FUN THINGS MY FAMILY DURING RAMADAN

by - May 03, 2021

Aku adalah salah satu orang yang percaya kalau setiap keluarga yang solid, selalu punya caranya untuk bisa mencapai kebahagiaan bersama. Karena keluargaku enggak bisa dijadikan patokan keluarga bahagia, tapi aku ngambil contoh dari kebersamaanku dengan adek nomor dua ku aja yah. Jadi kami berdua tuh sama-sama ceweknya, selisih 4 tahun, dan sering dikasih barang-barang kembar supaya enggak ((UDUR-UDUR-AN)). Boleh dibilang kami tuh deket banget, semacam besties karena sejak kecil selalu main bareng, walaupun sifat kami berbeda jauh. Aku usil, adekku cengeng. Aku penakut, adekku pemberani. Aku gampang marah, adekku bisa netral. Kami saling melengkapi walaupun sesekali diem-dieman sampai dia duluan yang minta maaf. For me, sulung adalah paling benar haha.

Kami berdua sama-sama menganggap rumah adalah penjara. Kami sering dikurung tiap siang dan enggak boleh main dengan alasan, takut kami berdua kena dampak buruk dari luar. Kami lalu sering main boneka, pasar-pasaran, baca buku milik langganan papa dengan sangat hati-hati dan bergantian. atau sering juga diem-diem pergi ke tempet temen pakai acara kong kalingkong satu sama lain. Kami hanya bisa punya waktu bermain ketika kami beralasan pergi ke tempat nenek. Di sanalah, kami mempunyai banyak teman dan lebih mengerti banyak hal. Di sana kami juga ngaji, belajar puasa, dan ikutan kultum tiap minggu pagi. Memori ini enggak bisa hilang sampai kini.

Hari demi hari, kami masih tumbuh kompak dan saling support satu sama lain. Yang aku tahu, kami sama-sama dididik keras pakai peraturan yang kolot. Waktu kuliah pun, kami disekolahkan dengan catatan harus universitas negeri dan enggak boleh lebih dari 4 tahun. Jika lebih dari 4 tahun, kami harus cari uang sendiri. Singkatnya, kami berhasil berdiri dengan kaki sendiri. Masing-masing bisa mobat-mabit kesana kemari saking mandiri. Kami terbiasa naek motor PP luar kota. Dan ketika kami berpisah jarak, kami tetap merasa dekat. Tentunya karena kami ingat hal-hal kecil di tengah aturan yang membatasi diri kami. Kami menciptakan kehangatan sendiri, meski tertekan oleh aturan. Bagi kami, kedekatan keluarga hanya tercipta pada saat ramadan tiba. Unfortunately, it was very painful for us.


Ingatan masa kecil kami tuh enggak bisa sekejap hilang. Perlu banyak kesibukan, dan saling mendengar pengalaman, biar cerita menyakitkan ini bisa ketumpuk oleh zaman. Cuma nyatanya, it was not that easy, honey. Kami udah mengambil hikmah dan bersikeras supaya bisa mendidik anak-anak kami dengan lebih baik lagi. Sekarang adekku di Jakarta, dan aku masih di Magelang. Kadang kalau telepon bisa sampai berjam-jam dan cerita masa lalu saking kelamnya. 

Kami berusaha re-parenting dan bikin nyaman suasana dalam keluarga kecil kami. Kalau aku, aku dan suami sepakat kerja di rumah supaya sambil bisa nemenin tumbuh kembang Alya. Dari Alya lahir, belajar nenen, belajar makan MPASI, pertama kali bilang papa mama, disapih, sampai sekarang lincah bermain sepatu roda, rasanya aku bangga menyaksikan semuanya. Aku enggak mau ngebandingin aturan ini dengan siapapun, tapi kalau aku, karena berasal dari background keluarga yang enggak kompak, hal-hal kecil seperti ini bikin aku bisa lebih waras dan reliezed kalau aku bisa mendapatkan kebahagiaan juga. Aku enggak main-main sih kalau deep convo sama Alya. Aku berusaha tiap hari bertanya sama Alya, apakah dia bahagia? Apakah dia sedih? Apa yang ingin dia bicarakan pada kami? Aku nganggep Alya ini punya hak nya, dan kita punya kewajiban besar terhadapnya. Apapun yang dia ingin tahu, aku enggak boleh membungkamnya. Apa yang seharusnya dia pelajari, aku harus bisa menjelaskannya.

