TAHU DIRI

by - May 23, 2018

"Besok kalau sudah punya anak, jangan sampai aku enggak keurus sama sekali. Pokoknya jatah skincare, creambath di salon, sampai agenda nonton film di bioskop kudu selalu ada. Enggak boleh ditawar, titik!"

Pernah denger pernyataan kayak gitu? Oh atau jangan-jangan kalian juga sudah sesumbar hal yang sama? Biar seisi dunia paham bahwa kita wanita seutuhnya. Biar para suami tahu bahwa seorang istri enggak bisa dirampas hak nya. Biar semua setuju dan satu pikiran bahwa wanita itu makluk lemah yang lihat diskonan saja langsung sumringah. Biar pada ngerti kalau sekali wanita enggak diturutin beli sepatu incaran, dia bakalan kepikiran sehari semalam. Intinya, walaupun sudah jadi istri, ya sebisa mungkin tetap merawat diri. Urusan penting ini, jangan diremehin!

Sekarang coba angkat tangan, siapa di sini yang samaan? Azeg loh banyak temennya. Hahaha.


Jauh sebelum aku memutuskan menikah, aku senang dan bahagia dengan dunia kerja. Kadang malah enggak sadar kalau penuh tekanan, dibawa hepi dan asik karena sesuai dengan passion-ku selama ini. Weekdays hectic kerja, weekend saatnya balas dendam buat belanja. Enggak papa duit habis, toh niat nyari duit memang buat keperluan pribadi. Kalau bukan kita sendiri, lantas siapa yang mau menyenangkan hati ini? Ridho rhoma? Atau berharap Nicholas Saputra? Sembarang wes.

Aku sama sekali enggak kepikiran bakal kerja di rumah sambil ngurus anak. Seneng sih sama anak-anak, tapi enggak yang seribet itu. Wooooh, ngelihat repotnya mandiin bayi saja aku sudah give up kok, apalagi mikirin toilet training? Pikiranku mana sampai?

Tampaknya kalau ada yang bilang aku lebih cocok jadi wanita karir saja, aku malah justru bangga. Ngapain di rumah momong anak. Susah susah kelarin kuliah dan manjat jabatan, ini malah disuruh ngendon di rumah. Hell lah ya!

Akan tetapi aku sendiri mulai sanksi ketika mulai menjalani hubungan yang serius. Bimbang level:  gimana ya nanti kalau aku lembur? Hire asisten rumah tangga susah enggak ya? Atau anakku nanti sekolah dimana? Pertanyaan itu timbul karena aku sudah mulai mikirin masa depan.

Realistis istilah tepatnya.

Mau gimana pun, setelah menikah, orang bakal punya kehidupan yang berbeda dari biasanya. Yaiyalah yang tadinya hidup sendiri, ntar kan harus berbagi. Pada umumnya, wanita yang sesudah menikah itu lebih berdamai dengan dirinya sendiri maupun lingkungan di sekitarnya. Walaupun menyakitkan, wanita sering enggak sadar. Bukan jadi momok juga sih, tapi itulah kehidupan yang punya banyak rintangan. Disitulah ketak kita belajar bukan?

Boleh percaya boleh baper. Monggo.

Kalau yang tadinya aku senang foya-foya dan enggak mikir nyisihin uang, aku lalu merubah mindset tersebut menjadi = aku kudu punya tabungan. Serius! Bahkan sudah sejak lama Mama wanti-wanti hal ini. Mama suka kesel kalau aku boros, seperti beli barang yang enggak perlu, atau terlalu sering mengeluarkan uang hanya untuk alasan menyenangkan diri sendiri.

Ya maklum, menyenangkan diri zaman masih single beda sama sekarang. Gaya hidup yang wow itu bikin hidup lebih diakui soalnya. Tahu film terbaru, nonton konser, sampai travelling. Kapan lagi sih kalau bukan dihabiskan waktu muda.

Namun istilah muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati masuk surga kayaknya halu belaka ya. Mana ada sih kita enggak usaha, tahu-tahu hidup sudah sempurna. Punya turunan kaya pun enggak jaminan kita bisa ikutan jaya, kalau kita enggak melek soal finansial. Banyak kasus kan ya, aset jadi menurun akibat dipegang oleh orang yang salah. So, bukankah tahu kondisi keuangan adalah kewajiban bagi semua orang?

Yang kaya saja harus belajar mengelola keuangan, apalagi aku yang modal dengkul hitam?

