YOSA IRFIANA

Powered by Blogger.
Setelah sebelumnya ngerasa yakin bahwa Emina sudah paling cocok diantara sunscreen lainnya, kini aku kembali lagi ke kakaknya, yaitu Wardah. 

Ceritanya waktu itu susah nemuin Emina, padahal kondisinya sudah sangat urgent dan sunscreen-ku sudah habis bis! Sementara aku sibuk dan harus luar kota terus. Nyari di toko terdekat cuma nemu Wardah dan La Tulipe, yang ke semuanya pernah aku pakai juga. La Tulipe yang cream aku inget ndemplong banget dan susah ngeratainnya. Lalu aku milih Wardah karena ngerasa lebih nyaman dipakai dan minim whitecast. 

Soal kenapa beralih ke Emina? Karena pernah suatu ketika, pas pakai Wardah, kulitku panas dan bereaksi merah. Kayaknya sih, karena waktu itu kulitku sedang jerawatan parah dengan tipe merah dan besar. Jadi kerasa enggak nyaman dan bikin perih. Aku stop pemakaian dan beralih ke La Tulipe. La Tulipe yang aku pilih ternyata whitecast dan bikin komedoan. Mungkin didukung dengan aku yang agak males eksfoliasi kali ya. Baru kemudian beralih ke Emina yang repurchase terus sampai lupa berapa kali. 

Sekarang gimana hasilnya kok nekat beli Sunscreen Wardah lagi? Karena enggak ada pilihan, jadi optimis saja. Pikirku, nanti kalau enggak cocok, bisa aku hibahkan ke Mamaku, yang penting dapet sunscreen-nya saja dulu.


DESIGN

Ukuran Wardah Sunscreen Gel SPF 30 cukup travel friendly. Ukurannya cuma satu, 40 ml. Wardah ini punya kemasan yang simple, jelas, dan memang enggak kelihatan lux, tapi enggak apa-apa sih, bukan hal utama juga. Berbeda dengan Emina, Wardah punya box untuk melindungi isinya, sedangkan Emina punya sealed aluminium oil di tutup botol sebelum harus membukanya. 

Untuk tutupnya sendiri, sama-sama berbentuk flip top, yang cukup aman untuk bikin isi sunscreen enggak beleber kemana-mana. Hal ini penting buatku, mengingat aku orangnya cukup pecicilan dan serba grusa-grusu. 

INGREDIENTS
Aqua, Ethylhexyl Methoxycinnamate, 4-Methylbenzylidene Camphor, Acrylates copolymer, Propylene Glycol, Polycrylamide, Butyl Methoxydibenzolymethane, Dimethicone, Cyclopentasiloxane, Phenoxyethanol, C13-14 Isoparaffin, Triethanolamine, Panthenol, Laurenth 7, Aloe barbadensis (aloe vera) Leaf Extract, Dimethicone Crosspolymer, Carbomer, Fragrance, Tocopheryl Acetate, Disodium EDTA, Triethylene Glycol, Dimethicone/vinyl Dimethicone Crosspolymer Dimethiconol, Potassium Sorbate, Sodium Benzoate


Dari hasil yang aku baca, Wardah Sunscreen Gel SPF 30 mengubah ingredients-nya berupa Paraben, ke pengawet lainnya yang lebih aman, yaitu Phenoxyethanol, yang bikin tekstur lengket. Lalu terdapat Potassium Sorbate, Sodium Benzoate di-list terakhir ingredients.

Kalau ditanya, Sunscreen Wardah ini bisa menimbulkan jerawat enggak? Menurutku, hampir semua merek sunscreen, punya kandungan yang relatif aman untuk semua jenis kulit. Yang menyebabkan jerawatan itu biasanya adalah fragnance, pengawet, atau kandungan emolien untuk menenangkan kulit.  

Nah, aku pun jadi mikir, jangan-jangan dulu enggak cocok sama Wardah, karena masih ada kandungan paraben, ketambahan aloe vera yang sering bikin kulitku berakhir bruntusan. Iya, aloe vera sesekali bersifat menenangkan, tapi kalau lama-lama malah mental. 

Duh, makin ketar-ketir ini cocok enggak ya di aku? Haha, pusing ya. Yuk kita lanjut saja, kita lihat hasilnya nanti sama-sama.


TEKSTUR

Wardah ngeklaim bahwa ini sunscreen gel, tapi bentuknya lotion putih, dan cenderung lengket seperti yang sudah aku bilang tadi. Ketika diaplikasikan ke kulit wajah, terasa adem dan ringan banget. Kulit kayak jadi lebih licin. 

Di kulitku yang cukup berminyak, tekstur ini bisa kayak menggumpal, kalau enggak cepet-cepet diratakan. Enggak whitecast sih, tapi kelihatan kok ada beda warna putihnya ketimbang yang dipakein sunscreen.

Aku pakai sebanyak 2 ruas jari dan cukup cepat meresap. Tapi untuk pemakaian makeup selanjutnya, aku jeda sekitar 7 menit sampai benar-benar enggak kerasa ((KELING-KELING)) di wajah. Untuk pemakaian sehari-hari, aku cuma tambahin bedak tabur/ compact powder biar enggak kerasa berat, dan meminimalisir rumbuhnya jerawat.


SCENT

Wardah ini punya scent yang cukup aneh buatku. Cukup nyegrak ala bahan kimia, tapi bisa cepet hilang ketika diratain. Ngeratainnya kalau aku pakai cara halus, mengingat kulitku sensitif. Aku pakainya sampai kelopak mata, dan bawah mata juga. 

Oh iya, aku baru inget! Sunscreen-nya Emina bikin mataku perih! Padahal aku pakai di bawah mata saja. Tapi pedesnya ampun cuy. Nah, kalau Wardah, plus-nya di sini, enggak perih, jadi aku berani pakai di kelopak mata.