Ya seperti kata Einsten lah, "If you can't explain it simply, you don't understand it well enough"

Alhamdulillah, sekarang aku maupun adekku punya suami yang sama-sama tahu kewajiban dan satu misi. Kayak Suamiku, dia selalu meluangkan waktu untuk Alya, dan bisa back up kerjaan rumah tangga. Kami pun sering bertukar pikiran dan saling refleksi jika ada yang salah. Kami pun enggak menutup kemungkinan jika Alya tahu, dan bisa mengajari kami sesuatu hal, then please do it. Kami enggak terbatas aku mengajari Alya. Tapi bukankah justru kita yang selalu harus belajar dari anak?

Aku terbuka dengan suami tentang apapun, tentang masa kecilku, tentang sifatku, tentang semua ha yang perlu kita perbaiki. Nah, aturan yang kami ciptakan di rumah juga atas azas kesepakatan. Kami tuh deket enggak cuma sebatas Ramadan dan maaf-maafan waktu lebaran, tapi kami bisa dekat every single day in our life. Tahu enggak rasanya jadi aku? Legaaa... Lega banget!

Contohnya waktu ramadan kali ini. Kami sering bikin kreasi yang identik dengan menguras tenaga ataupun pikiran. Kayak ngajarin Alya berhitung sambil menggambar. Bikin desain ular tangga yang didesain sendiri terus dicetak MMT dengan ukuran 2x2 meter! Jadi mainnya pakai tubuh dan harus melangkah. Seru deh, sambil dorong-dorongan. Bahkan ketika ada yang kalah, ada yang menang, ya udah, itu bukan masalah besar. Kami lebih suka prosesnya.

Hal lain yang enggak kalah seru adalah bikin kue. Misalnya pizza. Kami memasrahkan Alya urusan topping. Mau pakai aja, terserah asal dimakan, semua kenyang. Bikin kue juga gitu, Alya serba dilubatkan. Kadang justru belum dimakan, kita udah kenyang icipin bentuk yang kecil-kecil sebelum tiba lebaran haha.

Selain itu, kami kan masih kerja dan sama-sama kejar tayang, jadi semisal kami kerja, kami kasih Alya semacam kerjaan juga, biar ngerasa samaan. Baru-baru ini, Alya lagi suka utak-atik Canva. Dia pengen desain kartu lebaran hasil kreasinya. Tahun lalu udah sih, tapi waktu itu pakai Adobe Ilustrator dan agak ribet! Pakai komputer suami dan lama bikinnya. Belum difinishing, belum rombak lagi lay outnya biar lebih enak dipandang mata. Tahun ini, ya karena sibuk itu tadi, kami pasrahkan semua ke Canva. Anaknya hepi pakai laptop sendiri. Kami pun tenang, tanpa harus teriak-teriak karena digangguin Alya hehe.

Berikut contoh-contoh desain Alya ya.


Membebaskan Alya melakukan sesuatu yang dia suka, nyata enggak bikin dia aneh-aneh tuh. Justru aku lihat Alya bisa lebih berekpresi dan enggak malu-malu lagi. Alya juga jadi lebih percaya diri dan enggak takut untuk memulai sesuatu. Alya bertanggung jawab atas pilihannya. Misalnya dia main in line skate dan sering jatuh, ya dia tahu gimana caranya harus bangkit dan berjalan lagi. Dia enggak selalu jagain kami, dia berusaha dan belajar menemukan solusi. Oh satu lagi, Alya itu sekarang lebih menghargai kami sebagai orang tua sekaligus temannya yang bisa diajak berbagi. Dia selalu jujur atas perbuatannya. Mau itu baik, ataupun waktu nakalin temannya. Iya, di keluarga kami enggak ada yang perlu ditutupi.

Semua pengalaman yang aku alami, pengennya sih bisa dilebur dengan segala perbaikan. Buat aku pribadi, menikah dengan orang yang tepat, adalah salah satu jalan keluar kalau kita pengen berkembang bareng. Sama-sama mau belajar dan memperbaiki diri. Karena kalau aku, aku tuh butuh temen yang saling percaya satu sama lain. Karena dengan kepercayaan yang diberikan ini, aku justru sadar diri. :)

#BloggerPerempuan
#BPN30dayRamadanBlogChallenge2021
#day 21

You May Also Like

0 komentar