganya Rp 10.000 per kilogram. Sayangnya cuma beli satu kilo doang. Habis update story, eh yang nitip jadi banyak. Ya sudah kami langsung bilang ke Mas Bukhori dan langsung dicariin dong!

Ternyata Dian Yogi sama Mas Bukhori itu lama karena titipan kami, padahal kami sudah siap packing buat langsung pulang. Dan begitu sampai rumah, Mas Bukhori sama Dian Yogi datang bawa karung coba, KARUNG! Dia bawa 10 kilogram cabe yang habis dipetik langsung. Gimana enggak kaget ya. Belum lagi dia bawa carica, teh, sama terong belanda. Wah jadi enak nih hahaha. Makasih ya yogi yaaaa...


Setelah siap-siap dan pamitan sama keluarga Mas Bukhori, kami angkat semua barang ke mobil. Banyak juga loh, sampai bagasi penuh, hingga beberapa barang terpaksa taruh di tengah. Mas Bukhori bilang, sebaiknya kami enggak langsung pulang dulu, karena ada beberapa obyek wisata bagus yang harus didatengin, salah satunya adalah Kawah Sikidang.

Kalau dari Desa Sembungan, arah ke Kawah Sikidang melalui obyek wisata Telaga Warna. Tahun baru kemarin tuh, agak macet di area sini. Kami skip ke Telaga Warna karena kami pernah ke sana, terus obyeknya juga terlalu mainstream, plus di sini juga tampak ramai. Sudah deh, mending langsung ke Kawah Sikidang saja.


Sampai di Kawah Sikidang, cuaca masih gerimis. Dan mendadak, ketika kami hampir sampai di kawahnya, hujannya breees sampai kami harus mlipir ke warung di sekitarnya. Lumayan mengisi perut sih, makan kentang, popmie, sama sagon mesis. Ini enak loh sagonnya enggak bohong. Kentangnya juga yang gedhe-gedhe gitu. Hasil panen warga Dieng.

Setelah hujan agak reda, kami langsung menuju kawahnya. Jalanan becek plus bau belerang langsung terasa menyengat. Beruntung Alya sudah kami belikan masker di parkiran tadi.

Seperti biasa, Alya digendong dipundak biar cepet dan enggak banyak petingkah. Habisnya, kadang dia lari padahal kondisi jalanan terjal dan licin. Mana aku salah kostum pula, aku pakainya sandal, enggak sepatu. Sepatu aku taruh di mobil, dan ketika baru nyadar, malas balik ke parkiran hahaha.


Point yang harus kamu perhatikan di sini adalah, jangan sekali-kali pakai sandal jepit. Punyaku sandal rumahan pula, yang enggak anti selip. Wah ya lumayan berjuang buat naik ke sana. Sesekali aku terpeleset, sesekali pula aku mau nabrak orang. Asli malu, tapi ditahan. 


Mama juga pakai sandal terus sih sebenernya. Pas ke Sikunir kemarin itu juga parah, pakai sandal juga. Padahal sudah aku wanti-wanti pakai sepatu biar nyaman. Tapi Mama ngeyel karena sandalnya enak, enggak yang gampang licin kayak punyaku. Yo wes lah manut, yang penting Mama seneng.

Oh iya lupa, yang aku notice di Kawah Sikidang, ada beberapa penjual serbuk belerang yang digunakan untuk kesehatan. Seperti mengobati penyakit kulit, jerawat, dan gatal-gatal. Aku pikir serbuk ini dipakai buat maskeran atau luluran, ternyata bukan hehehe. Cara pakainya gini, larutkan serbuk belerang di air mandi, lalu pakai kayak biasa. Air belerang kan memang dikenal bagus dan bermanfaat. Harganya seplastik gitu sekitar Rp 30.000 an. 



Sekitar satu jam menghabiskan waktu di Sikidang, Mas Bukhori ngajakin pindah tempat. Tapi lagi-lagi hujan. Kalau enggak hujan, Mas Bukhori bilang mau ngajakin ke Candi, aku enggak tahu nih, yang dimaksud candi apa. Soalnya banyak banget candi di sana. Dan sayangnya kami belum bisa mampir.

Kami pikir langsung diajakin pulang Magelang, ternyata masih ada satu tempat yang katanya harus banget ke sana. Tepatnya di pemandian air hangat dekat Kawah Sikidang. Mon maaf ya, lupa namanya. Yang aku inget, Desa ini sudah masuk wilayah Banjarnegara. Nah, di dekat situ ada pemandian air hangat juga namanya, D'Qiano.