Makanya, harap di-bold, suami wajib menafkahi, tapi istri juga kudu paham kondisi supaya enggak larut dalam persoalan rumah tangga doank. Mau di rumah saja oke, asal kucuran dana mengalir lancar dan dikelola dengan benar. Mau ikutan kerja juga ayok, demi memenuhi kebutuhan yang makin beragam.

Dalam rumah tangga, kita bukan cuma ngomongin soal uang, ada banyak hal yang nantinya akan kita pertahankan. Tapi enggak bisa dipungkiri, kita lebih tenang begitu dana aman. Dan Mama ternyata benar, baruuu melangkah beberapa bulan sesudah menikah, aku nyadar bahwa kebutuhan rumah tangga lebih banyak enggak terduganya. Tabungan bisa seketika ludes begitu ada kebutuhan besar.

Kalau yang kecil-kecil, cost yang harus disisihkan ada buat listrik, buat bayar kontrakan, buat periksa kehamilan, buat vitamin kesehatan yang makin tua makin kerasa encoknya, sampai buat bayar iuaran RT dan sampah bulanan. Tapi seiring bertambahnya usia perkawinan, jelas makin banyak pula keharusan dan impian ke depan. Beli mobil, beli rumah, tabungan pendidikan.... banyak deh.

Mau gila? Maaf sepertinya sudah terlambat hahaha.

Sebenarnya, adalah hal yang normal kalau kita menuntut hak yang bisa kita miliki. Kalau kita ngerasa ada sesuatu yang hilang akibat menikah, ya memang begitu adanya. Banyak orang bisa memilih, sayangnya ada yang harus menerima. Enggak semua sama, semua punya masalahnya. Setiap orang punya TINGKAT KEBUTUHAN YANG BERBEDA.

Contoh sederhana, sebelum nikah kita ini merawat diri sekeren mungkin, masa' iya, habis nikah ngelomprot dan cuma dasteran, sampai lupa mau perawatan. Engga pengen gitu balik nyenengin diri sendiri? Kayak ada yang salah gitu kan. Padahal kalau kita mau terbuka, pastilah kita nemu caranya.

Aku mengalami hal itu soalnya. Waktu awal melahirkan, melihat temen-temen yang lain bisa ngemal bareng pasangannya, aku langsung ngerasa sedih, bete, dan enggak merdeka! Kok enggak adil gitu ya, di sana pakai aturan modern, di sini masih pakai mitos lama. Tolong donk, sekali-kali aku juga pengen pumping ASI trus ngeloyor ke bioskop. Stress tauk mikin anak di rumah mulu. Huhuhu.

Tapi di sisi lain, aku juga masih dalam masa transisi menyesuaikan kondisi finansial. Karena aku enggak banyak tabungan, otomatis saat itu aku cuma mengandalkan pekerjaan suami... bahkan sampai anak berumur satu tahunan. Kalau ingat moment itu, waduuuh kenapa pas zaman muda telalu sering buang duit ya.

Sedih lah pokoknya. Aku masih harus banyak belajar, hingga lama-lama aku tersadar bahwa masuk ke biduk rumah tangga, kita akan menemukan yang namanya skala prioritas. Kebutuhan pokok, primer, sekunder dan tersier bukan cuma ada di 10 program pokok PKK.  Harus bisa diterapkan dalam rumah tangga. 

Misal tadinya kita sudah biasa planning sesuatu, kini lebih ribet lagi. Akan ada bermacam-macam kebutuhan bersama. Ini bukan berarti skincare itu enggak penting lagi loh. Tapi lebih ke... yang mana dulu nih yang kudu dibeli. Yang mana nih yang lebih murah. Yang mana nih yang lebih urgent. Jadi semacam kita tahu kebutuhan beserta fungsi. Kalau kita maksa beli sesuatu, itu harus yang bener-bener kepake.

Aku bisa saja beli produk mahal biar kulit kinclong rupawan. Tapi ketika aku ngelihat anak yang enggak mau makan alias GTM trus maunya makan roti keju, granola dan makanan yang syarat beli di supermaket, ya mending aku ngalah donk. 

Lah wong tiap beli baju buat diri sendiri saja langsung teralihkan misal lihat baju anak yang lucu. Otomatis lupa deh beli baju yang sudah diincer.

