THE COURAGE TO DECIDE

by - January 23, 2019

Memutuskan bekerja kantoran atau freelancer, sebetulnya punya banyak kesamaan, terlebih soal cara bekerja. Perbedaan mencoloknya cuma soal waktu dan tempat. Iya sih, kalau bekerja di rumah, kita enggak perlu macet-macetan ke kantor, enggak perlu bangun pagi-pagi buta, sambil sarungan pun juga bisa.

Namun, kalau dipikir-pikir, misal mau membandingkan, kadang malah bikin jadi blunder dan bikin kita enggak relevan. Makin kita ((UDUR-UDURAN)) soal lebih enakan yang mana, pasti nanti ngaruh ke kinerja kita. Lagian pilihan kerja kan disesuaikan sama kondisi, genggeus amat pakai iri-irian.


Contoh sederhana. Ada temen yang ngelihat IGs ku waktu aku nulis naskah di rumah. Mungkin dipikirnya, "wah enak ya, yosa bisa kerja di rumah sambil monitoring anak". Lalu temenku tersebut reply message dan bilang "kapan ya aku bisa kerja seenak kamu". Padahal faktanya, di rumah aku susah konsen, kadang sampai harus nitipin Alya ke Mama barang sejam dua jam demi tulisan yang cepet kelar. Soal inspirasi, mbuh gimana caranya kudu ada. Aku sudah terbiasa sama tekanan kali ya.

Akan tetapi sahabat, perlu aku kasih tahu ya.

Pertama, siapa yang bilang kerja itu gampang? Mau kerja ngantor, mau kerjaannya nulis sambil ngopi di cafe, mau bikin bisnis, semua punya perjuangannya sendiri-sendiri. Aku enggak bisa bilang freelancer itu pilihan paling baik. Aku juga enggak pernah tuh, maksa kalian buat sama-sama kerja sebagai freelancer. Wong kalau keinget asyiknya punya teman di kantor saja, aku kangen kok!

Kedua, apakah pekerjaan kamu merupakan pilihan dari lubuk hati yang terdalam? I mean, seenggaknya kalian sudah berdamai dengan diri sendiri. Kan ada ya yang bekerja karena kebutuhan, dan ada juga yang bekerja sesuai dengan passion. Masalahnya, kalau semua disangkutpautin sama enak enggak enak dan efek 'kelihatannya', beneran deh, enggak akan ada habisnya. Yang ada, kita malah jadi nglokro sama kerjaan kita sekarang.

Ketiga, sudahkah kamu berani memutuskan keluar dari zona aman? Atau sudah kadung enggak mau ambil risiko, sehingga menyebabkan kamu terlalu buang waktu buat mencari yang baru. Karena gini nih, ada beberapa orang yang selalu iri sama kerjaanku, tapi di sisi lain dia juga enggak cari tahu sendiri. Gimana caranya jadi freelancer yang baik, gimana konsisten ada kerjaan, gimana nagih fee yang lama enggak kebayar. Yang gitu-gitu apa sudah dipikirkan?

Oke sekarang kita bahas ya!

Perlu diketahui, segala pilihan, pasti punya sesuatu yang dikorbankan. Ada kalanya kita harus berambisi memenuhi hasrat buat nyari passion dan harus mengorbankan waktu buat keluarga. Ada juga yang harus menahan egonya karena harus cari uang semata.

Intinya adalah: BUAT APA KAMU BEKERJA?

Karena seperti pengalamanku selama 5 tahun bekerja freelance, tantangan kerjaan lebih riskan dan lebih gila loh. Beberapa sudah aku tuliskan di blog. Dari yang soal fee yang enggak sesuai, brief yang enggak jelas, sampai revisi seabrek-abrek. Baca deh: Fee, Brief, dan Revisi

Misal nih, kalian kaget sama situasi setelah kalian resign, apakah kalian siap? Kalau sakit terus siapa yang mau menjamin? Sudah punya asuransi? Atau sudah ada BPJS? Duh, mikirnya harus panjang loh.