Namun buat masuk ke pemandian ini masih lurus terus dan masuk ke jalanan desa. Sekali lagi, jalanan desa hanya bisa dilalui satu mobil. Papasan dikit, mobil ganteng-gantengan. Untung Mas Bukhori expert, begitu papasan mobil, langsung selepet bisa ambil posisi.

Enggak beberapa lama kemudian, sekitar seperempat jam dari D'Qiano tibalah di pemandian ini. Bayarnya cuma sekitar Rp 5.000. Pemandian cowok sama cewek dibedain, dan nuansanya desa banget. Aku pribadi, lebih suka yang model jadul kayak gini, lebih private saja rasanya.


Alya langsung ngacir ke kolam wanita dan Mama ternyata sudah duluan nyebur. Aku yang awalnya enggak mau mandi, karena lupa bawa baju pendek, langsung dibilangin Dian Yogi "nanti kamu nyesel loh enggak nyebur" Terus ditimpalin Mama "sudah, pakai atasannya Mama saja, kan panjang"

Dan benar saja, ketika aku masuk kolam, beuuugh rasanya rontok nih daki dan capek-capeknya. Pantes, Alya dan Kanaya girang enggak mau mentas. 

Air belerang ini aslinya panas banget. Jadi, air tersebut sudah dicampur air dingin biar enggak panas-panas amat. Beneran deh, 2 hari enggak mandi terasa dirapel setengah jam doang. Aku sempet-sempetin berendam lama dan gosok-gosok badan. Alya enggak kalah heboh pokoknya. Kalau enggak aku warning sudah sore, mungkin enggak mau udahan. 

Ngerasa cukup segar, kami lalu mlipir makan sate, warungnya tepat di samping kolam. Satenya enak cuy, murah pula. Pas banget buat memenuhi rasa lapar kami. Ada sih menu yang lain kayak soto dan mie ayam, sayangnya habis tinggal sate doang. Ya sudah, sate saja sudah enak kok hehe.

Selesai makan, kami langsung pulang. Lewat Dieng dan balik lewatin Desa Tambi lagi, namun kali ini nuansa berbeda karena hari belum terlalu petang. Perjalanan pulang rasanya lebih cepat. Menyisakan pengalaman yang belum pernah kami tuai sebelumnya.

Baik aku, Suami, Alya, maupun Mama akhirnya pulang dengan berbahagia. 3 hari di Desa Sembungan membuat kami akrab karena intens ngobrol dan membuat kami makin mengerti satu sama lain. Kami baru sadar, selama kami di Sembungan, kami enggak nonton TV. Paling banter buka media sosial itupun kalau ada sinyal. Bagi kami, pengalaman seperti ini sungguh refreshing yang sebenarnya. Bebas dari segala macam kerjaan dan dekat dengan keluarga seutuhnya.

Nah, buat kalian yang pengen menikmati Desa Sembungan selama beberapa hari, silahkan kontak langsung ke Dian Yogi di nomor 081318921214. Mau yang paketan terjangkau sampai yang mewah semua ada. Nanti kalian bisa request juga mau ke obyek mana saja. Tinggal kondisikan sama budget. Enggak perlu khawatir, pokoknya, jaminan tour bakalan asik dan seru. 

Di sini aku juga mau ngucapin terimakasih sama Mas Bukhori, Dian Yogi, Kanaya, Mas Tama, Mas Afnan, serta keluarga besar di Sembungan. Kapan-kapan kita berjumpa lagi ya!

2019 lebih banyak travelling oh yeah!
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Karena kami enggak punya rencana sendiri dan memegang prinsip "manut penak", maka 3 hari di Desa Sembungan, terasa lebih banyak golar golernya. Plus namanya juga ini dalam rangka main ke rumah temen lama, yang kebetulan rumahnya kok di area wisata, yo wes cucok. Acara enggak ngapa-ngapain pun tetep berasa liburannya. Seenggaknya bagi kami yang merindukan piknik akibat sibuk kerja dan hanya di rumah doang.


Well, liburan ini sebetulnya baru kerasa di hari kedua. Tapi memang, sejak pagi kami habiskan hampir setengah hari di Sikunir. Dari mulai mendaki sejak subuh, cari sarapan, beli kaus tangan, beli topi, dan foto-fotoan sampai keki. Enggak tahu ya, rasanya kok ada saja spot buat foto yang bagus. Bahkan sampai di danau pun kami sempetin foto tepatnya di tenda-tenda yang sudah terpasang. 