Belum lagi yang katanya sudah wacana mau aktif nge-gym, nyatanya aku pilih work out di rumah sambil lihat tutorialnya di youtube kok! Murah kan sist.

via GIPHY

Aku enggak mengada-ada. Kebutuhan pribadi biasanya kalah sama kebutuhan rumah tangga. Beda keluarga beda aturan. Bisa jadi si A lebih penting piknik dan family time, tapi bisa jadi si B lebih senang memperbaiki rumah biar sama-sama nyaman. 

Tentu saja hal ini akan berbeda jika kita mempunyai kondisi terlebih finansial yang berbeda. Di sini aku jelas bukan orang yang semua bisa tercukupi. Memang kudu ditata bener kondisi keuangannya. Selain juga juga faktor pendukung lain seperti pemahaman suami, keluarga dekat, maupun orang-orang di sekitar kita.

Makanya, penting bagi kita untuk memilih pasangan yang satu visi dan misi. Jangan sampai batin kita tertekan akibat terlalu banyak menyimpan beban. Kalau enggak suka ya diomongkan.

Menikah itu kan niatnya menyatukan dua keluarga. Jadi punya rumah tangga baru itu seharusnya adalah hasil dari buah pemikiran suami istri yang dilakukan bersama. Tul enggak?

Bingung ya. Begini loh.
Aku dan Suami masing-masing punya keluarga dengan aturan yang sangat berbeda. Tapi ketika kita bersatu menjadi keluarga, ada aturan baru yang kita bikin sendiri. Bisa berbeda dengan apa yang biasa kita jalani, namun ada pula yang bisa kita contoh dari aturan mama papa sebelumnya. Tergantung dari kecocokan dan mana yang bisa kita aplikasikan.

Salah satu yang sama, mama ku maupun mama mertua adalah pekerja kantoran. Jadi bisa dipastikan mereka mempunyai aliran keuangan lain buat nambahin kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan pribadinya. Enggak heran sih ya, perawatan juga penting buat mendukung aktivitasnya.

Sedangkan aku? Yang sehari-harinya di rumah momong anak plus bekerja menulis naskah?

Perawatan diri bagiku adalah hal yang penting, karena aku sesenang itu. Bukan buat yang menunjang tampilan, orang sehari-hari aku enggak banyak riasan. Untungnya sih, sekarang aku enggak mudah tergiur sama produk kecantikan yang berjibun banyaknya. Mulai dari yang mahal sampai yang terjangkau semua ada kok pilihannya.

Pilih mana nih, mau skincare atau make up saja? Mmmm tapi kok yang lama enggak habis-habis sampai waktunya kadaluarsa. Alhasil bingung sendiri deh, bikin mikir lama. Hahaha.

So, i found the middle way daripada salah pilih dan enggak jelas juntrungannya ya kan.

Akhirnya aku tetap menyisihkan sebagian uang untuk beli kosmetik atau skincare setiap bulannya. Tentu saja didukung sama Suami plus aku kudu tahu diri. Iya TAHU DIRI. Dengan melihat kondisi, semua hal dilakukan sewajarnya, sepantasnya, seperlunya, sebutuhnya.

Sekarang aku beli produk perawatan yang harganya terjangkau dan ramah di kantong. Sebisa mungkin aku beli memang karena produk sebelumnya sudah habis, atau karena memang butuh. Bukan karena lapar mata.

Sekali aku beli sesuatu yang menurutku agak mahalan, aku pasti sudah banyak mempertimbangkan azas kebutuhan dan sudah menyisihkan uang perlahan. Bukan yang habis gajian langsung brek beli ini itu trus habis besok enggak bisa makan. Hellaw anakku gimana kabar?

Makanya jangan heran kalau aku lama enggak ganti model pakaian, aku cuma nyaman kaosan. Karena ya gimana ya, kaosan itu enggak lekang oleh zaman kan. Lagian nyaman mau apa lagi.

Untuk masalah ke salon, nonton bioskop, nonton konser, sebisa mungkin aku bikin balance. Kalau sudah stress kerjaan ya ayo. Kalau enggak penting ya enggak usah. Mending aku makan besar rame-rame ngajakin anak. *anak lagi yakan* LOL.

Suami pun sekarang enggak terlalu banyak nurutin keinginannya sendiri. Ya dia masih pengen koleksi jaket, sepatu atau kamera. Tapi begitu ngelihat kebutuhan lainnya, mundur secara teratur deh. Hahaha.

Sekali lagi, itu karena kondisi keuangan yang pas. Nanti kalau kita sudah agak naik level, mungkin beda lagi urusannya. Bisa-bisa sudah bukan mikirin hobby lagi, melainkan investasi.

