CEMBURU

by - December 09, 2019

Seperti biasa, menjelang akhir tahun, kerjaan makin banyak saja. Kalau orang Bank sibuknya karena closing-an, orang marketing sibuk promo, desainer makin banyak pesanan desain banner, nah, sebagai orang media, beda lagi, kami sibuk karena program acara yang bakalan lebih meriah memasuki awal tahun baru. Alhamdulillah memang, tapi di sisi lain, ya kalau aku dan Suami pas barengan padet gini, Alya sama siapa?

Sedihnya lagi, akhir-akhir ini aku ngerasa enggak deket sama Alya. Tiap ada di tengah-tengah kami berdua, Alya lebih sering mengarah ke Papanya. Alya juga lebih sering ngadu ke Papanya. Mau dia sedih, mau dia jatuh, mau dia butuh apa-apa, yang dipanggilnya selalu, "Papa...."

Setelah 4 tahun lamanya, jujur, aku cemburu juga Alya lebih dekat sama Papanya. Warning dulu sebelum baca, postingan ini mellow, mendayu-dayu, tapi bukan mengada-ada.


Sehari-hari, jika kami berada di rumah, Suami lebih sering antar jemput Alya. Ini bukan karena aku enggak mau loh ya, tapi kemaren tuh motorku sempet ke bengkel lama banget dan musti pakai vespa, dan jelas cuma Suamiku yang bisa. Setelah motorku jadi, eh lha kok ndilalah kerjaanku banyak. Dari yang cuma ngerjain skenario buat animasi, ini ketambahan buat film pendek, sama yang terakhir aku dikontrak setahun sama sebuah stasiun TV buat jadi scriptwriter lepasnya.

Jadi, bisa dibayangkan, tiap pagi aku masak, ngepel, cek email, cek to do list, sampai kadang harus cari narasumber dan ngelock buat syuting. Dan itu harus aku kerjakan bebarengan. Ya aku bisa sih antar jemput Alya, cuma ya itu, enggak bisa tiap hari. Suamiku sadar diri dan dia yang nawarin it's okay dia saja yang jemput. Aku jadi agak ringan. 

Alya sebetulnya terbiasa juga sama aktivitas kami di rumah. Sudah ngerti bahwa kadang Mama harus keluar kota buat meeting, buat ikutan syuting. Alya sering nungguin aku dan berharap aku bawain oleh-oleh walaupun cuma sekadar roti keju. Aku ngerasa, Alya sudah aman, sudah makin pengertian. Aku kerja pun jadi nyaman dan enggak kepikiran. Bahkan kadang aku seneng karena dengan Alya dekat sama Papanya, itu berarti enggak masalah kalau aku tinggal kemana-mana.

Sekitar 4 hari lalu, kebetulan giliran aku sama Alya yang di rumah. Suami dapet jatah syuting untuk program fotografi. Dari semalem sudah dikasih tahu kalau Papa akan seharian, Alya berdua saja sama Mama, diantar jemput Mama, dan main sama Mama. Ya walaupun pada prakteknya, aku juga sambil kerja di rumah, dan sesekali Alya aku sodorin HP, karena waktu itu hujan dan dia enggak bisa main di komplek. Intinya, Alya ngizinin. Misal enggak ngizininpun harus setengah paksa dikasih tahu kalau ini urgent karena kami kan harus kerja buat dapetin uang.

Nah, begitu harinya tiba, paginya Alya ini masih enak-enak saja. Siang aku jemput aku ajak belanja, tapi dia enggak mau jajan biar enggak boros. Alya manis sekali. Habis itu dia main sampai siang kara di komplek. Lari-larian, main pasir, aku biarin sambil aku bikinin makan. Setelah pulang rumah, makan siang dan cerita-cerita sebentar baru tidur. Sampai situ aman.

Yang jadi masalah, sore hari bangun, kondisi hujan deraaas! Otomatis dia harus di rumah, enggak bisa kemana-mana, sedangkan aku, harus sambil bekerja nulis naskah. Alya sudah agak boring tuh, aku sodorin makanan, buku gambar, mainan, dan ngusahain biar dia kooperatif. Tapi yang namanya Alya, anak yang lebih seneng main di luar ketimbang permainan yang membutuhkan ketekunan, enggak betah lama-lama di kondisi yang senyap enggak ada teman. Eaaak! Pusing juga ya.

Di situlah Alya nunjukkin wajah bete, males, menatap ke luar jendela sambil bilang, "Alya mau nungguin Papa. Kalau sama Papa enak bisa main, sama Mama, Mama enggak rame!"

Aku geli sih awalnya, tapi terus mikir, jangan-jangan selama ini aku memang sudah-agak-melupakan- bermain sama Alya. Beda dengan dulu pas Alya masih kecil. Aku monitoring dan dampingin tumbuh kembangnya dengan teliti. Cek millestone. Beliin mainan montessori buat stimulasi. Sampai bikinin mainan bareng biar dia ikutan kreatif.

Aku lupa. Aku sibuk kerja. Walaupun di rumah, pikiranku selalu kemana-mana. Selama ini memang Alya enggak komplain, cuma itu semua terlihat di raut wajahnya ketika ditinggal Papanya. Aku sedih jadinya. Di benakku ketika aku kerja, aku kerja ya buat cari uang, uangnya buat sekolah dan kebutuhan keluarga. Selepas aku kerja, aku harus ngasih Alya sesuatu biar dia senang, sebagai ganti karena dia enggak aku temenin seharian. Aku lupa, aku memang lagi enggak konsen ke pertumbuhan Alya.

Aku lihat Iqra'nya, yang 2 kali ulang di huruf sya'. Padahal sebelum-sebelumnya dia lanjut terus karena tiap hari aku ulangin di rumah. 
Aku lihat dia pengen main di luar terus karena ngerasa di rumah enggak ada temannya.
Aku denger curhatan dia tiap malam yang bilang kasihan sama Mama, walaupun sebetulnya dia pengen ditemenin.

Aduh, aku jadi mellow. Maafkan ya, aku memang gini, mewek kalau soal Alya.

Dari kemarin, aku mulai membiasakan 'main' sama Alya lagi. Kali ini lebih intens. Tiap pagi aku peluk cium dan ucapin selamat pagi. Tiap makan aku temenin, tiap ngerjain apa aku apresiasi, tiap aktivitasku yang berhubungan dengan kerjaan aku ceritain ke dia. Aku mulai anggap Alya sebagai temanku, yang bisa ngertiin aku juga, ketika kondisiku stress banyak tekanan, lagi padet dan enggak bisa handle it all. Alya pelan-pelan paham.

Dalam hitungan hari, Alya kembali memelukku setiap saat, mencium tangan kakiku, dan berteriak ketika pulang sekolah. Alya juga selalu ikut-ikut aku pakai baju apa. Alya malah bisa mandiri, mandi sendiri, makan sendiri, dan dia bangga nunjukkin ke aku.

Aku sadar, selama ini aku kurang komunikasiin sama dia. Apapun yang aku lakukan, akan lebih baik jika Alya tahu dan paham, agar bisa sama-sama belajar. Aku tambah sayang, sayang sekali. Tiap tidur dan aku sudah kelar bekerja, aku sering ke kamarnya cuma buat senyum-senyum sendiri dan curhat walaupun dia terlelap.

Aku berharap semoga kami bertiga selalu kompak. Seperti yang selalu Alya bilang, "dua-dua", yang artinya porsi kami berdua sebagai orang tua sama dan setara di mata Alya. Semoga kecemburuanku hanya perasaan enggak enakku saja :)

You May Also Like

0 komentar