RESULT

Kondisi kulitku mengalami banyak perubahan setelah umur 30 tahun. Kadang, kulitku terasa sangat kering, apalagi kalau lagi malas menggunakan layering skincare. Tapi, kadang juga berminyak di siang hari, ketika kulit kehilangan asupan kelembapan. Iya, kulit bisa berminyak justru karena kulit ngerasa kebutuhan airnya kurang.

Di foto kurang kelihatan tekstur kulitku yang geradakan ya? Pori-poriku cukup besar dan banyak whitehead bertebaran, belum kalau enggak skincare-an ya makin kusam! Fungsi sunscreen ini melindungi kulitku dari efek buruk sinar UV. Kalau untuk mencerahkan, beda lagi. Aku pakai serum di malam hari. Jadi, kesemua skincare yang kita pakai ini akan berkesinambungan. Makanya, dalam memilih dan mengganti produk, bisa jadi nantinya ada yang enggak cocok sama skincare lain. Gimana cara tahu cocok enggak cocok? Ya dengan dicoba sendiri sayang.

Well, sudah lama enggak pakai Sunscreen Wardah jujur takut juga. Gimana kalau break out? Gimana kalau ngerasa panas lagi? Tapi aku cuek saja sih, karena inget kondisi kulitku sudah membaik ketimbang dulu. Dulu mungkin juga pengaruh ke facewash-ku atau ada kontra ingredients dengan produk lain yang aku pakai. Tapi sekarang aku sudah ngerti mana yang cocok, mana yang enggak, dan sudah punya skincare rutin yang pas.

Ternyata beneran. Enggak ada kerasa perih sama sekali! Aku pakai ke luar rumah dan kondisi memang panas terik, aku juga imbangi dengan topi, kulitku enggak meronta sedikit pun. Enggak ada kelihatan kayak kepiting rebus kayak dulu, ataupun kulit jadi tambah berminyak kayak gorengan. Aman. Pokoknya bener-bener aman.

Aku pakai Wardah di step terakhir skincare rutin pagi hari. Lalu re-apply pas siang habis wudhu. Kalau di rumah saja, aku enggak pakai tambahan apa-apa lagi. Tapi kalau pas keluar rumah, aku timpa juga dengan bedak, maksudku biar enggak terlalu kelihatan berminyak.

Pakai Sunscreen Wardah saja, enggak ditimpa bedak.
Ini sudah kali kedua repurchased Wardah. Artinya sudah 3 bulan lebih pakai Wardah Suncare. Sekarang malah ngerasa lebih enakan ini ketimbang Emina. Nyerepnya bagus dan bisa bikin bedak nempel kalau benar jedanya. Kulitku juga kelihatan lebih glowing dan kenyel. Soal kandungan aloe veranya, enggak ada reaksi negatif di kulitku. Jadi sifatnya beneran menenangkan, bukan yang bikin kulit jadi bruntusan.


Selama enggak ada efek negatif dan kebal, aku akan terus pakai Wardah Sun Care. Harganya sekitar Rp 27.000 lebih murah dibandingkan Emina. Mau balik ke Emina? Enggak dulu deh, inget pedihnya di mata dan sekarang lebih enak ini, ya sudah cukup lah ya.

Tapi mohon diingat ya, beda orang, beda kondisi kulit, tentu bisa juga beda hasilnya. :)
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Label Freelancer The Series ternyata sudah lama enggak ke-isi ya? Mumpung lagi anget nih. Ceritanya kemaren Suami ngerasa enggak nyaman dan kurang transparan sama calon klien. Aku jadi mau bahas ini sekalian ah, yang mungkin bisa jadi insight kalian, juga bisa kalian diskusikan di kolom komentar. 

Sesuai yang kita tahu, freelancer punya kelemahan soal pemasukan rutin. Kapan tanggal pasti di-transfer, akan jadi berapa termin, dan lebih-lebih soal negoisasi yang jatuhnya jadi membandingkan diri. Soal membandingkan ini, menurutku sebenarnya sah-sah saja, mengingat kita juga perlu patokan khusus. Seberapa skill kita, menentukan harga jual ke klien. Rasanya kok enggak adil kalau kita sudah pontang panting kerja keras, belajar sendiri tanpa disponsorin, cari pengalaman sana-sini, dan itu dihargai cuma seupah beli sembako. Hidup itu keras sih, tapi ya kalau bisa jangan terlalu nyaman dan memaklumi hal-hal seperti ini.

Semakin dewasa, kita makin terbuka dan makin kritis. Kalau masih awal jadi freelancer, it's okay mau bilang cintai pekerjaan, yang penting bukan uang, yang penting pengalaman. Memangnya kita enggak bisa bedain apa mana project yang beneran butuh perjuangan, sama yang benar-benar sudah ada 'dananya'? Masa' kayak gini kita menutup mata? 

Sebelum kita kerjakan project-nya, harusnya ada tawar menawarnya. Tenang, aku ngomong kayak gini karena pernah punya pengalaman enggak enak. Aku kasih dua kasus saja ya!


Kasus pertama.
Dari beberapa pengalaman, hal utama untuk memulai suatu pekerjaan seorang freelancer, kita harus ngerti dan punya seni dalam hal BARGAINING. Fase ini cukup sulit dan cenderung punya waktu yang lebih lama, apabila calon klien kita termasuk golongan temen deket, atau  calon klein yang sama-sama sedang berjuang, atau calon klien yang enggak tahu apa-apa. Aku kasih tahu enggak enaknya saja ya, karena kalau yang ena-ena agak saru dibicarain (krik).