Kalau begini aku jadi mikir sih. Bukankah sudah saatnya aku enggak mikirin diriku sendiri, melainkan banyak orang-orang di sekitarku juga. Suami dan anak juga utama. Jangan sampai aku teriakin hak tapi lupa kalau di rumah juga punya kewajiban. Toh menikah itu sudah pilihanku. Sudah diniatin. Sudah diperjuangin.

Tapi percayalah, nanti ada saatnya pula kita punya waktu untuk diri sendiri. Di mana kita akan ditinggal anak-anak kita merantau, menikah, ataupun menikmati masa tua hanya dengan Suami. Tingkat kebutuhan sudah berbeda arah lagi. Sudah siap belum?

Well, cuma pengen ngingetin, manfaatin waktu yang sedang kita jalani. Akan ada saatnya kita merindukan masa sekarang. Yang mungkin sedang sama-sama belajar membina rumah tangga terbaiknya, meraih cita-cita setinggi asa, atau meratapi nasib kok SK II mahal harganya. OHMAGA.

Btw, aku sama sekali enggak menyesal atas apa yang sudah aku lakukan. Karena sekali lagi, aku kan belajar dari pengalaman. Mungkin kalau enggak gini, aku enggak bakal tahu apa arti perjuangan.

Damn i love this quote! 

You May Also Like

8 komentar

  1. Wohooo... serasa baca catatan hidup sendiri. Awal menikah aku juga gitu mba, lebih kacau mungkin. Menyesuaikan diri, menyesuaikan finansial, menyesuaikan segala macam, -yg paling kerasa sih soal duit hehe.

    Dampak positifnya sekarang aku jadi org yg lebih cermat, dulu belanja skincare asal bagus bayar ke kasir, sekarang aku nyari-nyari dulu ada nggak produk serupa yg harganya lebih affordable. Nonton juga mending dirumah aja, kalau ngikutin kebisaan pas muda bangkrut laaa wkwk.

    Apalagi sejak punya anak, ya kebutuhan anak diprioritaskan dulu, kita nanti lah ya ada masanya, dicicil sambil pelan-pelan membangun 'istana'. Percaya sesudah kesulitan ada kemudahan. Eaaa. Salam kenal ya Mba :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener mbak. Aku masih masa berjuang ini. Kudu teliti sebelum membeli, supaya nanti bisa merasakan nyamannya kalo kita punya tabungan hehe. Makasih sudah mampir ya mbak :)

      Delete
  2. Barakallah buat pernikahannya ya. Insyaallah bukan pilihan yg salah kok. Tinggal cari cara menikmatinya. Dan kalo dah nemu, hepinyaaaa...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiiin mbak. Iya mbak, aku kudu kuat bertahan dan berjuang ini. Biar ketemu hepi yang sebenar-benarnya hehe.

      Delete
  3. Aku prnh sempet nyesel juga, krnapaa ga dari dulu banyakin nabung. Pas blm nikah, foya2 abis lah. Begitu nikah, udh agak telat sebenernya, tp setidaknya aku mulai belajar ngerem yg namanya hal ga ptg. Tapiiii tetep ya, traveling aku ga bisa kurangin. Dari dulu ampe skr, 60% gajiku semuanya lari ke budget traveling :p. Sisanya baru mikirin keperluan pribadi. Investasi aku putar dari gaji pak suami. Setidaknya kalo dimulai dr skr, msh cukuplah utk persiapan sekolah anak2 di masa depan :D.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah kalau travelling sih malah mending mbak menurut aku. Karena bagaimana pun pengalaman lebih mahal harganya kan. Pikiran kita jadi terbuka. Masalahnya aku ini beli yang kadang enggak perlu sampai barang2 banyak ngendon di rumah. Pengen deh mengalokasikan sebagian uang untuk travelling. Doain ya mbak, semoga kesampaian :)

      Delete
  4. Gitu yaa kehidupan stelah mnikah. Aku belum nikah, tp jadi ketampar dgn tulisan ini mbk. Jdi pengen nabung. Pengen balajr ngatur keuangan. Makasih sharingnya mbk. Salam, muthihauradotcom

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih juga mbak, iya banyak baiknya kalau kita nabung. Karena gimana pun kehidupan abis nikah dan punya anak jauh berbeda dengan pas kita masih single. Hehe berdasarkan pengalaman pribadi ini mah :)

      Delete