Oh iya, kalau kalian nginep sini, banyak loh pilihannya. Mau nginep di rumah penduduk, cari homestay, atau bikin tenda di tepi Telaga Cebongan? Semua bisa kamu sesuaikan sama budget serta kondisi. Kalau kami sendiri enggak mungkin kan pasang tenda, mana ngajak Alya sama Mama. Lihat Alya dan Mama bisa tidur nyenyak saja, sudah agak lega kok.

Salah satu alasan kenapa kami nginep di rumah Dian Yogi adalah karena waktu tahun baru, kamar di homestay enggak ada yang kosong blas! Semua penuh. Bahkan waktu malam tahun baru sampai ada yang bener-bener mau ngemper saking enggak dapat tempatnya. Untung sih, ada temen, coba kalau enggak.



Rasanya tepat memutuskan tidak naik ke Sikunir pas malam tahun baru. Gimana enggak, waktu kami turun, pengunjung makin banyak. Aku lihat kebanyakan masih muda sih, paling kalau bawa anak cuma satu dua. Satu dua yang nekat kayak kami tentunya. Hehehe.

Tapi sebenernya enggak apa-apa banget loh ngajakin anak mengenal wisata alam. Apalagi kalau memang suka sama alam. Kalau aku pribadi nih ya, disamping biar imun Alya terlatih dingin, juga pengen nantinya Alya punya banyak wawasan. Ya contohnya saja, ketika Alya lihat Kanaya. Serius, dia seneng banget dan Kanaya bikin Alya berpikir luas "eh ternyata ada anak kecil yang bisa mendaki gunung juga ya" atau "wow ternyata anak lain banyak yang lebih pintar dan lincah ya" Hahaha. 

Enggak bermaksud membandingkan, hanya saja, menurutku efeknya jadi baik buat Alya. Gara-gara Kanaya, Alya lebih bisa menghargai dan bersyukur atas apa yang dia capai selama ini. Selama di Dieng, Alya enggak rewelan tuh, nangis saja masih kelihatan sopan, enggak kayak waktu di rumah. Aku sendiri juga kaget kok.


Berkunjung ke Sikunir, enggak lengkap tanpa ke Telaga Cebongan. Tempatnya ada di area parkir doang kok, enggak jauh-jauh. Sayangnya, sekarang flying fox sama perahunya sedang dalam perbaikan dan vakum. Padahal lumayan pengen juga naik flying fox terus nyebrang danau. Asik gitu hehehe.


Sepulang dari Sikunir, kami sampai rumah jam 11-an. Bisa ditebak habis itu ngapain? Ya tidur lah, sudah paling bener. Habisnya capek plus dingin. Mau umbah-umbah, mau buka laptop, atau mau jalan-jalan lagi serasa enggak mungkin. Tenaga kami kayak sudah habis gitu di atas, sampai rumah langsung selonjoran sama minum Teh Tambi. Setelah itu baru tidur siang. 

Di sini aku juga baru tahu, warga Desa Sembungan, kalau pagi langsung ke sawah. Nanti siang gitu pulang buat istirahat, makan, dan sholat. Lalu balik lagi ke sawah ketika sore dan bener-bener baru pulang rumah jam 4-an. Makanya, jangan heran kalau adzan di sini menyesuaikan para petani sepulang dari sawah. Dhuhur bisa jam 1 an, sedangkan ashar jam 4 an. Kalian bisa sesuaikan sholat sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan lewat aplikasi, atau nunggu adzan dari mushola terdekat dan ikutan jam mereka sholat.

Beberapa warga kalau siang kadang menyempatkan diri tidur siang. Mungkin juga saking dinginnya dan kerasa lebih capek kali ya. Aku enggak bohong deh, waktu itu suhunya sampai 15 derajat, disertai gerimis yang bikin kabut justru makin tebal. Kata Mas Bukhori sih, kalau hujannya deres sekalian malah enggak kabut, awan jadi bersih dan pemandangannya makin terang. Nah, kalau gerimis kayak gini nih, mau banyakin motret juga sedih. Nanti malah dikira flogging besar-besaran dan enggak dipercaya kami motret sampai Dieng kan berabe. Hehehe.


Tapi, kebanyakan tidur di sini bikin badan encok sih. Penyebabnya antara dua, satu karena tulangku yang sensitif, atau dua, karena enggak nyenyak tidur gara-gara meringkuk kedinginan bikin badan ketekuk sepanjang malam. Yang jelas, badan lebih enakan diajak bergerak karena secara enggak sadar bikin kita beradaptasi sama lingkungan.