Biar enggak rancu. Sesuai pengalamanku saja ya, kenapa aku bisa bertahan menjadi freelancer. 

Waktu pertama kali memutuskan aku resign, aku sudah ada tabungan untuk hidup beberapa bulan ke depan. Ambil contoh buruknya nih, kalau aku enggak ada callingan, paling enggak ada duit buat bertahan. Ya buat makan, ya buat bayar kost, inipun aku irit-irit.

Disamping tabungan uang, aku juga punya tabungan "punya banyak teman". Maksudnya, banyak teman bagiku banyak jalan untuk dapat kerjaan. Soalnya, freelancer tetap butuh orang untuk bertukar pikiran. Aku sampai gabung di beberapa komunitas dan SKSD teman baru lewat media sosial. Yaaa, ngobrol yang ringan-ringan dulu, nanti sepik-sepik manja, baru melipir cari info kerjaan. Kelihatan ngemis ya, ya enggak sih hahaha. Namanya juga usaha.

Satu lagi yang penting, aku bikin bisnis kecil-kecilan. Sebelumnya sudah kebayang kalau jadi freelancer itu penuh tantangan dan aroma persaingan makin tajam. Makanya, aku bikin usaha yang kira-kira ada pemasukan harian. Seperti jualan baju, produk kecantikan, sampai aksesoris lucu, juga harus pinter-pinter cari pasar.

Iya, freelancer mengajariku banyak hal terlebih soal keberanian. Mungkin nih ya, kalau aku masih bertahan jadi pegawai, aku enggak bakal banyak pengalaman yang bikin aku bisa rutin nulis blog kayak gini. Mungkin aku juga enggak bisa punya banyak kenalan dan terpatok sama itu-itu saja. Mana kantorku dulu gajinya juga enggak seberapa. Wah, sakit lah pokoknya.

Aku percaya, jalan itu enggak cuma satu dua, ada banyak ruas jalan. Tinggal kita mau pilih mana.

Kembali ke pertanyaan temenku di atas tadi. Kalau ditarik garis korelasi, mungkin pertanyaannya jadi begini "aku pengen resign, ada saran enggak biar aku bisa jadi freelancer kayak kamu?"

Jangan pikir pendek deh. Jangan karena kamu bosan sama ritme kerjaan, sakit hati gara-gara omongan bos, atau gaji yang enggak seberapa bikin kamu nglokro. Kecuali nih, kamu berani keluar dari zona aman itu tadi. The decision is in your hands. Seberapa niat kah kamu mencari apa yang menjadi hak mu.

Tapi misal kamu kesusahan untuk bergerak karena ada sesuatu yang tertambat, ya sudah, berdamailah dengan keadaan dulu. Jalanin yang sudah ada, toh kalian tiba-tiba resign juga belum tentu jaminan lebih baik. NAH LOH!

Aku sih mau ngasih saran saja. Kalau kalian sudah punya tabungan, sudah punya pandangan, apalagi yang masih sendiri belum punya tanggungan, go a head. But on the contrary, misal kalian masih bingung mau kemana, uang sudah limit, mana punya tanggungan, duuuh, mending enggak usah ngorbanin nyawa deh. Masih banyak yang perlu dipikirin ketimbang ego doang. Beneran.

Cara terbaikya adalah, dimanapun, kapanpun, apapun kesempatannya, buat diri kamu berkualitas. Serius! Hal-hal kecil saja, kayak jangan terlambat bekerja, kerjaan harus cepat dikelarin, bikin usaha kecil-kecilan, atau bikin suasana kerja yang asyik. Siapa tahu sih, di balik itu semua kalian dapat promo kerja, dan ditawarin kerjaan lain yang lebih bonafit.

Sekarang ini, yang enggak dapat kerjaan saja banyak. Syukuri dulu coba apa yang menjadi tanggungjawab kamu. Enggak semua orang punya kesempatan sama, namun semua orang punya waktunya masing-masing.

Kalau kalian belum berani, mungkin belum saatnya. Ingat, teruslah berusaha, berkarya, hidupkan passion, karena kamu itu berharga.

You May Also Like

0 komentar