REJECTED

by - November 21, 2019

Masih ngikutin freelancers the series enggak sih? Karena ternyata tuh, aku sering di-DM soal kerjaan ini. Beberapa ngeluh, beberapa malah pengen, beberapa juga minta tips. Padahal ya aslinya, aku masih struggling. Malah kadang rindu kantoran loh hahaha. Aku cuma nulis yang selama ini berkaitan sama kerjaanku, seperti yang baru-baru ini aku makin kerasa, makin sering mengalami: NASKAH DIREJECT! Sakit? Ya sudah biasa.


Sebenarnya, kerjaan yang berhubungan dengan kreatif, kebanyakan pernah ditolak konsepnya. Entah itu desain, naskah, foto, atau apapun lah yang bersumber dari ide. Aku bisa ngomong gini karena Suamiku juga berkali-kali ditolak desain atau fotonya. Dia masih sering ikut kontes desain btw. Enggak kehitung kalahnya, enggak tahu lagi jumlah desain yang ditolak.

Sedangkan aku? Aku ngomongin soal industri saja ya, karena berbekal pengalaman, kalau film independent, biasanya brainstorming-nya lebih mateng, dan risetnya lama. Jadi enggak serta merta dituangkan langsung ke naskah. Ketika aku sudah nulis naskah, aku sudah dapet alur dan latar belakangnya dengan detail, sehingga lebih gampang digambarkan. Durasi bikin film butuh waktu agak lama, duit juga enggak berharap banyak karena dimulai dari kesenangan pribadi. Bikinnya rame-rame sama tim yang sudah klop. Baru akan dilombakan, atau ikut fasilitasi kalau konsepnya sudah jelas. Jadi, fee-nya nanti menyesuaikan. Se-menyesuaikannya pun ya enggak sepet-sepet amat dibanding industri.

Memangnya gimana sama industri? Deadline sering mepet, brief sekenanya, duitnya kadang enggak sepadan pula. Plusnya cuma fee-nya bisa cepet, secepet kalau mereka minta konsep dan revisi. Harusnya sih!

Dulu pas aku kerja kantoran, jualan konsep program ke stasiun TV juga lebih sering ditolak ketimbang diterimanya. Sekarang sudah jadi freelancer, memang sudah sedikit berbeda. Yang disodorin ke aku, banyakan yang sudah pasti tayang. Aku menerima kerjaan by demand. Tapi, juga enggak semudah nulis storyline terus acc gitu saja cyint. Harus melalui beberapa tahap revisi. Mulai Sutradara, Producer, baru ke stasiun TV. Berbelit-belit kan!

Aku pernah dapet curhatan sesama penulis naskah. Mereka sambat soal naskah yang di-reject, enggak lalu enggak dibayar, yang artinya enggak dihargai. Ini sebetulnya harus dibicarakan di awal, sama siapa kalian dapat kerjaan. Kalau ada naskah/storyline yang enggak di acc, apakah harus dirombak ulang, bener-bener harus diganti, atau kita ngotot harus minta persenan. Yang terakhir jelas bukan aku banget. Aku paham kok, status freelancer itu lemah. Sekali salah perhitungan dan salah baca aturan, ya ambyar. Giliran kita yang salah, akan dicerca membabi buta. Klien yang salah? Ya kita bisa rugi.

Tapi, ini juga tergantung sama siapa kamu bekerja. Kalau orangnya sudah enak-enakan, temen sendiri, atau klien yang bener-bener professional, mustinya lebih enak dibicarakan. Aku pernah sambat-sambatan sama tim, ngomong terus terang karena semuanya punya pressure yang berbeda. Enggak lazim dong kalau kita cuma neken dari satu jobdesk saja. Naskah gimana pun memang punya kendali penuh atas sebuah tayangan, cuma ya harus disadari juga, penulis naskah tidak dengan gampangnya menuliskan apa yang ada di kepalanya, termasuk tekanan dari mana-mana, dan bayaran yang stuck segitu tanpa ngelihat seberapa banyak waktu yang diluangkan.

Aku juga pernah dapet masukan dari Producer dan Sutradara. Mereka bilang, aku penulis yang aman. Bisa nulis sesuai kemampuan dan sesuai tawaran. 2-3 naskah ku yang ditolak masih jauh lebih mending dari penulis-penulis di luar sana. Bahkan ada loh, yang belum pernah sama sekali nyantol sama keinginan klien. Dan beberapa meyakini ini ada faktor luck.