Demi menggerakkan badan supaya enggak cuma meringkuk kedinginan, aku kadang jalan santai cari makan, cari snack, pokoknya jalan entah kemana. Enggak perlu takut kesasar, wong ruas jalannya satu itu saja kok. Terus sayangnya di Desa Sembungan belum ada toko besar yang menyediakan aneka macam snack dan roti. Ada sih toko kelontong kecil, maka barang yang dijual pun enggak terlalu banyak pilihannya.


Satu tips harap dicatat, kalau mau nginep lama di Desa Sembungan dan mager kemana-mana, mendingan kalian siapkan makanan sejak dari kota. Trust me, hawa dingin bikin kalian kelaperan terus.

Okay, sekarang kita ngomongin wisata lain selain Bukit Sikunir yuk, yakni Air terjun Sikarim yang bisa ditempuh sekitar 10 menitan naik motor. Hanya saja, jalanan ke Air Terjun masih diperbaiki supaya lebih lancar ke depan. Jadi mobil belum bisa lewat sini. But calm down, proyek ini bakalan selesai tahun 2019 kok. Jalanannya pun bakalan aspal super mulus dan besar untuk akses ke Sikarimnya.

Sikarim ini berada di antara Bukit Bisma dan Bukit Sikunir pada ketinggian 1.800 MDPL. Air terjunnya berasal dari limpahan telaga cebong yang mengalir menuruni tebing pebukitan setinggi hampir 9 meter dan jatuh ke Sungai Mlandi. 

Di Sikarim, hampir enggak tampak orang mandi kayak air terjun biasanya. Ya gimana yaaa, orang di sana saja dinginnya kayak apa, mandi bukanlah hal yang utama. Paling banter pegang airnya buat cuci muka saja biar enggak sia-sia haha.

Air Terjun Sikarim nantinya akan jadi alternatif wisata. Walaupun sudah dari dulu terkenal, cuma kan dulu jalannya kecil, lewat jalan setapak, dan hanya bisa dilalui motor. Kalau jalan aspal besar sudah jadi, bisa dipastikan pengunjung makin bertambah. Bukit Sikunir saja sudah ramai gitu, gimana ketambahan air terjun yang gampang aksesnya. Kebayang kan, membludaknya wisatawan kayak apa.


3 hari di Desa Sembungan sebenernya punya puncak acara, apalagi sih kalau bukan pelepasan lampion di Telaga Cebong. Rencanaku gini, nanti kami bakal motret di ketinggian Sikunir atau di tempat makan Pak Carik karena viewsnya langsung danau. Terus Mama sama Alya nungguin di danau sambil lihat lampion. Alya sudah aku wanti-wanti supaya bobok gasik, biar nanti malam enggak ngantuk. FYI, Alya memang sudah tertarik sama pelepasan lampion. Berkali-kali bilang kalau itu tuh sama kayak scene-nya Tagled, di mana Rapunzel sama Flynn sedang bernyanyi di perahu dengan latar belakang istana dan festival lampion. One of Alya's favorite movie. Okay, Alya beres. Jadi jam 8 malam setelah makan, kami langsung tidur.

Tapi tampaknya kenyataan berbicara lain. Jam 10-an ketika Dian Yogi membangunkan kami, terdengar rintik hujan yang bener-bener bikin hawa makin duingiiiin. Mama dan Alya masih pulas, sampai kami enggak tega buat ngebanguninnya. Cuma Suami sih yang lalu cekatan dan bersiap motret. Aku pun bingung, mau ikut atau stay di rumah nemenin Alya sama sama?

Baiklah, akhirnya aku memutuskan tinggal di rumah saja. Hahaha. Keputusan yang tepat karena sampai sana, Suamiku bilang, dia jadi gagal motret karena acara enggak kondusif. Hujan makin malam makin deras, tapi sangar loh, beberapa penyanyi dangdut masih terlihat berbusana ala penyanyi dangdut meriah. Apa enggak kedinginan yak hehehe.


Puncak acara menerbangkan lampion serta nyalain kembang api yang sudah dipasang siang tadi, otomatis gagal. Kembang api ((MEJEN)) dan bola-bola helium enggak bisa terbang. Pengunjung yang memadati Telaga Cebong sibuk menghangatkan diri sambil makan di beberapa tempat makan pinggir Telaga. 