Aku pernah direkomendasikan oleh temenku, ke seorang Sutradara baru. Temenku ini, sudah tahu kredibilitas dan style-ku. Sudah berkali-kali kerja sama dan hampir enggak ada masalah buruk. Karena biasanya memilih kru satu tim itu berdasarkan rekomendasi teman, jadi, Sutradara tersebut menghubungiku dan dia percaya sama aku. Aku disuruh bikin skenario film pendek durasi 7 menitan. Kalau sudah dari rekomendasi teman, biasanya pakai asas kepercayaan. Lalu aku kerjakan semua brief dari Sutradara sesuai dengan apa yang aku tangkap. Namun ternyata prakteknya sampai berkali-kali revisi karena dia enggak sreg. Aku sampai capek sendiri dan hampir give up. Tapi kalau give up, berarti memutus rezeki yang sudah kita perjuangkan juga kan. Jadi, aku tahan dan biarkan dia ngasih revisi sampai puas. 

Tahu apa yang terjadi? Tiba-tiba dia ganti penulis skenario baru dan aku akhirnya dibayar separuh harga. Sedih? Tenang, besok kita bisa cari uang lagi. Tapi gondok? Wo ya pasti. Trauma kalau sudah begini sama orang ini lagi.

Kasus kedua.
Suamiku tiba-tiba dihubungi temannya. Temannya minta supaya dibikinin layout buku beberapa lembar untuk kliennya. Karena Suamiku tahu ini project yang minim, jadi dia inisiatif bilang, "kamu punya budget berapa?" supaya dia bisa menyesesuaikan. Artinya, sudah biasanya kami menghargai seorang teman yang sedang sama-sama berjuang. 

Lalu temennya ngirimin lembar kerja yang harus diselesaikan. Berkali-kali Suamiku ngomong harganya berapa dari sana karena kalau dilihat dari cara kerja dia biasanya, jelas akan memakan bayaran yang berbeda. Tapi si temen tetap enggak tahu dan akhirnya nanya, "kalau kamu ngajuin berapa?" Akhirnya dijawab Suamiku kalau fee dia per lembar.

Tahu apa yang terjadi? Mendadak temennya ngilang tak berbekas enggak kasih kepastian.

Dua kasus ini punya muatan berbeda, tapi punya benang merah "tawar-menawar yang buruk". Kasusku jelas karena aku sendiri dulu kurang paham gimana negosiasi yang oke. Negosiasi juga bisa mencakup berapa kali revisi, briefnya bagaimana, dan komunikasi yang intens dan jelas. Ya kan ada klien aktif nelpon tapi enggak jelas maunya apa. Cuma ngeribetin dan ngasih referensi silih berganti apa enggak berasap itu kepala!

Nah, kalau begini lagi bagaimana? Aku antisipasi dulu sebelum ketemu klien. Aku harus pandai menawar dan membuat keputusan. Misal butuh ya ambil. Tapi kalau pas numpuk kerjaan ya berani tolak. Ketimbang sakit hati, ya obatnya lebih mahal. Mending aku stop dan enggak lanjutkan. Sedangkan jika ketemu orang itu lagi, ya aku enggak mau kerja sama kembali. As simple as that. Kita bisa masih berteman tapi enggak kalau urusan kerjaan.

Kasus ke dua, Suamiku sudah berusaha membuka kebaikan dengan menawarkan, tapi si teman enggak mengerti bargaining yang benar. Kasus ini banyak terjadi nih di area pertemanan. Sukanya nawarin, ngasih ide, ngasih petuah bijak, eee tapi kitanya yang disuruh eksekusi. Giliran dimintai pertanggungjawaban, mlempem.

Terus kelanjutannya? Ya si temen kayak enggak ada apa-apa dan menganggap bukan hal yang anu banget. Padahal, seharusnya, jika kerjaan sepele pun, semua harus dituntaskan lewat komunikasi yang benar. Suamiku sendiri cuma bilang, "ya wes mau gimana, mungkin belum rezekinya". Tapi bargaining ini punya ilmu dan seni-nya loh, kalau kita mau profesional. Biar apa? Biar kualitas kita terjaga.

Aku sendiri pernah di pihak yang membutuhkan jasa. Aku hubungi beberapa orang yang bisa aku ajak kerja sama. Hal yang aku sadari dulu adalah:
1. POSISI
Biasanya, aku adalah perantara. Antara siapa dengan siapa? Ini dibutuhkan biar kita sama-sama enak nanti kalau pas kerja satu tim dan butuh apa-apa. Soalnya aku pernah jadi script writer dan ikut syuting, tapi malam-malam disuruh gojekin nasi uduk, ya apa enggak emosi!
2. FEE
Ini langsung aku jelasin kondisinya. Misalnya aku butuh Voice Over untuk program A, B, C dengan fee sebesar 1234. Lalu kapan pembayaran dilakukan, aku jelasin semuanya.
3. PROJECT
Semua project yang aku dapatin itu bersumber dari mana. Apakah jelas? Apakah hanya untuk keperluan pribadi saja? Untuk proposal? Atau industri? Lagi-lagi aku detailin semuanya, seakan calon yang akan aku ajak sudah fix dan oke ikut gabung.
4. CALON TEAM
Aku biasanya sudah mengenali calon kru satu team yang akan aku ajak. Apakah kerjanya oke? Rewel? Banyak mau? Atau bisa membaur? Ini bisa aku lihat lewat media sosialnya jika belum pernah ketemu. Menurutku, rekomendasi dari temen yang terpercaya sudah paling betul asal kita bisa berkomunikasi dengan lancar.

Kalaupun aku yang menawarkan project dan membutuhkan seseorang, misal dia kurang cocok baik kerja maupun harga, aku pasti akan tetap menginformasikannya dengan cara halus. Atau misal dia nolak, ya enggak apa-apa juga. Tapi pastikan semua itu jelas di awal.

Kesemua ini aslinya bersumber sama bagaimana cara kita berkomunikasi. Proses tawar-menawar, sealot apapun, tetap harus terjadi ketimbang enggak enak di belakang. Aku sudah cukup banyak pengalaman pahit seperti nalangin uangnya freelancer dulu, enggak dibayar walaupun skenario kepakai, sampai fee yang enggak jelas dan di bawah standar aku biasa kerja.