Sedangkan buatku, ini adalah soal kita menangkap apa yang diinginkan klien. Aku selalu punya pola. Misal stasiun TV A segmentasinya C-D, atau klien B maunya visual lux dan elegant yang cocok untuk segmen A. Lalu aku banyak-banyakin kasih asupan otak sesuai dengan apa yang mereka mau. Aku enggak sedang mau menyombongkan diri sih. Aku belajar dari semua itu, saking seringnya sadar bahwa semua kalah sama kebutuhan rumah tangga.

Aku nulis gini agak emosi sebetulnya. Hanya saja, aku masih inget, kalau beras di rumah juga sudah kosong, listrik sudah berbunyi, bayar sekolah anak pakai apalagi selain pakai duit. Nah, kalau sudah gini kan kita mau apa? Mau idealis dan bilang kalau kerja pakai hati? Rasanya kok kayak enggak punya tanggung jawab lain saja.

Well, aku enggak pengen nyalahin siapapun kok. Aku sadar, sesuatu yang di-reject bukan semata karena kerjaan kita jelek, melainkan MUNGKIN BELUM SESUAI. Belum jodohnya.

Kalau dibilang pengen nyalahin ya mau nyalahin siapa? Boss stasiun TV? Sontoloyo, sana kalau berani! Makanya, walaupun sakit sesakit-sakitnya, aku mending legowo saja.

Kalau mau ditarik garis positif, beberapa desain suamiku yang pernah di-reject dan enggak menang, bisa didaurulang dan dimasukkin ke situs microstock. Ada yang download? Ada, karena kalau sudah kancah world wide dan kita rajin menawarkan lewat cara apa saja, kita sebetulnya sedang nyari pasar. Siapa yang mau? Nanti pasti datang.

Sedangkan naskah? FYI, script film Brush With Danger-nya Livi Zheng ditolak 32 kali sebelum masuk produksi, lalu akhirnya bisa tayang di amerika. But jangan ngomongin Livi Zheng ding, sensi soalnya. Hehehe. Kita beralih deh ke Penulis Tenar J.K Rowling, berkali-kali ditolak sama penerbit. Namun sekarang, siapa sih yang enggak kenal Harry Potter?

Masih butuh contoh lain? Oke, Yo Wes Ben. Bayu Skak ngaku kalau naskahnya berkali-kali ditolak Producer. Padahal, sekali digarap, filmnya moncer kan? 

Intinya, menurutku, selagi kita belum punya nama dalam tanda kutip, kita bisa belajar dari hal-hal menyakitkan seperti ini. Di-reject memang sakit, sakit banget. Ide sia-sia, waktu terbuang percuma, duit enggak dapet pula. Tapi, kalau kita mau menjadikan hal itu sebagai bahan pembelajaran, yakinlah suatu saat akan ada hasilnya. Saat ini mungkin belum jodohnya, atau bisa jadi bukan jalannya. Mungkin bisa kita daur ulang, mungkin bisa tawarin ke Produser lain, mungkin kita bisa bikin sendiri filmnya? Selalu ada celah untuk berkarya bukan?

Jadi, kita harus memantaskan diri dulu. Banyakin jam terbang kita. Lihat Penulis lain yang lebih-lebih keren dan berkarya. Lalu, bilang ke diri kita bahwa kita bisa lebih baik dari sebelumnya. Pelan-pelan akan terbangun kualitas kita yang sebenarnya. Baru nanti kalau sudah terima hasilnya, jangan lupa berbagi pada penulis-penulis baru yang muncul. Kan kalau kita lagi di bawah, di-reject dan disombongin juga enggak mau toh? Kenapa kita jadi balas dendam sama penulis baru. Lingkaran setan ini harusnya keputus kalau kita mau. Karena kalau kita gitu saja sudah jumawa, ingat, siapa tahu penulis-penulis itu justru lebih mampu dari kita. 

Terakhir, tetaplah bertahan. Aku tahu ini beban, tapi kita punya 1000 cara kalau kita mau bergerak maju ke depan.

You May Also Like

0 komentar