Ini Mas Bukhori sekeluarga sampai bawa tungku begini loh. Hehehe.


Misal enggak hujan, pengunjung diperkirakan mencapai ribuan. Nah, dengan kondisi seperti itu, acara jadi enggak terlalu ramai. Namun ada juga sih yang rela maju sampai depan panggung buat nikmatin pesta rakyat tersebut. Kapan lagi yakan, toh cuma setahun sekali.

Kira-kira, mereka balik ke rumah pukul 1 dini hari. Hawa dingin nan semribit masih terasa menusuk kulit. Aku langsung melek dan tanya sama Suami, karena jujur saja ya, aslinya aku pengen ikutan dan bikin enggak bisa tidur beneran hehe. 

Suami bilang "enggak apa-apa kamu enggak ikutan. Di sana aku enggak banyak motret. Lagian susah nyari tempat buat berteduh. Sudah mending kamu tidur nemenin Alya sama Mama"

Fiuh aku pun lega. 

Oh iya, cerita ini masih bersambung di hari terakhir kami di sana. Tungguin ya :)
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Super late post nih. Maafkan yak! Enggak mungkin enggak dipublish soalnya wk. Oke, daripada lama-lama kita mulai ceritanya.

Dua hari sebelum tahun baru, kami akhirnya berangkat juga ke Dieng, atas ajakan temen SMA. Namanya Dian Yogi. Suaminya ini orang Desa Sembungan asli. Sebetulnya sudah lama banget mereka ngajakin buat nginep di sana sekaligus ngenalin potensi wisata. Cuma ya, berhubung Yosa banyak wacana, rencana tersebut sempet lama enggak terlaksana.

Kami mikirnya panjang, antara bagaimana kalau ngajak Alya yang masih punya bakat asma, dan satu lagi, kapan waktu yang tepat karena kerjaan kami berasa enggak ada jedanya. So, yes, dengan jiwa nekad dan nyelesaiin deadline kerjaan jauh hari, kami putuskan untuk tahun baruan di Desa Sembungan. Mbuh gimana nanti konsekuensinya, yang penting lakoni disik, pikir keri. Azeg.

Dieng boleh saja deket, tapi track dan hawanya termasuk yang baru buat kami, apalagi Alya. Dulu pernah sih, waktu kecil, aku beberapa kali ke sana, tapi enggak pakai nginep segala. Suami juga cuma sekali nginep, tapi itu di Wonosobonya. Untuk ke Dieng masih perlu menempuh sekitar 25 kilometer lagi. Sedangkan ke Desa Sembungan? Bablas terus sekitar 5 kilometer, naik-naik terus nanti mentok  ketemu Desa terakhir sebelum bukit sikunir.

Yes, kenalin deh, Desa Sembungan, desa tertinggi di pulau jawa.

Okay then, selamat bersenang-senang 3 hari di sana. Brrrr!


DAY 1


Kami dijemput Dian Yogi, Mas Bukhori (Suami Dian Yogi), Tama (anak pertama), dan Afnan (anak kedua). Perjalanan Magelang-Wonosobo memakan waktu sekitar 3 jam. Itu kalau yang sudah terbiasa,  plus bonus jalanan lancar, dan enggak mampir-mampir di jalan. Berhubung Mas Bukhori ini kelasnya sudah advance, jadi perjalanan kerasa cepet.

Oh iya, menjelang tahun baru, banyak wisatawan yang akan ke Dieng. Nah, kalau nanti lewat Wonosobo, kebayang enggak, padetnya kayak apa tuh. Makanya, kami potong kompas melewati Desa Tambi biar bisa langsung tembus ke Dieng. Desa Tambi itu banyak berupa perkebunan teh, pemandangannya baguuus banget mirip di Puncak. Tapi monmaap nih, misal enggak sama Mas Bukhori, kami mending lewat Wonosobo saja deh, macet no problem! Karena FYI saja guys, Desa Tambi jalannya berkelok, sempit, dan kadang harus mlipir kalau lagi papasan. Papasan mobil satu dengan yang lain, bakalan ganteng-gantengan, alias mau gimana nih maju mundur kena. Mana pas kami lewat sana, malam pula! Lengkap loh ya horrornya.

Kami sampai Desa Sembungan, tepat jam 8 malam. Rintik gerimis dan kabut tebal menghadang kami waktu turun dari mobil. Beneran, ini dinginnya kayak lagi di freezer. Untungnya Alya malah cekikikan bahagia, terus abis itu dia ketemu sama Kanaya (anak ketiga Dian Yogi). Wah Moodnya bagus, aku jadi optimis Alya enggak rewel selama tinggal di sana.