Tawar menawar ini juga harusnya bisa berlaku untuk siapapun rekan kerja kita. Mau itu temen, mau bos besar, mau baru kenalan, semua kudu bisa melewati proses ini bareng. Kalau dari awal saja sudah enggak enak, sudah yakin sih nantinya akan pengaruh besar ke kerjaan kita. Ini bisa kamu praktekkin ke kerjaan kamu yang sifatnya lepas. Bisa juga seperti blogger, desainer, kameramen, maupun voice over. Baik penyedia jasa maupun penawar jasa, punya win-win solution-nya.

So, trust me, every great beginning starts with a good bargaining. :)
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Sebagai seorang blogger, tentu saja kita punya niche dan konsen khusus yang sesuai karakter kita. Kalau aku, nichenya jelas lifestyle. Fokus utamanya adalah seorang ibu satu anak yang tetep demen dandan. Jadi bisa dibilang aku sudah merambah ke beauty blogger dan ikutan komunitas sebagai pendukungnya. Sudah hampir 5 tahun nulis blog, rasanya enggak mungkin kan kalau aku enggak pengen digaet brand buat kerja sama? Lagian siapa sih yang enggak mupeng sama produk-produk kecantikan yang berinovasi tiada habisnya? Yang lain bisa kok aku gini-gini saja? Apa jangan-jangan blogger sudah redup auranya dan digantikan dengan youtuber?

Kali ini Beautiesquad ngadain event online bertajuk: WHAT DOES BEAUTY BRAND EXPECT WHEN HIRING A BLOGGER dan menggandeng Erny Kurnia sebagai pematerinya. Segala pertanyaan sudah terjawab dengan keren dan cadas! 


TUJUAN BRAND KERJASAMA DENGAN BLOGGER

Ada beberapa goals sebuah brand mengajak kerjasama dengan blogger. Beberapa di antaranya untuk: 1. Meningkatkan backlink ke official website brand yang efeknya akan membantu untuk mendapatkan lalu lintas rujukan dan juga membantu dalam meningkatkan Domain Authority ( DA ) dari website brand. Peningkatan DA dan PA di website brand akan mempengaruhi brand value untuk brand itu sendiri dalam jangka Panjang. 
2. Meningkatkan SEO brand di mesin pencari google. 
3. Meningkatkan awareness tentang brand dan produk tertentu yang sedang mereka promosikan. 
4. Memberikan banyak opsi review ke calon customer sehingga secara tidak langsung menunjukkan gimana cara kerja produk di berbagai jenis kulit. 

Maka dari itu, ada durasi masa pakai skincare mulai dari 2 minggu hingga 4 minggu. Karena idealnya hasil akan nyata terlihat setelah 4 minggu pemakaian. Efek jangka panjangnya akan membantu brand meningkatkan brand value. Untuk mencapai goals tersebut saat bekerja sama dengan blogger, tentu brand jadi punya kriteria khusus. 

APA KRITERIA BRAND SAAT MENGAJAK KERJASAMA DENGAN BLOGGER?

Setiap brand mempunyai kriteria yang berbeda. Tapi sejauh ini, dari dua brand beauty yang pernah Erny handle, ada beberapa kriteria khusus seperti: 

1. Blogger harus punya platform TLD dan DA/PA yang oke. 
At least 12/20. Kenapa DA/PA penting? Karena percuma kalau kita kerjasama dengan blog non-TLD dan juga DA/PA rendah. Secara simple-nya tujuan brand untuk ningkatin SEO hingga DA website brand akan susah tercapai karena umumnya blog non-TLD tidak terindeks oleh google sebagus blog TLD. Begitu pula bila DA/PA-nya rendah. 

2. Personal branding si blogger. 
Oleh karena itu, seorang blogger harus punya personal branding yang kuat. Apa yang dia tampilkan di blog dan social media sebaiknya selaras. Karena brand beauty yang Erny handle sangat mengutamakan keamanan produk dan ingin mengedukasi calon customer, maka blogger yang diajak kerjasama pun harus tidak pernah membahas produk abal-abal. Abal-abal ini bukan hanya sekadar untuk beauty product saja, tapi juga tidak menggunakan barang-barang KW lainnya (fashion, sepatu, dll). 
Jadi memang soal personal branding blogger ini sangat diperhatikan. walaupun kembali lagi, setiap brand biasanya punya kriteria berbeda. Kalau kita amati, brand The Body Shop misalnya. Mereka tidak mengajak kerjasama blogger atau vlogger di level micro dan masif. Karena kriteria yang mereka pakai itu, ambassador ya harus TOP KOL, Skincare guru, atau TBS Beauty Bae untuk micronya. Tapi, bila kita amati siapapun yang diajak kerjasama punya personal branding yang kelihatan jelas nggak ya sudah asal saja gitu. 

3. Apakah harus blogger yang cantik dan putih? 
Tentu jawabannya tidak. Tapi bisa jadi beda brand beda spesifikasi. Kalau di brand yang saya handle, kami mengutamakan blogger harus bisa sharing knowledge tentang produk kami dengan clear ke pembaca. Tentunya dengan menambahkan experience selama pemakaian produk juga. 

4. Blogger harus menyertakan visual yang representatif dan clear (kualitas bagus) sebagai pendukung tulisan. Oleh karena itu, tema blog pun menjadi pertimbangan brand karena brand biasanya menyasar kelas tertentu sebagai target marketnya. Apakah blogger harus kuat di social media untuk diajak kerjasama oleh brand? Kuat secara branding, tapi tidak harus selebgram. Karena goalsnya nanti akan berbeda lagi. 

Untuk itu, blogger sebaiknya juga menggarap social media-nya dengan serius dan mempertajam personal branding-nya. 

Jadi sebagai blogger juga kita punya banyak chance untuk ketemu sama brand di berbagai platform. Dan keaktifanmu tersebut akan membuat brand ngeh atau bisa jadi kamu malah jadi top of mind. Selain itu, melihat tren beberapa waktu terakhir blogger sepertinya kalah pamor dengan vlogger. 

APAKAH TREN BRAND NGAJAKIN KERJASAMA DENGAN BLOGGER AKAN MATI SEIRING TUMBUHNYA VLOGGER?

Tidak.

Karena beda platform tentu beda tujuan dan potensial customer itu jenisnya macem-macem sehingga tidak pernah menutup kemungkinan kalau blogger akan tidak dibutuhkan karena adanya vlogger. Maka dari itu, blogger tetap dibutuhkan. Hanya saja, kembali lagi ke brand-nya. Erny mengakui kalau nggak semua PIC yang handle kerjasama dengan blogger itu benar-benar paham apa yang brand butuhkan. Dalam kasus saya sendiri, pernah suatu ketika ada yang tanya dari internal kenapa sih masih pakai blogger, kan tren udah ke ranah lain? Iya, mungkin tren ke ranah lain, tapi kembali lagi ke poin awal yang saya sampaikan tadi. 

Ada goals untuk nguatin brand value di halaman google. dan enggak jarang, efeknya itu jangka panjang. Karena banyak menghiasi halaman search engine, eh jadi ada klien untuk jadi partner jualan kami. Jadikan kan nggak cuma dari SEO menguntungkannya, tapi juga dari sisi brand awareness, brand value, bahkan ke tingkat sales. 

EKSPEKTASI BRAND SAAT KERJASAMA DENGAN BLOGGER

1. Blogger bisa menjadi ambassador dari brand untuk menyampaikan informasi terkait produk yang disepakati. Bila ranahnya makeup, maka lewat tulisannya bisa mengemukakan review secara clear meliputi deskripsi produk, ingredients, feel saat digunakan, hingga plus minusnya. (Walaupun nggak semua brand bersedia bila ada poin minus disampaikan.) Sedangkan untuk skincare, bisa memberikan penjelasan detil tentang produk terutama bila digunakan pada kondisi kulit seperti blogger terkait. Itulah kenapa unsur personal itu penting banget dimasukkan dalam review. 

2. Terjalin simbiosis mutualisme karena baik brand dan blogger sama-sama punya kepentingan di sini, sehingga harapannya bisa bekerjasama dengan sama-sama profesional. 

3. Membantu brand meningkatkan brand value dan branding position. Berkaitan dengan branding position, ini erat juga kaitannya dengan personal branding dari blogger atau ini mengacu ke kriterian blogger yang diajak kerjasama.

TANGGAPAN BRAND SOAL FOLLOWERS PALSU SEORANG NANO KOL

Itu sebenernya kembali ke team yang handle. Banyak PIC itu kadang nggak paham hal seperti itu. Jadi memang menentukan juga kualitas PIC dari brand ahensi dengan cara kerjanya. Kalau kami selama ini melakukan pengecekan. Kebetulan di kantor Erny ada influencer marketing. Salah satu tugasnya itu memang untuk cari potensial blogger or nano KOL. Harus research. 

Sejujurnya, team Erny pun pernah ngalamin kecolongan. Ini bukan tentang followers beli, tapi udah research eh pas diajak kerjasama kualitas kontennya fail. Ibaratnya blogger mesti review deodoran wangi mawar, tapi properti fotonya itu deodoran dan bawang. kan enggak relate ya. Kalau soal followers beli apa nggak, itu kelihatan banget sebenernya dari segi perfoma kontennya dan engagement saling komen sama temen juga kelihatan. Jadi kalau bisa sih jangan sering-sering POD, karena lama-lama performanya seperti enggak asli. 

NEGOSIASI ANTARA BLOGGER DENGAN BRAND

Jika blogger menemukan ketidakcocokan pada suatu produk yang brand kirimkan, bukan berarti produk tersebut jelek. Kekurangan pada suatu produk itu hal yang wajar, dan ketidakcocokan itu manusiawi. Kaya misalnya kita suka makan pare yang pahit, tapi orang lain belum tentu suka padahal pare banyak gizinya. Ya bukan karena parenya yang jelek, tapi memang enggak masuk saja di mereka. 

So, kalau ada script bahasa yang panjang dan harus mention puji-pujian kok secara nurani juga kurang sampai? 

Jalan keluarnya adalah:
Komunikasikan saja dengan pihak brand. Beberapa KOL yang jadi partner kami ada yang begitu. Nyoba produk nggak cocok, nah biasanya mereka konsultasi dengan orang yang handle untuk cari jalan keluar cara nyampeinnya gimana. Lalu apakah nanti akan kapok? Itu kembali lagi tergantung brand-nya ada yang kapok ada yang nggak. 

Kalau brand yang Erny handle kebetulan nggak. Bahkan pernah ada kasus blogger bener2 enggak cocok, kami bayar di muka. dan dia sudah jadi tulisan. Tapi setelah nego ternyata isinya full tentang ketidakcocokan (blogger enggak bisa nyampein tentang solusi kalau nggak cocok gimana, atau ngakalin gimana) di titik ini as brand diskusi, apakah akan jadi hate speech orang nangkepnya atau gimana. akhirnya karena tulisan 2 halaman bener2 nggak cocok soal produknya jadilah kami meminta untuk tak perlu post, tapi uang enggak usah dikembalikan. Ini wujud permohonan maaf karena kami memang enggak bisa menjamin semua produk cocok di kulit partner. Dan beberapa waktu kemudian kami masih kerjasama untuk produk lain. 

Kalau soal membandingkan enggak ada masalah. Tapi ya itu kembali ke kebijakan brand-nya. Dan dari sisi blogger bisa menyampaikan perbandingan itu dengan reason yang jelas. Jangan cuma produk A buagus banget pokoknya dibanding B. 

KERJASAMA LONGTERM 

Jika kerjasama dengan brand sudah selesai, seorang blogger tentunya pengen dong diajak kerjasama lagi. Nah, berikut adalah insight dari Erny yang bisa kita jadiin sikap sebagai seorang beauty blogger:

Yang dinilai ada macem-macem ya. Kalau Erny dan team sendiri terkait pageview dinilai, tapi nggak utama. Karena riset kami nunjukin kalau pageview blog itu biasanya bagus setelah tulisan terindex 3 bulanan. Sementara untuk collect data pertiga bulan baru dievaluasi itu cukup menyita waktu. Jadi biasanya ada beberapa aspek yang langsung kelihatan: 
a. Cara penulisan. Ini sangat menentukan. Paham enggak sih dengan penulisan kalimat yang efektif. Biasanya kalau sekali kerjasama dan hasil tulisannya terlalu muter-muter, maka Erny dan team enggak pake lagi. Khawatirnya message yang ingin disampaikan jadi blunder krn penulisan yang misal 1 kalimat sampe 3 baris. So. penggunaan tanda baca sangat penting.
b. Foto pendukung. Visual ini penting banget. Enggak masalah devicenya apa, tapi kalau kerjasama berbayar maka kualitas harus setara misalnya visualnya HD dan clear. Kalau brand lipstik misalnya, please jangan males swatch di bibir. Karena kalau di tangan aja itu nggal representatif. Kalau ga mau di bibir karena brand enggak mau bayar kemahalan, so negosiasikan aja. Kalau enggak sesuai, ya belum jodoh. 
c. Blogger beneran cocok atau hanya mention cocok, tapi habis itu di-preloved? Jadi ga masalah sebenernya misal temen2 dapet PR gift lalu mau di-preloved, tapi at least tunggu dl sekitar 3 bulanan. Karena dengan menjual PR gift sebelum 3 bulan itu kesannya kemarin bilang oke, kok dijual gini ya? Kecuali kamu memang punya produk double. 
d. Saling profesional saja dari awal hingga after kerjasama. Jadi saya pernah ada kasus nego dgn blogger. Kita nego harga. Blogger oke nih, eh ternyata dia oke di email terus di alter account-nya di twitter bahas dengan hate speech kok ngepasin saja ada team yang patroli lihat. So, kalau ada uneg2 selama kerjasama emang baiknya di-share saja. Cuma, Erny mengakui enggak semua brand bisa diajak komunikasi begini. 

RATE CARD SEORANG BLOGGER

Bagaimana brand menilai rate card dari seorang blogger? Apakah RC blogger ini kemahalan, murah, atau ideal dengan budget brand? 
a. Dilihat media kitnya gimana performa channelnya. 
b. Kualitas kontennya. Worth it ga sih dengan bayaran sekian (meliputi cara menulis dan visual).
c. Dilihat dari brief brand. 
d. Personal branding. 


PENGARUH INSTAGRAM SEORANG BLOGGER TERHADAP PENILAIAN BRAND

Semua kembali lagi ke PIC brand. Apakah dia memahami ranah dan goals yang ingin dia capai. Kadang, di lapangan PIC  tidak paham sampai di titik itu. Jadi blur... Karena enggak clear memahami goals-nya. Kalau sudah paham goals, ya harusnya didahulukan yg blogger ya. Karena kan kerjasama untuk awareness di Instagram bisa tanpa blog. Kedua, brand beauty memang nggak cuma kerjasama dgn beauty blogger or ceator juga. Misalnya di brand yang Erny handle, kerjasama dengan travel blogger juga karena ada goals menekankan pentingnya skincare saat traveling misalnya dan mau ekspansi target market. 

So, penyebabnya memang kompleks. Tapi sejauh pengamatan dan pengalaman Erny yang pernah recruitment team, memang di awal PIC itu belum paham. Parahnya kadang dari brand-nya juga ga clear ngarahinnya. Kalo instagram misal goals-nya mau ningkatin profile visit brand, mau promosi produk ke warga Instagram yang sifatnya cepat (diskon sekian persen dalam 2 hari swipe up). Kalau blog, tentu enggak bisa pake tujuan itu. Kayak kerjasama. Instagram tapi mau dapetin backlink website ya enggak bisa. Jadi pertimbangannya ya goals tadi. Tapi PIC harus clear dan paham dulu goalsnya apa.


KESIMPULAN:
1. Setiap beauty brand punya kriteria tertentu saat hire blogger. 
2. Pemilihan blogger juga didasarkan pada goals brand serta positioning si blogger sendiri. 
3. Social media blogger penting, tapi bukan berarti harus beli follower. Yang utama kualitas karakter, bukan jumlah follower. 
4. Era blogger belum punah, masih tetap dibutuhkan meskipun saat ini trennya bergeser ke ranah lain. 5. Ekspektasi dari brand saat hire blogger antara lain: blogger bisa menjadi kepanjangan tangan dari brand untuk menyampaikan produk, terjadi simbiosis mutualisme, serta membantu brand meningkatkan brand value.

Lengkap dan cukup dipahami kan? Jadi yuk kita praktekkin ilmu yang sudah didapat ini. PR terbesarku masih karakter nih, karena jujur saja, sekarang aku jadi jarang ngeblog dan bersosial media. Masih kebingungan ngatur jadwal euy wkwk (ALESAN!)

Buat kalian yang pengen ikutan Ngopi Cantik barengan Beautiesquad, pantengin saja terus media sosialnya, karena di situ ada banyak info seru. Ngopi Cantik kayak gini dilakukan online via whatsapp grup. Jadi, kalian tetap bisa #dirumahaja tapi tetap banyak wawasan lewat berbagai cara. Sampai jumpa lagi ya!

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Holla gurls, back again with me Yosa, dalam acara makeup-makeup-an! Opening-nya garing enggak apa-apa ya, maklum sudah lama enggak makeup + ngisi blog + ikutan collab sama komunitas kesayangan: Beautiesquad. Wow cukup nyebelin. Monggo kalau mau timpuk, tapi pakai uang transferan, please. Wk.

Bulan april ini Beautiesquad bikin collab bertema Galaxy Makeup. Aku sudah tertarik sama tema ini dan bayangannya sudah macem-macem mau bikin ala bintang-bintang bertebaran. Permasalahannya cuma satu: aku enggak punya eyeshadow gonjreng dan galaxy-galaxy-an. Ada sih warna-warna pink dan ungu, tapi cenderung matte dan enggak banyak glitternya. Selain itu, aku muter otak juga, karena walaupun aku WFH di saat pandemi seperti ini, di rumah ternyata enggak kalah rempong. Anak di rumah seharian, kudu nemenin terus, dan kerjaan juga harus kelar. Nah loh! Mau gimana coba?


Sebelum aku kasih detail gimana cara makeupnya, aku mau cerita dulu soal zodiak ya. Zodiakku sendiri adalah taurus, yang konon tipikal orang setia, bisa diandalkan, murah hati, lembut, penyayang, sabar, mandiri, bersahabat, tapi emosional, materialistis, keras kepala kayak banteng!

Kesemuanya hampir benar. Tapi ada beberapa hal yang bisa lentur banget, terutama soal materialistis dan emosi. Dalam hal emosional, jujur aku enggak tipikal orang yang lembut. Banyak yang bilang aku malah judes dan tegas. Mungkin kalau mau dibilang lembut, lembut itu ada di-hanya 10 persen hidupku selama ini. Lembut kalau aku pas sakit, lembut kalau aku pas ngelihat orang kesusahan, lembut pas ngelihat anakku butuh pelukan. Ya pokoknya lihat sikon lah, enggak yang bisa jadi patokan setiap saat. 

Lain soal emosional, dulu pas belum punya anak, aku cukup parah enggak bisa nahan ego-ku. Tiap ada masalah yang aku ngerasa enggak bener, waduw, bawaannya ngegas. Ngegas begitu karena, aku tipe yang harus langsung diselesaikan ketimbang berlarut-larut. Misalpun sudah kelar, ya sudah, aku akan lupa.

Terus soal materialistis. Kalau dalam hal kerjaan, ya jelas aku lihat tujuannya. Kalau buat gerakan independent, oke lah enggak dibayar pun aku ikhlas karena fokusnya ke belajar bareng. Ya tapi kalau untuk kerjaan yang berhubungan dengan industri, waduuuh, harus jelas harganya say (Nanti deh, aku tulis sendiri dalam label Freelancer The Series, lol).

Benang merah dari semuanya ini adalah, menyikapi zodiak dan ramalan bintang, jujur aku cuma ambil yang bagus-bagus saja haha. Enggak, maksudku begini, ini tuh cuma buat basic kita mengenali diri kita sendiri. Gimana sifat asli dari lahir, yang nantinya bisa kita improvisasi sendiri ketika kita menemukan masalah. Soalnya, aku kebanyakan kerja tim. Jadi kalau misal aku ngandelin zodiakku yang katanya keras kepala, ya apa jadinya. Ada sisi aku harus bisa mendengarkan, sisi aku harus menerima, harus legowo, dan enggak menang sendiri. Nah, yang seperti ini nih yang enggak usah dirumitin pakai zodiak.

Aku paling enggak suka orang-orang yang reseh lalu pakai alibi "karena zodiak-ku ini, jadinya begini". Heh jaenab, kamu kalau reseh ya reseh saja, enggak usah bawa-bawa zodiak. Itu artinya kamu tidak menyadari kesalahan dan cenderung menyalahkan hal lain yang bikin kamu aman. Gitu saja kok repot.

Makanya, aku jarang banget nyangkut pautin zodiak sama 100% kehidupanku. Karena apa? Karena justru aku percaya diri, bisa survive, bisa berubah ke arah yang lebih baik, dan welcome sama kritikan. This is me Yosa Irfiana, yang kalian kenal apa adanya.


Beralih ke soal Galaxy Makeup-nya ya. Aku memanfaatkan beberapa makeup andalan yang ada di rumah. Situasi seperti ini aku jadi malas belanja ke luar dan beli yang seperlunya saja. Toh aku jarang dandan ke luar juga. Eyeshadowku masih banyak yang enggak kepakai, mau aku apain, malah nanti kadaluarsa semua. 

Buat yang penisirin, ini aku bocorin produknya ya.

FACE
Avoskin Hydrating Treatment Essence
Pixy Beauty Skin Primer
Purbasari BB Cream (Honey Beige)
Focallure Big Cover Concealer (Warm Ivory)
Purbasari Oil Matte Two Way Cake

EYEBROW
Just Miss Eyebrow (shade Brown)

EYES TO CHEEKS
PAC Eyeshadow Pallete Festival
Madame Gie Silhouette Eyeliner (Silver)
Maybelline Magnum Volume Express
Wardah EyeXpert Optimum Hi-Black
Focallure Trio Blusher & Highlighter Palette Original
Bulu mata palsu

LIP
Loreal Rouge Signature (Shade I Rule)
Pixy Tint Me (Shade On Pink)


Awalnya, aku bingung mau bikin looks yang kayak gimana. Terus aku mikir mau bikin perpaduan antara warna pink dan ungu. Aku langsung ambil warna pink gonjreng buat kelopak mata, yang digeser pelan ke arah pipi bagian pinggir. Habis itu, aku ambil warna ungu buat ngisi ke bagian tengah. Ngerasa masih kurang, lalu aku tembusin ke bagian hidung, berikut ambil warna pink lagi buat bagian luarnya.

Sampai di sini, sempet stuck dan ngelihat "lha kok malah kayak lebam-lebam sih" LOL. Lalu aku tambahkan warna turquoise di bagian bawah mata, biar lebih festive gitu. Nah, baru aku bikin riasan mata yang lebih tajem dengan menambahkan bulu mata cetar dan eyeliner yang tebel sekalian dibentuk di bagian pinggir mata sebelah hidung.


Karena kurang glittery, aku bubuhkan highlighter banyak-banyak di bagian pipi. Lalu di kelopak dikit-dikit, tapi entah kenapa ini di foto kok malah enggak kelihatan. Mungkin kurang lighting, oh temen-temen produksi tolongin aku nge-set please. T.T

Setelahnya, aku gambar bintang-bintang itu pakai eyeshadow warna putih, yang aku ambil pakai brush kecil runcing. Kurang nyala sih sebenernya, kalau punya face painting, pasti akan lebih nampol.


Keseluruhan dari looks ini, aku suka banget. Biar lebih cakep, pengennya rambut aku bikin cepol dua sisi, tapi kok wajahku kurang cocok. Jadi ya, aku iket separuh di tengah saja. So, seperti ini hasilnya.


Walaupun aku sudah ngerasa wow aku bangga sama looks ini, tapi ternyata.... peserta yang lain enggak kalah cakep dan pada all out semua. Kraaaay!!! Salah satunya Ika Devita berikut ini. Penasaran dia bikin apa, gih langsung ke blognya ya.


Terus ini hasil collab seluruh peserta. Aduuuh ampun suhu-suhu. Aku harus banyak belajar lagi. Seneng rasanya bisa jadi satu frame sama mereka yang sudah keren-keren sejak lama.



Ikutan collab seperti ini buatku seperti mengusir rasa bosan. Mainan makeup, fota foto, pilih yang bagus, dan kenalan sama beauty blogger se-Indonesia..yah walaupun masih via online, tapi aku ngerasa jauh lebih baik ketimbang stress terus-terusan. Lumayan lah, disela-sela pekerjaan, aku bisa doing my hobby dan kurang-kurangin baca berita yang bikin puyeng. Apalagi, dandan kayak gini berguna buat ngelatih skill makeup-ku yang sudah lama kaku.

Kalau kalian bingung juga mau ngapain di rumah dan mager wae, coba deh ikutan collab! Salah satu komunitas beauty blogger yang rajin ngadain collab tiap bulan, ya Beautiesquad. Selalu pantengin media sosialnya ya, karena pasti ada info menarik dan seru yang bisa kita lakukan walaupun di rumah saja.

See ya di makeup collab selanjutnya!
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

HELLO!


I'm Yosa Irfiana. A scriptwriter lived in Magelang. Blog is where i play and share. Click here to know about me.

FIND ME HERE

  • Instagram
  • Twitter
  • Facebook
  • Google Plus

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  January 2023 (1)
  • ►  2022 (14)
    • ►  December 2022 (1)
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  August 2022 (2)
    • ►  July 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  March 2022 (2)
    • ►  February 2022 (3)
    • ►  January 2022 (1)
  • ►  2021 (60)
    • ►  December 2021 (1)
    • ►  November 2021 (3)
    • ►  October 2021 (3)
    • ►  August 2021 (3)
    • ►  July 2021 (2)
    • ►  June 2021 (3)
    • ►  May 2021 (15)
    • ►  April 2021 (21)
    • ►  March 2021 (2)
    • ►  February 2021 (2)
    • ►  January 2021 (5)
  • ▼  2020 (44)
    • ►  December 2020 (5)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  October 2020 (4)
    • ►  September 2020 (5)
    • ►  August 2020 (3)
    • ►  July 2020 (7)
    • ►  June 2020 (6)
    • ►  May 2020 (1)
    • ▼  April 2020 (4)
      • DARI EMINA BALIK KE WARDAH SUNCARE - SUNSCREEN GEL...
      • BARGAINING
      • MAU DILIRIK SEBUAH BRAND BEAUTY? YUK SIMAK ULASANNYA!
      • GALAXY MAKEUP COLLAB WITH BEAUTIESQUAD
    • ►  March 2020 (2)
    • ►  February 2020 (3)
    • ►  January 2020 (2)
  • ►  2019 (89)
    • ►  December 2019 (5)
    • ►  November 2019 (7)
    • ►  October 2019 (6)
    • ►  September 2019 (10)
    • ►  August 2019 (6)
    • ►  July 2019 (6)
    • ►  June 2019 (9)
    • ►  May 2019 (9)
    • ►  April 2019 (8)
    • ►  March 2019 (7)
    • ►  February 2019 (7)
    • ►  January 2019 (9)
  • ►  2018 (135)
    • ►  December 2018 (21)
    • ►  November 2018 (17)
    • ►  October 2018 (9)
    • ►  September 2018 (9)
    • ►  August 2018 (10)
    • ►  July 2018 (9)
    • ►  June 2018 (12)
    • ►  May 2018 (9)
    • ►  April 2018 (9)
    • ►  March 2018 (9)
    • ►  February 2018 (10)
    • ►  January 2018 (11)
  • ►  2017 (116)
    • ►  December 2017 (8)
    • ►  November 2017 (7)
    • ►  October 2017 (8)
    • ►  September 2017 (9)
    • ►  August 2017 (8)
    • ►  July 2017 (11)
    • ►  June 2017 (8)
    • ►  May 2017 (11)
    • ►  April 2017 (8)
    • ►  March 2017 (12)
    • ►  February 2017 (15)
    • ►  January 2017 (11)
  • ►  2010 (9)
    • ►  November 2010 (9)

CATEGORIES

  • HOME
  • BABBLING
  • BEAUTY
  • FREELANCERS THE SERIES
  • HOBBIES
  • LIFE
  • PARENTING
  • BPN 30 DAY BLOG CHALLENGE
  • BPN 30 DAY RAMADAN BLOG CHALLENGE 2021

BEAUTIESQUAD

BEAUTIESQUAD

BLOGGER PEREMPUAN

BLOGGER PEREMPUAN

EMAK2BLOGGER

EMAK2BLOGGER

Total Pageviews

Online

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose