PULANG

by - July 07, 2018

Selama ikut mudik di kalimantan, aku berusaha dapetin banyak pengalaman, buah ide, sampai temen baru. Masa' cuma sibuk hunting kuliner wae, bisa nambah kolesterol aja yakan? Sayang, agak lama liburan di sana, sampai sini kok enggak ada perubahan. Aku mau dimanapun berada, aku ingin tetap sehat baik itu jiwa maupun pikiran.



Satu hal yang aku sadari selama mudik 3 mingguan, aku dan Alya sama sekali enggak merasa harus pulang rumah. Enggak homesick berlebihan. Enggak merasa harus beli tiket balik secepatnya. Enggak merasa jenuh stadium akhir dan merasa bahwa Magelang selalu punya jalannya untuk pulang.

Disebut betah ya betah-betah aja. Tapi ya enggak ada yang spesial banget. Kayak kehidupan biasa aja gitu. Spesialnya karena ini moment kumpul keluarga yang bener-bener jarang kumpul.

Kami menyebut pangkalan bun itu ya "balik ke pangkalan bun", sedangkan ke Magelang ya "balik ke magelang". Bukan pulang pangkalan bun, bukan pulang magelang. Atau yang lebih parahnya, pergi ke pangkalan bun, pergi ke magelang. Jadi kami beneran menganggap dimana-mana itu asal bareng, kami nyaman, kami sama-sama pulang.

Aku sama sekali enggak ada komplain soal cita rasa, cuaca, atau yang seperti orang kebanyakan kalau enggak betah: rindu kampung halaman. . Cuaca memang panas karena semakin mendekati garis katulistiwa, di rumah mertua juga enggak ada AC, tapi kami udah biasa. Lagian yaelah cuma 3 minggu doang kan

Kalau toh kami memang harus kembali ke rutinitas, itu karena ada kerjaan. Ada yang harus ditemui, ada yang harus dibahas secara bersamaan yang enggak bisa hanya dengan video call semata. Kebetulan semua itu ada di jawa tengah dan sekitarnya. Kata orang mah, emang rezekinya udah di Jawa ya gimana.

Pekerjaan digital nomad seperti kami ini memang sering dikatakan banyak enaknya. Bisa kerja dimana aja dan kapan aja. Aku enggak memungkiri kok. Kami senang akan pekerjaan ini. Impian lama soalnya. Cuma kami merasa agak kesusahan kalau lama-lama di Pangkalan Bun.

Pertama, kami enggak bisa konsentrasi kalau tinggal di rumah mertua karena perbedaan aturan. Yang kedua, orang di sana selalu menganggap kami nganggur alias kerjaan bisa nanti-nanti saja. Ketiga,  susah manage waktu karena kami belum punya laptop sendiri-sendiri. Jadi kerjanya gantian. Mana Alya di sana enggak banyak teman sebayanya. Intinya, ketika tiba di Pangkalan Bun, walaupun kami tetap bawa kerjaan, tapi masih banyak orang yang mengira kami sedang li-bu-ran.

Mantap surantap euy!

Bagi kami, liburan itu memang bisa dilakukan tanpa planning sekalipun. Kalau kalian ada yang kesusahan ngatur waktu, kami berbeda. Jujur aja deh, liburan yang kami rencanakan tentunya berkaitan dengan uang, bukan masalah waktu lagi. Ada uang ya langsung jalan, kalau enggak ya sudah di rumah aja enggak apa-apa. Yang penting mah bersama. So sweet ya? Tampaknya. Hahaha.

Makanya, kami menikmati moment mudik ini seperti liburan pada umumnya. Ya walaupun harus dikit-dikit nyari spot wifi id biar cepet ngirim file-file gedhe, atau sering susah sinyal seperti yang ketika di desa. Lagian para klien nih kenapa teleponnya lewat whatsapp sih, mbok ya langsung telepon via GSM gitu napa?

Alhamdulillah kota asal suamiku ini bukan kota pelosok seperti yang orang kira. Serius, di sini aku bahagia karena makanan dan banyak barang yang enggak aku temui di Magelang. Ya ampun, minyak zaitun aja ada yang botolnya dari plastik dan berbentuk spray loh. Gimana enggak bahagia ya hahaha.

Aku baru booking tiket balik setelah dua minggu di sana. Selain cari yang mendekati harga normal, aku juga masih agak pengen lama-lama di kalimantan. Enggak ada capeknya deh aku ngider kuliner dan plesir ke desa-desa. Kebetulan Alya juga sama. Palingan cuma kangen temen-temennya yang ada di Magelang. Biasalah bocah. Tapi begitu ketemu temen sebayanya, ya dia lupa. Dia beneran butuh temen dan main bareng aja. Kasihan gitu kalau udah sendirian dan bingung nyari temen.

Kalau udah gitu, kamilah yang harus mengalah. Gimana caranya Alya enggak bete dan tetap senang. Jalan kemana oke. Kenalin dia sama banyak orang. Ajak renang di sungai, naik gethek, pergi ke pasar yang dari kayu, ke pelabuhan, ke hutan sawit. Kemana aja biar dia punya banyak pengalaman baru.

Kuncinya Alya harus senang duluan. Aku juga berusaha biar enggak bete, tapi dasarnya aku memang gampang bertemen dan gampang hepi sih ya. Jadi hampir enggak masalah. Terus Suami juga kooperatif banget. Misalpun mau pergi reuni atau kongkow sama temen-temennya ya memilih ketika Alya udah tidur. Atau kalau siang, kami diajak sekalian.

Setiap malam kami masih pillow talk bertiga sampai tertidur. Ada apa-apa ngomong. Butuh apa minta. Punya masalah apa enggak dipendam.  Kami berusaha dekat satu sama lain bukan cuma karena tiap hari ketemu. Tapi juga dekat di hati seperti enggak ada sekat. Asal komunikasi lancar semua jadi sama-sama nyaman. Kenyamanan itulah yang bikin kami betah ngapain aja dimana aja asal bertiga.

Buat kami, pulang bukan hanya berarti soal kampung halaman. Bahwa rumah, bukan hanya berbentuk fisik untuk berteduh. Pulang dan rumah bisa berbentuk sosok yang selama ini kita sayangi, yang kita butuhkan.

Lain kali mungkin aku bukan bertanya pada kamu kemana kamu akan pulang, tapi kepada siapa kamu akan pulang?

:)

You May Also Like

0 komentar