CORONA DAN CARA KITA

by - March 22, 2020

Semua orang sedang bahas corona. Update. Aware. Yang pasti sekarang pada makin melek kebersihan dan kesehatan. Lockdown atas anjuran Pemerintah memungkinkan kita, yang bisa kerja di rumah, ya stay saja di rumah. Pergi-pergi hanya untuk keperluan semata, bukan untuk hal-hal yang sifatnya cuma buat nyenengin diri sendiri. Kadang baru nyadar, ternyata aku selama ini keluar rumah bukannya karena kebutuhan, tapi buat kepuasan. Puas bisa nyestatus jalan-jalan, puas bisa makan enak, puas bisa bikin orang pengen atas apa yang kita lakukan. 

Baiklah, kita bahas dari segi pekerjaan. Yang lucunya, semua ini kadang bisa bikin orang saling menyalahkan.


Seperti yang kalian tahu, aku dan Suami banyak mengejarkan project by remote. Aku nulis naskah, sedangkan Suami sering desain. Ada sih sesekali motret, tapi enggak tiap hari. Kerjaan seperti ini sudah aku niatin dari dulu. I can do anything from home, kerja, momong, ngerjain pekerjaan rumah tangga, termasuk bersosialisasi karena gimana sih, alat komunikasi sudah canggih-canggih bener. 

Since 4 years ago, ketika aku hamil dan masih kerja jadi Line Producer, yang pulang syuting magrib saja sudah bagus, aku ngerasa: enggak bisa deh kalau gini terus ketika sudah punya anak. 

Aku enggak mau ketemu anakku cuma beberapa jam sehari dan enggak monitoring perkembangannya. Aku maunya bisa momong dan kerja at the same time, walaupun nanti kenyataannya akan berbeda. Aku maunya anakku akan aku kasih perhatian extra biar nyaman karena aku orang tuanya. Nah, menurutku, kalau tiap hari aku pulang larut, waktuku tidak akan banyak untuk dia. Bisa sih dekat, tapi mungkin akan sulit.

Jadi, aku mikir terus gimana caranya dapetin pekerjaan yang enak, yang anak kecil friendly, yang enggak harus stand by almost 24 hours, yang enggak nuntut siap kerja dibawah tekanan. Akhirnya aku mengasah skill-ku menulis, belajar dari buku-buku tentang penulisan naskah, minta masukan ke teman-teman, bikin proposal film, kontak ke mantan rekan kerja, dan bersikap baik sama semua orang biar track record-ku bisa jadi bahan pertimbangan. 

Sebelumnya cuma sekali dua kali nulis artikel. Skenario juga pernah tapi enggak sering dan enggak expert. Mungkin waktu awal dapet project nulis, temen-temenku juga pada enggak percaya sama tulisanku. Tapi aku yakinin terus kalau aku bisa, aku mau belajar lagi, mau menerima saran dan kritik. Alhamdulillah malah langsung disambut baik dan proposal filmku keterima! Aku jadi penulis naskah secara official mulai hari itu juga, dan pelan-pelan percaya diri dengan sendirinya.

Singkatnya, pekerjaan menulis buatku sudah paling nyaman. Bisa tiap hari setor naskah. Bisa iyain atau tolak kalau ada yang enggak cocok. Gajian juga tinggal dirapel tiap akhir bulan. I'm in comfort zone now.

But i realize, kerjaan seperti ini privillege dan ada faktor luck. Enggak semua orang mau dan bisa. Ada yang enggak demen kerja di rumah, ada yang pengen tapi enggak dapet-dapet jalannya. Aku ngerti, makanya, aku enggak mau yang namanya sombong atas apa yang aku dapetin saat ini. Ngerasa sudah paling bener kerja jadi freelancee. Atau ngerasa kalau yang kerja kantoran itu enggak ngurus keluarga.

Work From Home bagiku ya seperti pekerjaan pada umumnya, hanya beda cara. Bedanya ini di rumah, penuh friksi, geser dikit bikin geger. Contoh sepelenya ketika Alya rewel aku banyak kerjaan. Mau enggak mau aku urus Alya dulu, baru kerjanya belakangan. Tapi jujur, itu sering bikin stress. Kalau stress bisanya apa selain disabar-sabarin. Aku yakin, yang kerja kantoran pun juga punya masing-masing caranya. 

Aku ibaratin, kita tuh kerja seperti: sedang menuju ke tempat yang sama, namun beda cara. Ada yang seneng pakai mobil AC, ada yang seneng lari-lari sekalian olahraga, ada yang senengnya naik angkutan umum karena bisa ketemu pengalaman baru tiap harinya. Semua juga berlandaskan kondisi dan fungsi. Kita ke satu tujuan: cari uang.

Kita kerja dimanapun pasti ada tantangannya kok. Kalau aku boleh sambat, sekarang pada tahu kan kerja juga bisa dari rumah? Itu artinya aku juga punya kesibukan sendiri-sendiri dan enggak selalu santai walaupun cuma di rumah doang. Dulu aku sering dikira nganggur karena di rumah terus. Dikira cuma momong saja kok susah bener. Dikira Ibu Rumah Tangga yang manja. Sedih loh, beneran. Tapi ya sudah, aku pikir biar orang tahu dengan sendirinya tanpa perlu aku jelasin panjang lebar. You judge me, becoz you don't me so well. Work From Home is real babe! Mengertilah, suatu saat malah bisa jadi solusi praktis. (Btw, semoga yang pengen bisa WFH segera dikasih jalan ya). Aku sendiri berusaha sebisa mungkin enggak bandingin kerjaanku dengan yang lainnya, ketimbang bikin masalah lain. Misal ke-trigger sama orang yang bilang kerja di rumah enak, ya sudah, aku cuma iyain saja, karena memang faktanya aku sudah cocok dengan kondisi kerjaku seperti ini.

Jadi menurutku, mengingat kondisi virus corona yang harus segera ditangani, ada baiknya kita sama-sama mengerti dan paham. Bahwa corona adalah epidemik yang bisa bikin carut marut manusianya, mulai dari segala aktivitas sosial, kesehatan, dan perekonomian. Saat ini adalah saat yang gampang banget bikin orang saling menyalahkan. Si A nyalahin si B karena keluar kota padahal dia ada keperluan dan sebenarnya was-was juga. Si B nyalahin si A karena harusnya bersyukur bisa Work From Home, tidak semua orang bisa, padahal si A juga sama stressnya. 

Waspada boleh, tapi jangan panik, jangan egois kayak borong hand sanitizer, borong masker, pakai sarung tangan lateks padahal cuma di rumah. Aku ngerti, basic survival manusia adalah bertahan dengan dirinya sendiri. Tapi jangan sampai kita enggak berbagi keperluan untuk menangkal virus tersebut. Logikanya, kalau banyak orang rentan terinfeksi karena tidak mampu menjaga kebersihannya, virusnya akan semakin lama menyebarnya dong. Sudah kita jahat sama bumi karena tidak bisa menjaga, sudah kita tukang buang sampah sembarangan, sudah kita enggak mikir makhluk hidup lain, sesama manusia juga enggak bisa akur. Semua orang jadi kelihatan banget sifat aslinya!

Kalau kayak gini, yang virus itu sebenernya corona atau justru kita manusia yang egois-egois yang maunya menang sendiri?

Maka aku bilang terus, bahwa humanity adalah faktor yang enggak kalah penting untuk keluar dari polemik kayak gini. Cara gampang supaya kita bisa berkontribusi adalah dengan tidak ikut menyebar berita hoax, selalu cari tahu sumber berita sebelum langsung di-forward ke yang lainnya, dengan di rumah saja dan keluar jika benar-benar perlu, menghindari kerumunan, dan hal-hal baik lainnya. Kalau harus kerja di luar, jangan lupa kebersihannya dijaga. Harus, mau tidak mau. Egonya dikesampingkan dulu untuk hal-hal yang sifatnya merugikan orang banyak.

Bumi sedang memulihkan kondisinya. Manusia juga harus makin sadar diri atas habit buruknya. Semoga kita selalu sehat kuat dan dalam lindunganNya. Semoga kita mendapatkan hikmah atas semuanya.

You May Also Like

0 komentar