Begitu masuk ke rumah Mas Bukhori, kami enggak langsung disuguhi minum atau makan apa, tapi malah tungku! Tungku ini berupa perapian kecil yang digunakan warga untuk menghangatkan badan. Mungkin kalau di luar negeri, orang biasa pakai perapian besar di tengah ruangan, nah, di Sembungan berbeda. Tungku pun bisa!

Sampai malam tiba, kami mengurungkan niat untuk berbersih diri. Cuci muka sama sikat gigi saja sudah selamet kok! Hahaha.


Oke, namanya juga hawa adem, makan apa saja pasti enak, ya enggak. Kami lalu makan malam mie cabe bendot yang pedesnya amit-amit. Alya juga telap telep tapi yang versi enggak pedes. Misalpun kurang kenyang, kami sudah sedia roti sama susu. Adegan setelah makan malam bisa ditebak dong. Enggak lama kami berbincang, setelah itu tidur nyenyak pakai selimut tebal.

DAY 2


Pagi-pagi sekitar subuh, Dian Yogi membangunkan kami untuk segera bersiap untuk berangkat ke Sikunir. Katanya, mumpung cuaca lagi lumayan bagus, enggak hujan. Padahal kalau mau disuruh milih aku masih ingin tidur lagi sih. Ya gimana, hawanya cocok buat kruntelan cint.

Dian Yogi juga bilang kalau pas tahun baru besok, Sikunir bakal lebih rame, susah naik ke atas sampai berdesakan. Lah benar saja, baru nyari sampai parkiran sudah agak repot. Mobil penuuuuh, tenda-tenda juga sudah mulai dipasang. Kami start naik ke Sikunir padahal termasuk pagi, yakni setengah 5.

Sebelum aku lanjutin ceritanya, aku mau kasih tahu ke kalian dulu. Misal besok kalian merencanakan berlibur di Desa Sembungan dan pengen naik ke puncak Sikunir, nanti kalian akan dikenakan biaya masuk Rp 10.000 saja per orang. Loket ini ada persis di depan gapura masuk Desa Sembungan. Setelah itu, mobil di parkir di area masuk tersebut. Nah, rumah penduduk dan homestay ada di kanan kiri jalan menuju ke bukit Sikunir. Terasa jauh untuk jalan kaki dari gapura ke Sikunir? Kalian bisa sewa ojek yang banyak wara wiri di ruas jalan utamanya.

Okay, lets go back to story. Harus diakui, karena keterbatasan tenaga, dan ya sudah lah ya, umur enggak lagi muda, jalan naik bukit itu berasa encoknya. Aku apalagi, ngakunya getol olahraga, giliran suruh naik 1 jam saja mau give up. Jujur kalau kaki sih kuat, tapi masalahnya di nafas. Rasanya nusuk banget di ulu hati. Kalau aku maksa, pasti bakalan enggak kuat nih. Tapi kalau enggak diterusin sampai puncak, lah kok eman?

Alya digendong Suami di pundak. Jangan tanya rasanya, cuma kata Suami, lebih baik digendong model gitu dari pada di punggung. Terserah deh, yang penting jangan aku yang gendong, tambah pendek baru tahu rasa ya kan yaaa...

Oh lupa, satu lagi, aku juga ngajak Mama. Mama sudah aku wanti-wanti, kalau kami sedang mengejar matahari. Jadi kami harus cepet-cepet, sedangkan Mama tampak enggak kuat. Aku nyuruh Mama supaya nunggu di bawah saja sambil makan kentang. Mama bilang, "sudah kalian naik dulu saja, mama biar pelan-pelan". Tenyata, Kanaya malah minta jalan. Jadi Dian Yogi, Tama, dan Kanaya jalan nemenin Mama. Sementara, kami bertiga jalan duluan.

Beberapa saat kemudian, kami sampai di pos 1. Sumpah, mau sempoyongan rasanya. Kami lalu istirahat sebentar. Suami terus motret, aku sama Alya nungguin di pinggiran. Enggak ada tempet duduk nih, mana penuh orang foto-fotoan. Padahal Alya sudah mulai ngak-ngek, enggak tahu minta apa. Di sana aku juga nelpon Mama, mastiin sih, Mama baik-baik saja. Mama malah balik ngeyakinin aku kalau Mama mampu naik pelan-pelan. Jadi, Mama minta aku santai saja karena suasana di Sikunir ramai "enggak usah khawatir", gitu katanya.

Well, walaupun Mama sudah tua, tapi nyalinya tinggi juga ya. Beliau tetep kekeuh sampai atas. Gimana enggak? Pesona Sikunir enggak bisa dipungkiri lagi ciamiknya. Sikunir ini terkenal sama Golden Sunrise. Sayang waktu kami ke sana, kabutnya tebeeel buanget, plus kami ternyata kesiangan, jadi ya enggak golden-golden amat hehehe.

Sikunir Golden Sunrise
Begitu Suami kelar motret, bersamaan dengan itu pula Dian Yogi sekeluarga dateng nyusul. Mama masih tertinggal di belakang katanya. Lalu Mas Bukhori ngajakin Suami buat nyari spot foto yang bagus. Dan sayangnya, pos terakhir masih agak lumayan. Mana anak-anak ditinggal sama emak-emaknya pula ini, rempong amat kan jadinya.

Enggak tahu kesambet apa, aku memantapkan hati sampai puncak bawa Alya. Aku semangatin Alya lewat Kanaya yang lincah. Kanaya sudah 3 kali ke Sikunir dan almost jalan kaki sampai puncak terus. Paling kalau minta gendong juga enggak seberapa. Nah, Alya seneng nih disemangatin gini. Plus dia ngerasa kompetitif, masa' anak lain bisa, aku enggak bisa. Gitu kali ya dipikirannya.

Sepanjang pos 1 sampai pos terakhir, aku disemangatin juga sama orang-orang yang papasan. Katanya, emak-emak hebat, ngajak anak ke Gunung. Enggak semua bisa ya kan. Wah ya bener, habis itu Alya minta gendong aku iyain saja. Baru kalau aku capek, aku bilang ke Alya "Nak, Mama capek nak. Kamu yang semangat ya"

Akhirnya kami sampai juga di pos terakhir dan Alya nangis mengharu biru ketemu bapaknya. Ini nangis kayak ngambek dan ngadu gitu loh. Kenapa aku ditinggal, kenapa aku enggak digendong. Setelah itu kami enggak berlama-lama di puncak, daripada Alya rewel. Sekali dua kali ambil foto sama video. Dan disitulah Alya mengaku kalau kedinginan dan pengen sarung tangan yang tadi dijual di bawah. Ya amplooop cuy, sepele amat.


Kami terus turun dan ketemu Mama di pos 1, yeay! Kata Mama, beliau nemu tongkat buat dijadiin pegangan Mama selama naik ke puncak. Dan mama ternyata sampai puncak juga. Padahal kami enggak nemu. Gimana sih ya, mungkin sibuk sendiri-sendiri.

Kalau mau nonton videonya, sudah aku upload di youtube kok. Silahkan diplay yak!


Ada cerita lucu nih. Jadi begini. Aku bertemu Mama di Pos 1 itu sama Mas-mas yang kami ajak foto di puncak tadi. Katanya, mereka sempet ngobrol lama. Aku juga bingung nih, gimana Mas-mas ini bisa ketemu satu-satu dari kami yang kepisah yak hahaha.

Belum sempat kami ajak kenalan, padahal sudah ngobrol banyak gimana sih ya hahah, tapi yang jelas, di Gunung itu semua berasa saudara!


Ngerasa capek dan laper, kami singgah sebentar menikmati hawa Sikunir dengan makan semur kentang! Enggak cuma itu sih, ada juga soto, nasi goreng, teh tambi, dan kopi. Banyak sajian khas yang berjejer rapi di sekitar pintu masuk. Tapi kami pilih Rumah Makan Pak Carik yang viewnya langsung ke danau. Hanya saja, waktu itu habis hujan, jadi kondisinya agak becek.


Kalau kamu sempat berlama-lama di sini, enggak ada salahnya kamu ngicipin juga makanan seperti sagon, serabi khas dieng yang lembut, dan gandos. Aku paling suka sagonnya, gurih, enggak eneg, tapi sayang satu, seret, gampang haus hahaha.


Sebelum pulang, aku sempetin juga belanja carica, teh hijau Tambi serta kopi arabica dataran tinggi Dieng. Semuanya hasil homemade beberapa UMKM di Dieng. Oh lupa. Harganya termasuk terjangkau banget. Kopi Arabicanya cuma Rp 40.000, modelnya sudah digrilled. Terus Tehnya model tubruk tapi halus banget, tuang dikit saja dijamin langsung mak nyus. Teh nya juga wangi asli, padahal tanpa melati. Beneran, coba sendiri deh kalau enggak percaya.

Dateng ke Sikunir kemarin, kelemahannya satu, kami enggak banyak borong, kelupaan ambil ATM. Padahal ATM jauhnyaaa hahaha.


Wah, masih banyak yang pengen aku ceritain nih kayaknya. Cuma, bakal panjang banget kalau aku tulis dalam satu blog post, jadi lanjut besok lagi ya. Next aku ceritain, kami ngapain saja selama di Desa Sembungan. So yeah, tunggu yaaa!!!

BERSAMBUNG...
Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar
Newer Posts
Older Posts

HELLO!


I'm Yosa Irfiana. A scriptwriter lived in Magelang. Blog is where i play and share. Click here to know about me.

FIND ME HERE

  • Instagram
  • Twitter
  • Facebook
  • Google Plus

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  January 2023 (1)
  • ►  2022 (14)
    • ►  December 2022 (1)
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  August 2022 (2)
    • ►  July 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  March 2022 (2)
    • ►  February 2022 (3)
    • ►  January 2022 (1)
  • ►  2021 (60)
    • ►  December 2021 (1)
    • ►  November 2021 (3)
    • ►  October 2021 (3)
    • ►  August 2021 (3)
    • ►  July 2021 (2)
    • ►  June 2021 (3)
    • ►  May 2021 (15)
    • ►  April 2021 (21)
    • ►  March 2021 (2)
    • ►  February 2021 (2)
    • ►  January 2021 (5)
  • ►  2020 (44)
    • ►  December 2020 (5)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  October 2020 (4)
    • ►  September 2020 (5)
    • ►  August 2020 (3)
    • ►  July 2020 (7)
    • ►  June 2020 (6)
    • ►  May 2020 (1)
    • ►  April 2020 (4)
    • ►  March 2020 (2)
    • ►  February 2020 (3)
    • ►  January 2020 (2)
  • ▼  2019 (89)
    • ►  December 2019 (5)
    • ►  November 2019 (7)
    • ►  October 2019 (6)
    • ►  September 2019 (10)
    • ►  August 2019 (6)
    • ►  July 2019 (6)
    • ►  June 2019 (9)
    • ►  May 2019 (9)
    • ►  April 2019 (8)
    • ►  March 2019 (7)
    • ►  February 2019 (7)
    • ▼  January 2019 (9)
      • HASIL DARI BEBERES RUMAH
      • THE COURAGE TO DECIDE
      • SUDAH MAU 4 TAHUN
      • CORAL MAKE UP COLLAB WITH BEAUTIESQUAD
      • REVIEW AVOSKIN INTENSIVE NOURISHING EYE CREAM
      • DIENG HARI TERAKHIR
      • 3 HARI DI DESA SEMBUNGAN DIENG (PART 2)
      • 3 HARI DI DESA SEMBUNGAN DIENG
      • FREELANCER ISN'T FREE
  • ►  2018 (135)
    • ►  December 2018 (21)
    • ►  November 2018 (17)
    • ►  October 2018 (9)
    • ►  September 2018 (9)
    • ►  August 2018 (10)
    • ►  July 2018 (9)
    • ►  June 2018 (12)
    • ►  May 2018 (9)
    • ►  April 2018 (9)
    • ►  March 2018 (9)
    • ►  February 2018 (10)
    • ►  January 2018 (11)
  • ►  2017 (116)
    • ►  December 2017 (8)
    • ►  November 2017 (7)
    • ►  October 2017 (8)
    • ►  September 2017 (9)
    • ►  August 2017 (8)
    • ►  July 2017 (11)
    • ►  June 2017 (8)
    • ►  May 2017 (11)
    • ►  April 2017 (8)
    • ►  March 2017 (12)
    • ►  February 2017 (15)
    • ►  January 2017 (11)
  • ►  2010 (9)
    • ►  November 2010 (9)

CATEGORIES

  • HOME
  • BABBLING
  • BEAUTY
  • FREELANCERS THE SERIES
  • HOBBIES
  • LIFE
  • PARENTING
  • BPN 30 DAY BLOG CHALLENGE
  • BPN 30 DAY RAMADAN BLOG CHALLENGE 2021

BEAUTIESQUAD

BEAUTIESQUAD

BLOGGER PEREMPUAN

BLOGGER PEREMPUAN

EMAK2BLOGGER

EMAK2BLOGGER

Total Pageviews

Online

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose